Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
Dengan rahmat tuhan yang maha esa
Presiden republik indonesia,
Menimbang:
a. maju, adil, makmur, dan
beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Bahwa untuk menjamin
perluasan dan pemerataan akses, peningkatan mutu dan relevansi, serta tata
pemerintahan yang baik dan akuntabilitas pendidikan yang mampu menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global perlu
dilakukan pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dan dosen secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan;
c. Bahwa guru dan dosen
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan
nasional dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada huruf a, sehingga
perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat;
d. Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Guru dan Dosen; Mengingat:
1.Pasal 20, Pasal 22 d, dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2.Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
Dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Dan Presiden Republik Indonesia
Memutuskan:
Menetapkan
Menetapkan
UNDANG-UNDANG TENTANG GURU DAN DOSEN.
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.Guru besar atau profesor
yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi
dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
4.Profesional adalah pekerjaan
atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan
kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
5.Penyelenggara pendidikan
adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan
pendidikan pada jalur pendidikan formal.
6.Satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan.
7.Perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen
dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat
syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip
kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
8.Pemutusan hubungan kerja
atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya
hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.Kualifikasi akademik adalah
ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen
sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
10.Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki,
dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
11.Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan
dosen.
12.Sertifikat pendidik adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga profesional.
13.Organisasi profesi guru
adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru
untuk mengembangkan profesionalitas guru.
14.Lembaga pendidikan tenaga
kependidikan adalah perguruan tinggi yang diberi tugas oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan program pengadaan guru pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan nonkependidikan.
15.Gaji adalah hak yang
diterima oleh guru atau dosen atas pekerjaannya dari penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
16.Penghasilan adalah hak yang
diterima oleh guru atau dosen dalam bentuk finansial sebagai imbalan
melaksanakan tugas keprofesionalan yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan
atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru atau dosen sebagai pendidik
profesional.
17.Daerah khusus adalah daerah
yang terpencil atau terbelakang; daerah dengan kondisi masyarakat adat yang
terpencil; daerah perbatasan dengan negara lain; daerah yang mengalami bencana
alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
18.Masyarakat adalah kelompok
warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam
bidang pendidikan.
19.Pemerintah adalah pemerintah pusat.
20.Pemerintah daerah adalah
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
21.Menteri adalah menteri yang
menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
Kedudukan, Fungsi, Dan
Tujuan
Pasal 2
(1)Guru mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengakuan kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Pasal 3
(1)Dosen mempunyai kedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengakuan kedudukan dosen
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan
sertifikat pendidik.
Pasal 4
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 5
Kedudukan
dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen
pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi
kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Pasal 6
Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
BAB III
Prinsip
Profesionalitas
Pasal 7
(1)Profesi guru dan profesi dosen
merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai
berikut:
a.memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
b.memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia;
c.memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas;
d.memiliki kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e.memiliki tanggung jawab
atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
f.memperoleh penghasilan
yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
g.memiliki kesempatan
untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan
dengan belajar sepanjang hayat;
h.memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;
dan
i.memiliki organisasi
profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
(2)Pemberdayaan profesi guru atau
pemberdayaan profesi dosen diselenggarakan melalui pengembangan diri yang
dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
BAB IV
Guru
Bagian Kesatu Kualifikasi,
Kompetensi, dan Sertifikasi
Pasal 8
Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Pasal 9
Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Pasal 10
(1)Kompetensi guru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1)Sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan.
(2)Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga
kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(3)Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan
akuntabel.
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
Setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki kesempatan
yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.
Pasal 13
(1)Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan
sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi
pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban
Pasal 14
(1)Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak:
a.memperoleh penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan
sosial;
b.mendapatkan promosi dan
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.memperoleh perlindungan
dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
d.memperoleh kesempatan untuk meningkatkan
kompetensi;
e.memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas keprofesionalan;
f.memiliki kebebasan dalam
memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan,
penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan
peraturan perundang-undangan;
g.memperoleh rasa aman dan
jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas;
h.memiliki kebebasan untuk
berserikat dalam organisasi profesi;
i.memiliki kesempatan
untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan;
j.memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kualifikasi akademik dan
kompetensi; dan/atau
k.memperoleh pelatihan dan
pengembangan profesi dalam bidangnya.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai hak
guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 15
(1)Penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan
prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)Guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Guru yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 16
(1)Pemerintah memberikan
tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan
dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
(2)Tunjangan profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru
yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara (APBN) dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
(1)Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.
(2)Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 18
(1)Pemerintah memberikan
tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang
bertugas di daerah khusus.
(2)Tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi
yang sama.
(3)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang
disediakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
(1)Maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan
yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi guru, serta kemudahan untuk memperoleh
pendidikan bagi putra dan putri guru, pelayanan kesehatan, atau bentuk
kesejahteraan lain.
(2)Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3)Ketentuan lebih lanjut
mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berkewajiban:
a.merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi
hasil pembelajaran;
b.meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c.bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan
kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi
peserta didik dalam pembelajaran;
d.menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan
etika; dan
e.memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 21
(1)Dalam keadaan darurat,
Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada guru dan/atau warga
negara Indonesia lainnya yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi
untuk melaksanakan tugas sebagai guru di daerah khusus di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai guru dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
(1)Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon guru untuk
memenuhi kepentingan pembangunan pendidikan nasional atau kepentingan
pembangunan daerah.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola ikatan dinas bagi calon guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 23
(1)Pemerintah mengembangkan
sistem pendidikan guru ikatan dinas berasrama di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan untuk menjamin efisiensi dan mutu pendidikan.
(2)Kurikulum pendidikan guru
pada lembaga pendidikan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mengembangkan kompetensi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan nasional, pendidikan bertaraf internasional, dan pendidikan berbasis
keunggulan lokal.
Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 24
(1)Pemerintah wajib memenuhi
kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan satuan pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal serta untuk menjamin keberlangsungan
pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah provinsi wajib
memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun dalam
kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan menengah dan
pendidikan khusus sesuai dengan kewenangan.
(3)Pemerintah kabupaten/kota
wajib memenuhi kebutuhan guru, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pendidikan dasar
dan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal sesuai dengan kewenangan.
(4)Penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib
memenuhi kebutuhan guru-tetap, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, maupun
kompetensinya untuk menjamin keberlangsungan pendidikan.
Pasal 25
(1)Pengangkatan dan penempatan
guru dilakukan secara objektif dan transparan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)Pengangkatan dan penempatan
guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah atau pemerintah
daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Pengangkatan dan penempatan
guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat dilakukan oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 26
(1)Guru yang diangkat oleh Pemerintah
atau pemerintah daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai penempatan guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
pada jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 27
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di
Indonesia wajib mematuhi kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 28
(1)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi,
antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan pendidikan karena
alasan kebutuhan satuan pendidikan dan/atau promosi.
(2)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengajukan permohonan pindah tugas,
baik antarprovinsi, antarkabupaten/antarkota, antarkecamatan maupun antarsatuan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dalam hal permohonan
kepindahan dikabulkan, Pemerintah atau pemerintah daerah memfasilitasi
kepindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan.
(4)Pemindahan guru pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(5)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemindahan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1)Guru yang bertugas di
daerah khusus memperoleh hak yang meliputi kenaikan pangkat rutin secara
otomatis, kenaikan pangkat istimewa sebanyak 1 (satu) kali, dan perlindungan
dalam pelaksanaan tugas.
(2)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan
untuk ditugaskan di daerah khusus paling sedikit selama 2 (dua) tahun.
(3)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah yang telah bertugas selama 2 (dua) tahun atau
lebih di daerah khusus berhak pindah tugas setelah tersedia guru pengganti.
(4)Dalam hal terjadi kekosongan
guru, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib menyediakan guru pengganti untuk
menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5)Ketentuan lebih lanjut
mengenai guru yang bertugas di daerah khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena:
a.meninggal dunia;
b.mencapai
batas usia pensiun;
c.atas
permintaan sendiri;
d.sakit
jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan;
atau
e.berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan.
(2)Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru
karena:
a.melanggar sumpah dan
janji jabatan;
b.melanggar perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)Pemberhentian guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(4)Pemberhentian guru karena
batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada
usia 60 (enam puluh) tahun.
(5)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru,
kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan
sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 31
(1)Pemberhentian guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dapat dilakukan setelah guru yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)Guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan dengan hormat tidak
atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial sesuai dengan
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Bagian Kelima Pembinaan dan Pengembangan
Pasal 32
(1)Pembinaan dan pengembangan
guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)Pembinaan dan pengembangan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)Pembinaan dan pengembangan
profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui jabatan
fungsional.
(4)Pembinaan dan pengembangan
karier guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi.
Pasal 33
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier guru pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1)Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru
pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
(2)Satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi guru.
(3)Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan
pengabdian guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
(1)Beban kerja guru mencakup kegiatan
pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas
tambahan.
(2)Beban kerja guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai beban
kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Penghargaan
Pasal 36
(1)Guru yang berprestasi,
berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh
penghargaan.
(2)Guru yang gugur dalam
melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 37
(1)Penghargaan dapat diberikan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau
satuan pendidikan.
(2)Penghargaan dapat diberikan
pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota,
tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)Penghargaan kepada guru
dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial,
piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
(4)Penghargaan kepada guru
dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari
ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional,
dan/atau hari besar lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada
guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 39
(1)Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib
memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2)Perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)Perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak
adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
atau pihak lain.
(4)Perlindungan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas.
(5)Perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Bagian Kedelapan Cuti
Pasal 40
(1)Guru memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Guru dapat memperoleh cuti untuk studi dengan tetap memperoleh hak gaji
penuh.
(3)Ketentuan lebih lanjut
mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kesembilan Organisasi Profesi dan Kode Etik
Pasal 41
(1)Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2)Organisasi profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi,
meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi,
kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4)Pembentukan organisasi
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5)Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan
pembinaan dan pengembangan profesi guru.
Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a.menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b.memberikan bantuan hukum kepada guru;
c.memberikan perlindungan profesi guru;
d.melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e.memajukan pendidikan nasional.
Pasal 43
(1)Untuk menjaga dan meningkatkan
kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan,
organisasi profesi guru membentuk kode etik.
(2)Kode etik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam
pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 44
(1)Dewan kehormatan guru dibentuk oleh organisasi profesi guru.
(2)Keanggotaan serta mekanisme
kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
anggaran dasar organisasi profesi guru.
(3)Dewan kehormatan guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik guru dan
memberikan rekomendasi pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik oleh guru.
(4)Rekomendasi dewan
kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus objektif,
tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi
profesi serta peraturan perundang-undangan.
(5)Organisasi profesi guru
wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
BAB V
DOSEN
Bagian Kesatu Kualifikasi,
Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik
Pasal 45
Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan
satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Pasal 46
(1)Kualifikasi akademik dosen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.
(2)Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a.lulusan program magister
untuk program diploma atau program sarjana; dan
b.lulusan program doktor
untuk program pascasarjana.
(3)Setiap orang yang memiliki
keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen.
(4)Ketentuan lain mengenai
kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan
keahlian dengan prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan pendidikan tinggi.
Pasal 47
(1)Sertifikat pendidik untuk
dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diberikan setelah memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.memiliki pengalaman
kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun;
b.memiliki jabatan
akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan
c.lulus sertifikasi yang
dilakukan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah menetapkan
perguruan tinggi yang terakreditasi untuk menyelenggarakan program pengadaan
tenaga kependidikan sesuai dengan kebutuhan.
(3)Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikat pendidik untuk dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penetapan perguruan tinggi yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 48
(1)Status dosen terdiri atas dosen tetap dan dosen tidak tetap.
(2)Jenjang jabatan akademik
dosen-tetap terdiri atas asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
(3)Persyaratan untuk menduduki
jabatan akademik profesor harus memiliki kualifikasi akademik doktor.
(4)Pengaturan kewenangan
jenjang jabatan akademik dan dosen tidak-tetap ditetapkan oleh setiap satuan
pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 49
(1)Profesor merupakan jabatan
akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan
membimbing calon doktor.
(2)Profesor memiliki kewajiban
khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk
mencerahkan masyarakat.
(3)Profesor yang memiliki
karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya
dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi profesor paripurna.
(4)Pengaturan lebih lanjut mengenai
profesor paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh setiap
perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 50
(1)Setiap orang yang memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi dosen.
(2)Setiap orang, yang akan
diangkat menjadi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengikuti
proses seleksi.
(3)Setiap orang dapat diangkat
secara langsung menduduki jenjang jabatan akademik tertentu berdasarkan hasil
penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang
dimiliki.
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pengangkatan serta
penetapan jenjang jabatan akademik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua Hak dan Kewajiban
Pasal 51
(1)Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak:
a.memperoleh penghasilan
di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan
sosial;
b.mendapatkan promosi dan
penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
c.memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas
dan hak atas kekayaan intelektual;
d.memperoleh kesempatan
untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar,
informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
e.memiliki kebebasan
akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan;
f.memiliki kebebasan dalam
memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta
didik; dan
g.memiliki kebebasan untuk berserikat dalam
organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai hak dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1)Penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a
meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain
yang berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus,
tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai
dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
(2)Dosen yang diangkat oleh
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah
daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Dosen yang diangkat oleh
satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji
berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 53
(1)Pemerintah memberikan
tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen
yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan dan/atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat.
(2)Tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara.
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 54
(1)Pemerintah memberikan
tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen
yang diangkat oleh Pemerintah.
(2)Pemerintah memberikan
subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1)
kepada dosen yang diangkat oleh satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3)Tunjangan fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara.
Pasal 55
(1)Pemerintah memberikan
tunjangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) kepada dosen yang
bertugas di daerah khusus.
(2)Tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji
pokok dosen yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat,
masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
(3)Tunjangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan
belanja negara.
(4)Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1)Pemerintah memberikan
tunjangan kehormatan kepada profesor yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi setara 2 (dua) kali gaji pokok
profesor yang diangkat oleh Pemerintah pada tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang sama.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai tunjangan kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 57
(1)Maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) merupakan tambahan kesejahteraan
yang diperoleh dalam bentuk tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan,
beasiswa, dan penghargaan bagi dosen, serta kemudahan untuk memperoleh
pendidikan bagi putra dan putri dosen, pelayanan kesehatan, atau bentuk
kesejahteraan lain.
(2)Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah menjamin terwujudnya maslahat tambahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3)Ketentuan lebih lanjut
mengenai maslahat tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 58
Dosen yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1)Dosen yang mendalami dan
mengembangkan bidang ilmu langka berhak memperoleh dana dan fasilitas khusus
dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(2)Dosen yang diangkat oleh
Pemerintah di daerah khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan oleh
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Pasal 60
Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, dosen berkewajiban:
a.melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat;
b.merencanakan, melaksanakan
proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
c.meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
d.bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam
pembelajaran;
e.menjunjung tinggi peraturan
perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika;
dan
f.memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Bagian Ketiga Wajib Kerja dan Ikatan Dinas
Pasal 61
(1)Dalam keadaan darurat,
Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada dosen dan/atau
warga negara Indonesia lain yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi
untuk melaksanakan tugas sebagai dosen di daerah khusus.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai penugasan warga negara Indonesia sebagai dosen dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1)Pemerintah dapat menetapkan
pola ikatan dinas bagi calon dosen untuk memenuhi kepentingan pembangunan
pendidikan nasional, atau untuk memenuhi kepentingan pembangunan daerah.
(2)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola ikatan dinas bagi calon dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan, dan Pemberhentian
Pasal 63
(1)Pengangkatan dan penempatan
dosen pada satuan pendidikan tinggi dilakukan secara objektif dan transparan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Pengangkatan dan penempatan
dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
(3)Pengangkatan dan penempatan
dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang
bersangkutan berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
(4)Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Pasal 64
(1)Dosen yang diangkat oleh
Pemerintah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai
penempatan dosen yang diangkat oleh Pemerintah pada jabatan struktural
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 65
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai dosen pada satuan pendidikan
tinggi di Indonesia wajib mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Pemindahan dosen pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat diatur oleh penyelenggara pendidikan berdasarkan perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 67
(1)Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen
karena:
a.meninggal dunia;
b.mencapai
batas usia pensiun;
c.atas
permintaan sendiri;
d.tidak
dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau
rohani; atau
e.berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan.
(2)Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen
karena:
a.melanggar sumpah dan
janji jabatan;
b.melanggar perjanjian
kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau
c.melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus.
(3)Pemberhentian dosen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(4)Pemberhentian dosen karena
batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada
usia 65 (enam puluh lima) tahun.
(5)Profesor yang berprestasi
dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun.
(6)Dosen yang diangkat oleh
Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan
sebagai pegawai negeri sipil.
Pasal 68
(1)Pemberhentian dosen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dapat dilakukan setelah dosen yang
bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(2)Dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat yang diberhentikan
dengan hormat tidak atas permintaan sendiri memperoleh kompensasi finansial
sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
Pasal 69
(1)Pembinaan dan pengembangan
dosen meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
(2)Pembinaan dan pengembangan
profesi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3)Pembinaan dan pengembangan
profesi dosen dilakukan melalui jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(4)Pembinaan dan pengembangan
karier dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan
pangkat, dan promosi.
Pasal 70
Kebijakan strategis pembinaan dan pengembangan profesi dan karier dosen
pada satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Pasal 71
(1)Pemerintah wajib membina
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)Satuan pendidikan tinggi
yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi dosen.
(3)Pemerintah wajib memberikan
anggaran untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian dosen pada satuan
pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Pasal 72
(1)Beban kerja dosen mencakup
kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih,
melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian
kepada masyarakat.
(2)Beban kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan
kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.
(3)Ketentuan lebih lanjut
mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keenam Penghargaan
Pasal 73
(1)Dosen yang berprestasi,
berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh
penghargaan.
(2)Dosen yang gugur dalam
melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 74
(1)Penghargaan dapat diberikan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi keilmuan,
dan/atau satuan pendidikan tinggi.
(2)Penghargaan dapat diberikan
pada tingkat satuan pendidikan tinggi, tingkat kabupaten/kota, tingkat
provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
(3)Penghargaan dapat diberikan
dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau
bentuk penghargaan lain.
(4)Penghargaan kepada dosen
dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik
Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari
ulang tahun satuan pendidikan tinggi, hari pendidikan nasional, dan/atau hari
besar lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh Perlindungan
Pasal 75
(1)Pemerintah, pemerintah
daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan tinggi wajib
memberikan perlindungan terhadap dosen dalam pelaksanaan tugas.
(2)Perlindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3)Perlindungan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak
adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
dan/atau pihak lain.
(4)Perlindungan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pelaksanaan
tugas dosen sebagai tenaga profesional yang meliputi pemutusan hubungan kerja
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang
tidak wajar, pembatasan kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi
keilmuan, serta pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat dosen dalam
pelaksanaan tugas.
(5)Perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu
kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
(6)Dalam rangka kegiatan
akademik, dosen mendapat perlindungan untuk menggunakan data dan sumber yang
dikategorikan terlarang oleh peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Cuti
Pasal 76
(1)Dosen memperoleh cuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Dosen memperoleh cuti untuk
studi dan penelitian atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dengan memperoleh hak gaji penuh.
(3)Ketentuan lebih lanjut
mengenai cuti sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SANKSI
Pasal 77
(1)Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.teguran;
b.peringatan tertulis;
c.penundaan pemberian hak
guru;
d.penurunan pangkat;
e.pemberhentian dengan
hormat; atau
f.pemberhentian tidak
dengan hormat.
(3)Guru yang berstatus ikatan
dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai
dengan perjanjian ikatan dinas.
(4)Guru yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat, yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
(5)Guru yang melakukan pelanggaran kode etik dikenai sanksi oleh organisasi
profesi.
(6)Guru yang dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5)
mempunyai hak membela diri.
Pasal 78
(1)Dosen yang diangkat oleh
Pemerintah yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a.teguran;
b.peringatan tertulis;
c.penundaan pemberian hak
dosen;
d.penurunan pangkat dan
jabatan akademik;
e.pemberhentian dengan hormat; atau
f.pemberhentian tidak
dengan hormat.
(3)Dosen yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
(4)Dosen yang berstatus ikatan
dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama diberi sanksi sesuai
dengan perjanjian ikatan dinas.
(5)Dosen yang dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) mempunyai
hak membela diri.
Pasal 79
(1)Penyelenggara pendidikan
atau satuan pendidikan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, Pasal 63 ayat (4),
Pasal 71, dan Pasal 75 diberi sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2)Sanksi bagi penyelenggara pendidikan berupa:
a.teguran;
b.peringatan tertulis;
c.pembatasan kegiatan penyelenggaraan satuan
pendidikan; atau
d.pembekuan kegiatan
penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB VI
Ketentuan Peralihan
Pasal 80
(1)Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini:
a.guru yang belum memiliki
sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) dan
memperoleh maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau guru yang
bersangkutan telah memenuhi kewajiban memiliki
sertifikat pendidik.
b.dosen yang belum
memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dan ayat
(2) dan memperoleh maslahat
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) tahun, atau dosen yang
bersangkutan telah memenuhi kewajiban
memiliki sertifikat pendidik.
(2)Tunjangan fungsional dan
maslahat tambahan bagi guru dan dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah.
Pasal 81
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan guru dan dosen
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan
baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VIII
Ketentuan Penutup
Pasal 82
(1)Pemerintah mulai melaksanakan
program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 (dua belas) bulan
terhitung sejak berlakunya Undang-Undang ini.
(2)Guru yang belum memiliki
kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud pada
Undang-Undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan sertifikat pendidik
paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 83
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan
Undang-Undang ini harus diselesaikan selambat-lambatnya 18 (delapan belas)
bulan sejak berlakunya Undang-Undang ini.
Pasal 84
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2005
Presiden
Republik Indonesia,
ttd
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember
2005
Menteri Hukum dan Hak asAsi Manusia Republik
Indonesia ad interim,
ttd
Yusril Ihza Mahendra
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157
[ttd.jpg]
Penjelasan Atas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
UMUM
Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional
adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan
merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan
dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan
dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
Salah satu amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara
Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan
proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Kualitas manusia yang
dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu
menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas
manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu. Oleh karena itu,
guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis.
Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan
pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak
yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan uraian di
atas, pengakuan kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai
misi untuk melaksanakan tujuan Undang-Undang ini sebagai berikut: 1. mengangkat
martabat guru dan dosen; 2. menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen; 3.
meningkatkan kompetensi guru dan dosen; 4. memajukan profesi serta karier guru
dan dosen; 5. meningkatkan mutu pembelajaran; 6. meningkatkan mutu pendidikan
nasional; 7. mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antardaerah
dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi; 8. mengurangi
kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan 9. meningkatkan pelayanan
pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan visi dan misi
tersebut, kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk
meningkatkan martabat guru serta perannya sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, sedangkan kedudukan dosen sebagai tenaga
profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dosen serta mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional.
Sejalan dengan fungsi
tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis
dan bertanggung jawab.
Untuk meningkatkan
penghargaan terhadap tugas guru dan dosen, kedudukan guru dan dosen pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi perlu dikukuhkan dengan
pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan atas
kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Dalam melaksanakan
tugasnya, guru dan dosen harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sehingga memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Selain itu, perlu juga diperhatikan upaya-upaya memaksimalkan
fungsi dan peran strategis guru dan dosen yang meliputi penegakan hak dan
kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga profesional, pembinaan dan pengembangan
profesi guru dan dosen, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berdasarkan visi, misi,
dan pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan strategi yang meliputi:
1. penyelenggaraan sertifikasi pendidik berdasarkan kualifikasi akademik
dan kompetensi; 2. pemenuhan hak dan kewajiban guru dan dosen sebagai tenaga
profesional yang sesuai dengan prinsip profesionalitas; 3. penyelenggaraan
kebijakan strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan
pemberhentian guru dan dosen sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, kualifikasi
akademik, maupun kompetensi yang dilakukan secara merata, objektif, dan
transparan untuk menjamin keberlangsungan pendidikan; 4. penyelenggaraan
kebijakan strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen
untuk meningkatkan profesionalitas dan pengabdian para guru dan dosen; 5.
peningkatan pemberian penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dan
dosen dalam pelaksanaan tugas profesional; 6. peningkatan peran organisasi
profesi untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dan dosen
dalam pelaksanaan tugas sebagai tenaga profesional; 7. penguatan kesetaraan
antara guru dan dosen yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan guru dan dosen yang bertugas pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat; 8. penguatan tanggung
jawab dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah dalam merealisasikan
pencapaian anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen
sebagai tenaga profesional; dan 9. peningkatan peran serta masyarakat dalam
memenuhi hak dan kewajiban guru dan dosen.
Pengakuan kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga profesional merupakan bagian dari pembaharuan sistem
pendidikan nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan, kepegawaian,
ketenagakerjaan, keuangan, dan pemerintahan daerah.
Sehubungan dengan hal itu,
diperlukan pengaturan tentang kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional dalam suatu Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 2 Ayat (1)
Guru sebagai tenaga profesional mengandung arti
bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai
kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan
persyaratan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Pasal 4
Yang dimaksud dengan guru sebagai agen
pembelajaran (learning agent) adalah peran guru antara lain sebagai
fasilitator, motivator, pemacu, perekayasa pembelajaran, dan pemberi inspirasi
belajar bagi peserta didik.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani
adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut
tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 10 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif,
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Yang dimaksud dengan
kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien
dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat
sekitar.
Pasal 14
Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.
Pasal 15 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan
penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat
pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang
ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Yang dimaksud dengan
tunjangan profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru yang memiliki
sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah
tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup
yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan
kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 16. Ayat (3)
Tunjangan profesi dapat diperhitungkan sebagai
bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan
kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 17 Ayat (3)
Tunjangan fungsional dapat diperhitungkan
sebagai bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran
pendidikan kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat
(4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 18 Ayat (1)
Tunjangan khusus dapat diperhitungkan sebagai
bagian dari anggaran pendidikan selain gaji pendidik dan anggaran pendidikan
kedinasan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pasal 19 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemudahan untuk memperoleh
pendidikan bagi putra-putri guru adalah berupa kesempatan dan keringanan biaya
pendidikan bagi putra-putri guru yang telah memenuhi syarat-syarat akademik
untuk menempuh pendidikan dalam satuan pendidikan tertentu.
Pasal 45
Yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani
adalah kondisi kesehatan fisik dan mental yang memungkinkan dosen dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut
tidak ditujukan kepada penyandang cacat.
Pasal 48 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dosen tetap adalah dosen
yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada
satuan pendidikan tinggi tertentu.
Yang dimaksud dengan dosen tidak tetap adalah
dosen yang bekerja paruh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tidak
tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu.
Pasal 50 Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan secara langsung adalah tanpa berjenjang.
Pasal 51
Ayat (1) huruf a
Yang dimaksud dengan penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup dosen dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua.
Pasal 52 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan gaji pokok adalah satuan
penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan, dan masa kerja.
Yang dimaksud dengan tunjangan yang melekat
pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang
ditentukan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga.
Yang dimaksud dengan tunjangan profesi adalah
tunjangan yang diberikan kepada dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai
penghargaan atas profesionalitasnya.
Yang dimaksud dengan tunjangan khusus adalah
tunjangan yang diberikan kepada dosen sebagai kompensasi atas kesulitan hidup
yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
Yang dimaksud dengan maslahat tambahan adalah
tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan
kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 59 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang ilmu yang langka
adalah ilmu yang sangat khas, memiliki tingkat kesulitan tinggi, dan/atau
mempunyai nilai-nilai strategis serta tidak banyak diminati.
Yang dimaksud dengan dana dan fasilitas khusus
adalah alokasi anggaran dan kemudahan yang diperuntukkan bagi dosen yang
mendalami ilmu langka tersebut.
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 74
TAHUN 2008
TENTANG
GURU
Dengan rahmat tuhan yang maha esa
Presiden republik indonesia,
Menimbang : bahwa untuk
melaksanakan ketentuan Pasal 10 ayat (2),
Pasal 11 ayat (4), Pasal 13 ayat (2), Pasal 14 ayat (2),
Pasal 16 ayat (4), Pasal 18 ayat
(4), Pasal 19 ayat (3),
Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat
(2), Pasal 25 ayat (2),
Pasal 26 ayat (2), Pasal 28 ayat
(5), Pasal 29 ayat (5),
Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat
(5), dan Pasal 40 ayat (3)
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, perlu
menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Guru;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan
Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun
2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik
Indonesia Nomor 4586);
Memutuskan:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG GURU.
BAB I
Ketentuan
Umum
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugasutama mendidik, mengajar, membimbing,mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasipeserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalurpendidikan formal, pendidikan dasar, danpendidikan menengah.
2. Kualifikasi Akademik
adalah ijazah jenjang pendidikanakademik yang harus dimiliki oleh Guru sesuai
denganjenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
3. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidikuntuk Guru.
4. Sertifikat Pendidik
adalah bukti formal sebagaipengakuan yang diberikan kepada Guru sebagai
tenagaprofesional.
5. Gaji adalah hak yang
diterima oleh Guru ataspekerjaannya dari penyelenggara pendidikan atausatuan
pendidikan dalam bentuk finansial secara berkala sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Organisasi Profesi
Guru adalah perkumpulan yangberbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh
Guruuntuk mengembangkan profesionalitas Guru.
7. Perjanjian Kerja atau
Kesepakatan Kerja Bersamaadalah perjanjian tertulis antara Guru dan penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan
kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
8. Guru Tetap adalah
Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, penyelenggara pendidikan,
atau satuan pendidikan untuk jangka waktu paling singkat 2 (dua) tahun secara
terusmenerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di satuan pendidikan
yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah serta
melaksanakan tugas pokok sebagai Guru.
9. Guru Dalam Jabatan
adalah Guru pegawai negeri sipil dan Guru bukan pegawai negeri sipil yang sudah
mengajar pada satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, maupun penyelenggara pendidikan yang sudahn mempunyai
Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
10. Pemutusan Hubungan
Kerja atau Pemberhentian Kerja adalah pengakhiran Perjanjian Kerja atau
Kesepakatan Kerja Bersama Guru karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya
hak dan kewajiban antara Guru dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
11. Taman Kanak-kanak
yang selanjutnya disingkat TK adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak
Usia Dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan
bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
12. Raudhatul Athfal
yang selanjutnya disingkat RA dan Bustanul Athfal yang selanjutnya disebut BA
adalah salah satu bentuk satuan Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan
formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam
bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
13. Pendidikan Dasar
adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang
pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan yang berbentuk
Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta
menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang
berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah, atau bentuk lain
yang sederajat.
14. Sekolah Dasar yang
selanjutnya disingkat SD adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjangPendidikan Dasar.
15. Madrasah Ibtidaiyah
yang selanjutnya disingkat MI adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar.
16. Sekolah Menengah
Pertama yang selanjutnya disingkat SMP adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan
Dasar sebagai lanjutan dari SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SD atau MI.
17. Madrasah Tsanawiyah
yang selanjutnya disingkat MTs adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan
kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Dasar sebagai lanjutan dari SD,
MI, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil
belajar yang diakui sama
atau setara SD atau MI.
18. Pendidikan Menengah
adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan
Pendidikan Dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah
Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan atau bentuk lain yangsederajat.
19. Sekolah Menengah
Atas yang selanjutnya disingkat SMA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Menengah
sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan
dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
20. Madrasah Aliyah yang
selanjutnya disingkat MA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal
dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam
pada jenjang Pendidikan Menengah
sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat
atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau setara SMP atau MTs.
21. Sekolah Menengah
Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang
Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP
atau MTs.
22. Madrasah Aliyah
Kejuruan yang selanjutnya disebut MAK adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan
kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan
Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,
atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui
sama atau setara SMP atau MTs.
23. Sarjana yang selanjutnya disingkat S-1.
24. Diploma Empat yang selanjutnya disingkat D-IV
25. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
26. Pemerintah Daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten, atau pemerintah kota.
27. Masyarakat adalah kelompok
warga negara Indonesia non Pemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.
28. Daerah Khusus adalah
daerah yang terpencil atau terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang
terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain,daerah yang mengalami bencana
alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain.
29. Departemen adalah
departemen yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
30. Menteri adalah menteri
yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
BAB II
Kompetensi Dan
Sertifikasi
Pasal 2
Guru
wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi,Sertifikat Pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Bagian Kesatu
Kompetensi
Pasal 3
(1) Kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh
Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
(2) Kompetensi Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
(3)
Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat holistik.
(4) Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurangkurangnya
meliputi:
a. pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan;
b. pemahaman terhadap peserta
didik;
c. pengembangan kurikulum atau
silabus;
d. perancangan pembelajaran;
e. pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan
dialogis;
f. pemanfaatan teknologi
pembelajaran;
g. evaluasi hasil belajar; dan
h. pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
(5) Kompetensi kepribadian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:
a. beriman dan bertakwa;
b. berakhlak mulia;
c. arif dan bijaksana;
d. demokratis;
e. mantap;
f. berwibawa;
g. stabil;
h. dewasa;
i. jujur;
j. sportif;
k. menjadi teladan bagi peserta
didik dan masyarakat;
l. secara obyektif mengevaluasi
kinerja sendiri; dan
m. mengembangkan diri secara
mandiri dan berkelanjutan.
(6) Kompetensi sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang
sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:
a. berkomunikasi lisan, tulis,
dan/atau isyarat secara santun;
b. menggunakan teknologi komunikasi
dan informasi secara fungsional;
c. bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau
wali peserta didik;
d. bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan
e. menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
(7) Kompetensi profesional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam menguasai
pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang
diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a. materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok
mata pelajaran yang akan diampu; dan
b. konsep dan metode disiplin keilmuan,
teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren
dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata
pelajaran yang akan diampu.
(8) Kompetensi Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dirumuskan ke dalam:
a. standar kompetensi Guru pada satuan pendidikan
di TK atau RA, dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat;
b. standar kompetensi Guru kelas pada SD
atau MI, dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat;
c. standar kompetensi Guru mata pelajaran
atau rumpun mata pelajaran pada SMP atau MTs, SMA atau MA, SMK atau MAK dan pendidikan
formal bentuk lain yang sederajat; dan
d. standar kompetensi Guru pada satuan pendidikan TKLB, SDLB, SMPLB,
SMALB dan pendidikan formal bentuk lain yang sederajat.
(9) Standar kompetensi Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Sertifikasi
Pasal 4
(1) Sertifikat Pendidik bagi
Guru diperoleh melalui program pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi,
baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun Masyarakat, dan ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2) Program pendidikan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diikuti oleh peserta didik yang telah
memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 5
(1) Kualifikasi Akademik Guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditunjukkan dengan ijazah yang merefleksikan
kemampuan yang dipersyaratkan bagi
Guru untuk melaksanakan tugas sebagai
pendidik pada jenjang, jenis, dan satuan pendidikan atau mata pelajaran yang diampunya
sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(2) Kualifikasi Akademik Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan tinggi program
S-1 atau program D-IV pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program
pendidikan tenaga kependidikan dan/atau program pendidikannonkependidikan.
(3) Kualifikasi Akademik Guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bagi calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan
diangkat menjadi Guru.
(4) Kualifikasi Akademik Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhinya,
dapat dipenuhi melalui:
a. pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2); atau
b. pengakuan hasil belajar mandiri yang
diukur melalui uji kesetaraan yang dilaksanakan melalui ujian komprehensif oleh
perguruan tinggi yang
terakreditasi.
(5)
Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
a memperhatikan:
a. pelatihan Guru dengan
memperhitungkan ekuivalensi satuan kredit semesternya;
b. prestasi akademik yang diakui dan
diperhitungkan ekuivalensi satuan kredit
semesternya; dan/atau
c. pengalaman mengajar dengan masa
bakti dan prestasi tertentu.
(6) Guru Dalam Jabatan yang
mengikuti pendidikan dan uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), baik
yang dibiayai Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun biaya sendiri, dilaksanakan
dengan tetap melaksanakan tugasnya sebagai Guru.
(7) Menteri dapat menetapkan
aturan khusus bagi Guru Dalam Jabatan dalam memenuhi Kualifikasi Akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) atas dasar pertimbangan:
a. kondisi Daerah Khusus;
dan/atau
b. ketidakseimbangan yang mencolok antara kebutuhan
dan ketersediaan Guru menurut bidang tugas.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Kualifikasi Akademik, pendidikan, dan uji kesetaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6
(1) Program pendidikan profesi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 memiliki beban belajar yang diatur
berdasarkan persyaratan latar belakang bidang keilmuan dan satuan pendidikan
tempat penugasan.
(2) Beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA atau
TKLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV
kependidikan untuk TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat adalah
18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester.
(3) Beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SD atau MI
atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV
kependidikan untuk SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat adalah
18 (delapan belas) sampai dengan 20 (dua puluh) satuan kredit semester.
(4) Beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA
atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV
kependidikan selain untuk TK atau RA atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat
adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit
semester.
(5) Beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SD atau MI
atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang S-1 atau D-IV
kependidikan selain untuk SD atau MI atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat
adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit semester.
(6) Beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan TK atau RA
atau TKLB atau bentuk lain yang sederajat dan pada satuan pendidikan SD atau MI
atau SDLB atau bentuk lain yang sederajat yang berlatar belakang sarjana psikologi
adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit
semester.
(7) Beban belajar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk menjadi Guru pada satuan pendidikan SMP atau MTs atau SMPLB atau
bentuk lain yang sederajat dan satuan pendidikan SMA atau MA atau SMALB atau SMK
atau MAK atau bentuk lain yang sederajat, baik yang berlatar belakang S-1 atau
diploma empat D-IV
kependidikan maupun S-1 atau D-IV
nonkependidikan adalah 36 (tiga puluh enam) sampai dengan 40 (empat puluh) satuan kredit
semester.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(7) diatur dalam kerangka dasar dan struktur kurikulum oleh perguruan tinggi
penyelenggara pendidikan profesi yang mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pasal 7
(1) Muatan belajar pendidikan
profesi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional.
(2) Bobot muatan belajar
sebagaimana dimaksud pada ayatm (1) disesuaikan dengan latar belakang
pendidikan sebagai berikut:
a. untuk lulusan program S-1 atau D-IV
kependidikan dititikberatkan pada penguatan kompetensi profesional; dan
b. untuk lulusan program S-1
atau D-IV nonkependidikan dititikberatkan pada
pengembangan kompetensi pedagogik.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
kerangka dasar dan struktur kurikulum oleh perguruan tinggi penyelenggara
pendidikan profesi yang mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pasal 8
Sertifikasi Pendidik bagi calon Guru harus dilakukan secara objektif,
transparan, dan akuntabel.
Pasal 9
(1) Jumlah peserta didik
program pendidikan profesi setiap tahun ditetapkan oleh Menteri.
(2) Program pendidikan profesi diakhiri dengan uji kompetensi pendidik.
(3) Uji kompetensi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui ujian tertulis dan ujian kinerja
sesuai dengan standar kompetensi.
(4) Ujian tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara komprehensif yang mencakup penguasaan:
a. wawasan atau landasan kependidikan,
pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus,
perancangan pembelajaran, dan
evaluasi hasil belajar;
b. materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau
program yang diampunya; dan
c. konsep-konsep disiplin keilmuan,
teknologi, atau seni yang secara konseptual menaungi materi pelajaran, kelompok
mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya.
(5) Ujian kinerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara holistik dalam bentuk ujian praktik
pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional pada satuan
pendidikan yang relevan.
Pasal 10
(1) Sertifikat Pendidik bagi
calon Guru dipenuhi sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Guru.
(2) Calon Guru yang tidak
memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi memiliki
keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik
setelah lulus uji kelayakan.
(3) Calon Guru yang tidak
memiliki Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetapi
diperlukan oleh Daerah Khusus yang membutuhkan Guru dapat diangkat menjadi
pendidik setelah lulus uji kelayakan.
(4) Sertifikat Pendidik sah
berlaku untuk melaksanakan tugas sebagai Guru setelah mendapat nomor registrasi
Guru dari Departemen.
(5) Calon Guru dapat
memperoleh lebih dari satu Sertifikat Pendidik, tetapi hanya dengan satu nomor
registrasi Guru dari Departemen.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11
Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diperoleh Guru
berlaku selama yang bersangkutan melaksanakan tugas sebagai Guru sesuai dengan
ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Guru Dalam Jabatan yang
telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV dapat langsung mengikuti uji kompetensi
untuk memperoleh Sertifikat Pendidik.
(2) Jumlah peserta uji kompetensi pendidik setiap tahun ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Uji kompetensi pendidik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio.
(4) Penilaian portofolio
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pengakuan atas pengalaman
profesional Guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang
mendeskripsikan:
a. Kualifikasi Akademik;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pengalaman mengajar;
d. perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran;
e. penilaian dari atasan dan pengawas;
f. prestasi akademik;
g. karya pengembangan profesi;
h. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
i. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
j. penghargaan yang relevan
dengan bidang kependidikan.
(5) Dalam penilaian portofolio
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Guru Dalam Jabatan yang belum mencapai
persyaratan uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik diberi
kesempatan untuk:
a. melengkapi persyaratan
portofolio; atau
b. mengikuti pendidikan dan pelatihan di
perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang
terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai uji kompetensi dan penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 13
(1) Perguruan tinggi
penyelenggara pendidikan profesi ditetapkan oleh Menteri dengan kriteria:
a. memiliki program studi yang relevan
dan terakreditasi;
b. memiliki pendidik dan tenaga
kependidikan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan; dan
c. memiliki sarana dan prasarana pembelajaran
yang memadai sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
(2) Selain kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan kriteria tambahan
yang diperlukan untuk penetapan perguruan tinggi penyelenggara pendidikan
profesi atas dasar pertimbangan:
a. tercapainya pemerataan cakupan
pelayanan penyelenggaraan pendidikan profesi;
b. letak dan kondisi geografis;
dan/atau
c. kondisi sosial-ekonomi.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Anggaran
Peningkatan Kualifikasi Akademikdan Sertifikasi Pendidik bagi Guru Dalam
Jabatan
Pasal 14
(1) Pemerintah menyediakan
anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(2) Pemerintah provinsi
menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.
(3) Pemerintah kabupaten atau
pemerintah kota menyediakan anggaran untuk peningkatan Kualifikasi Akademik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) bagi Guru Dalam Jabatan yang
diangkat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten
atau pemerintah kota.
(4) Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota menyediakan anggaran
peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
bagi Guru Dalam Jabatan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
Masyarakat.
(5) Guru Dalam Jabatan yang
mendapatkan kesempatan peningkatan Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tetap memperoleh tunjangan
fungsional atau subsidi tunjangan fungsional.
(6) Besarnya anggaran dan
beban yang ditanggung Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten
atau pemerintah kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(7) Pemerintah menyediakan
anggaran uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
(8) Pemerintah Daerah, sesuai dengan
kewenangan masing-masing, menyediakan anggaran uji kompetensi untuk memperoleh
Sertifikat Pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
(9) Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, sesuai dengan kewenangan masing-masing, menyediakan anggaran uji
kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) bagi Guru Dalam Jabatan yang diangkat pada satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Masyarakat.
BAB III
Hak
Bagian Kesatu
Tunjangan
Profesi
Pasal 15
(1) Tunjangan profesi
diberikan kepada Guru yangmemenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih Sertifikat
Pendidik yangtelah diberi satu nomor registrasi Guru olehDepartemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai
Guru;
c. mengajar sebagai Guru mata pelajaran
dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan
Sertifikat Pendidik yangdimilikinya;
d. terdaftar pada Departemen
sebagai Guru Tetap;
e. berusia paling tinggi 60
(enam puluh) tahun; dan
f. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada
instansi selain satuan pendidikan tempat
bertugas.
(2) Seorang Guru hanya
berhak mendapat satu tunjangan profesi terlepas dari banyaknya Sertifikat
Pendidik yang dimilikinya dan banyaknya satuan pendidikan atau kelas yang
memanfaatkan jasanya sebagai Guru.
(3) Guru pemegang sertifikat pendidik yang
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali huruf c berhak
memperoleh tunjangan profesi jika mendapat tugas tambahan sebagai:
a. kepala satuan pendidikan dengan beban
kerja sesuai dengan beban kerja kepala satuan pendidikan;
b. wakil kepala satuan pendidikan dengan
beban kerja sesuai dengan beban kerja wakil kepala satuan pendidikan;
c. ketua program keahlian satuan pendidikan
dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja ketua program keahlian satuan
pendidikan;
d. kepala perpustakaan satuan pendidikan
dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala perpustakaan satuan
pendidikan;
e. kepala laboratorium, bengkel, atau unit
produksi satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala
laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan produksi;
f. guru bimbingan dan konseling atau
konselor dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja guru bimbingan dan
konseling atau konselor; atau
g. pembimbing khusus pada satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan terpadu dengan beban
kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada satuan pendidikan.
(4) Guru yang diangkat
dalam jabatan pengawas satuan pendidikan tetap diberi tunjangan profesi Guru
apabila yang bersangkutan tetap melaksanakan tugas sebagai pendidik yang:
a. berpengalaman sebagai Guru
sekurangkurangnya 8 (delapan) tahun atau kepala sekolah sekurang-kurangnya 4
(empat) tahun;
b. memenuhi persyaratan akademik sebagai Guru sesuai
dengan peraturan perundang-undangan;
c. memiliki Sertifikat Pendidik;
dan
d. melakukan tugas pembimbingan
dan pelatihan profesional Guru dan tugas
(5) Tunjangan profesi
diberikan terhitung mulai awal tahun anggaran berikut setelah yang bersangkutan
mendapatkan nomor registrasi Guru dari Departemen.
(6) Nomor registrasi Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat unik dan diperoleh setelah Guru
yang bersangkutan memenuhi Kualifikasi Akademik dan
memperoleh Sertifikat Pendidik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian tunjangan profesi yang
berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (3), dan
ayat (4), untuk pemegang Sertifikat Pendidik yang bertugas:
a. pada satuan pendidikan khusus;
b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau
c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
Pasal 17
(1) Guru Tetap pemegang
Sertifikat Pendidik berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila mengajar di satuan
pendidikan yang rasio minimal jumlah peserta didik terhadap Gurunya sebagai
berikut:
a. untuk TK, RA, atau yang
sederajat 15:1;
b. untuk SD atau yang sederajat
20:1;
c. untuk MI atau yang sederajat
15:1;
d. untuk SMP atau yang sederajat
20:1;
e. untuk MTs atau yang sederajat
15:1;
f. untuk SMA atau yang sederajat
20:1;
g. untuk MA atau yang sederajat
15:1;
h. untuk SMK atau yang sederajat
15:1; dan
i. untuk MAK atau yang sederajat
12:1.
(2) Menteri atau pejabat yang
ditunjuk dapat menetapkan ketentuan rasio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara
khusus untuk pendidik yang bertugas pada:
a. satuan pendidikan khusus;
b. satuan pendidikan layanan
khusus;
c. satuan pendidikan yang mempekerjakan
Guru berkeahlian khusus; atau
d. satuan pendidikan selain huruf a, huruf
b, dan huruf c atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Pasal 18
Tunjangan profesi bagi Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan
Masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tunjangan
Fungsional dan Subsidi Tunjangan Fungsional
Pasal 19
Tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional diberikan kepada Guru
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih
Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai Guru;
c. mengajar sebagai Guru mata
pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat
Pendidik yang dimilikinya;
d. terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap;
e. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
f. melaksanakan kewajiban sebagai Guru; dan
g. tidak terikat sebagai
tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
Pasal 20
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian tunjangan fungsional dan
subsidi tunjangan fungsional yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 untuk pemegang Sertifikat Pendidik yang bertugas:
a. pada satuan pendidikan khusus;
b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau
c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
Pasal 21
(1) Tunjangan fungsional Guru
yang diangkat oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah dianggarkan sebagai belanja
pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Subsidi tunjangan
fungsional Guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan
yang didirikan Masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan
sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Tunjangan Khusus
Pasal 22
Tunjangan khusus bagi Guru yang ditugaskan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Kesetaraan
Tunjangan
Pasal 23
(1) Tunjangan profesi, subsidi
tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus bagi Guru Tetap yang bukan pegawai
negeri sipil diberikan sesuai dengan kesetaraan tingkat, masa kerja, dan
kualifikasi yang berlaku bagi Guru pegawai negeri sipil.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri
setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menangani urusan pemerintahan
di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Bagian Kelima
Maslahat
Tambahan
Pasal 24
(1) Pemerintah atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing, menjamin terwujudnyamaslahat
tambahan kepada Guru yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikanMasyarakat.
(2) Maslahat tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan prinsip penghargaan atas
dasar prestasi Guru.
(3) Prestasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
a. menghasilkan peserta didik
berprestasi akademik atau non-akademik;
b. menjadi pengarang atau penyusun buku
teks atau buku ajar yang dinyatakan layak ajar oleh Menteri;
c. menghasilkan invensi dan
inovasi pembelajaran yang diakui oleh Pemerintah;
d. memperoleh hak atas kekayaan
intelektual;
e. memperoleh penghargaan di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya dan/atau olah raga;
f. menghasilkan karya tulis yang
diterbitkan di jurnal ilmiah yang terakreditasi dan diakui oleh Pemerintah;
dan/atau
g. menjalankan tugas dan
kewajiban sebagai Guru dengan dedikasi yang baik.
(4) Maslahat tambahan diberikan kepada
Guru berdasarkan satuan pendidikan yang menjadi tempat penugasannya sebagai
Guru Tetap.
(5) Pemberian setiap satu bentuk
maslahat tambahandiprioritaskan kepada Guru yang belum memperoleh maslahat
tambahan.
(6) Maslahat tambahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diberikan kepada Guru yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu
nomor registrasi Guru olehDepartemen;
b. memenuhi beban kerja sebagai Guru;
c. mengajar mata pelajaran dan/atau kelas serta satuan pendidikan yang
sesuai dengan bidang yangdiampunya;
d. berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
e. melaksanakan kewajiban sebagai Guru;
dan
f. tidak terikat sebagai tenaga tetap pada
instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.
(7) Guru yang memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kecuali huruf c atau ayat (6) kecuali
huruf c dapat diberi maslahat tambahan apabila:
a. diberi tugas tambahan sebagai kepala
satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja kepala satuan
pendidikan;
b. diberi tugas tambahan sebagai wakil
kepala satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja wakil
kepala satuan pendidikan;
c. diberi tugas tambahan sebagai ketua
program keahlian satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja
ketua program keahlian satuan pendidikan;
d. bertugas menjadi pengawas satuan
pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pengawas satuan
pendidikan;
e. diberi tugas tambahan sebagai kepala
perpustakaan satuan pendidikan dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja
kepala perpustakaan satuan pendidikan;
f. diberi tugas tambahan sebagai kepala
laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan dengan beban kerja
sesuai dengan beban kerja kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi
satuan pendidikan;
g. bertugas menjadi Guru bimbingan dan
konseling atau konselor dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja Guru
bimbingan dan konseling atau konselor; atau
h. bertugas menjadi pembimbing khusus
pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau pendidikan
terpadu dengan beban kerja sesuai dengan beban kerja pembimbing khusus pada
satuan pendidikan.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan jaminan pemberian maslahat tambahan oleh Pemerintah diatur
dengan Peraturan Menteri.
(9) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan jaminan pemberian maslahat tambahan oleh pemerintah provinsi
diatur dengan Peraturan Gubernur.
(10) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan jaminan pemberian maslahat tambahan oleh pemerintah
kabupaten atau pemerintah kota diatur dengan Peraturan Bupati atau Peraturan
Walikota.
Pasal 25
Menteri dapat menetapkan persyaratan pemberian maslahat tambahan yang
berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) atau ayat
(7) untuk Guru yang bertugas:
a. pada satuan pendidikan khusus;
b. pada satuan pendidikan layanan khusus; atau
c. sebagai pengampu bidang keahlian khusus.
Pasal 26
Maslahat tambahan diperoleh dalam bentuk:
a. tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan, beasiswa, atau penghargaan
bagi Guru; dan
b. kemudahan memperoleh pendidikan bagi putra dan/ atau putri Guru,
pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Pasal 27
(1) Satuan pendidikan
memberikan kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b berupa
kesempatan dan/atau keringanan biaya pendidikan bagi putra dan/atau putri
kandung atau anak angkat Guru yang telah memenuhi persyaratan akademik, masih
menjadi tanggungannya, dan belum menikah.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh
satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 28
(1) Maslahat tambahan yang
berbentuk dana bagi Guru, baik yang diangkat oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
maupun penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan
Masyarakat dianggarkan sebagai belanja pegawai atau bantuan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Pemerintah Daerah dapat
membantu maslahat tambahan bagi Guru, baik yang diangkat oleh Pemerintah maupun
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat.
Pasal 29
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan maslahat tambahan
dalam bentuk kesejahteraan lain yang diatur dengan Peraturan Menteri atau
peraturan kepala daerah.
Bagian Keenam
Penghargaan
Pasal 30
(1) Guru memiliki hak untuk
mendapatkan penghargaan sesuai dengan prestasi kerja, dedikasi luar biasa,
dan/atau bertugas di Daerah Khusus.
(2) Prestasi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. menghasilkan peserta didik yang
memenangkan kejuaraan tingkat daerah, nasional, dan/atau internasional;
b. menghasilkan invensi dan inovasi
pembelajaran yang diakui pada tingkat daerah, nasional,dan/atau internasional;
dan/atau
c. menjalankan tugas dan kewajiban sebagai
Guru dengan dedikasi yang baik sehingga melampauitarget kinerja yang ditetapkan
satuan pendidikan.
(3) Dedikasi luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pelaksanaan tugas dengan
komitmen, pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang jauh melampaui tuntutan
tanggung jawab yang ditetapkan dalam penugasan.
Pasal 31
(1) Penghargaan kepada Guru
dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat prestasi kerja luar
biasa baiknya, kenaikan jabatan, uang atau barang, piagam, dan/atau bentuk
penghargaan lain.
(2) Penghargaan kepada Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan pada tingkat satuan pendidikan,
desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi, nasional,
dan/atau internasional.
(3) Penghargaan kepada Guru
dapat diberikan dalam rangka memperingati ulang tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia, ulang tahun provinsi, ulang tahun kabupaten atau kota, ulang tahun
satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari Guru nasional,
dan/atau hari besar lain.
(4) Penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh kepala satuan pendidikan, kepala desa,
camat, bupati atau walikota, gubernur, Menteri, Presiden, dan/atau lembaga
internasional.
(5) Penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Masyarakat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(6) Ketentuan mengenai bentuk
dan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Kenaikan pangkat prestasi kerja luar biasa baiknya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) dapat diberikan kepada Guru yang memiliki prestasi kerja
luar biasa baiknya dan dedikasi luar biasa.
Pasal 33
Guru yang bertugas di Daerah Khusus dapat diberikan tambahan angka kredit
setara untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi 1 (satu) kali selama masa
kariernya sebagai Guru.
Pasal 34
(1) Guru yang gugur dalam
melaksanakan tugas pendidikan memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penghargaan kepada Guru
yang gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Masyarakat,Organisasi Profesi, dan/atau satuan pendidikan.
(3) Pemerintah kabupaten atau
pemerintah kota wajib menyediakan biaya pemakaman dan/atau biaya perjalanan
untuk pemakaman Guru yang gugur di Daerah Khusus.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Guru yang gugur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 35
Sebagai penghargaan kepada Guru, Pemerintah menetapkan tanggal 25 November
sebagai Hari Guru Nasional.
Bagian Ketujuh
Promosi
Pasal 36
(1) Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, Guru berhak mendapatkan promosi sesuai dengan tugas dan
prestasi kerja.
(2) Promosi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi kenaikan pangkat dan/atau kenaikan jenjang
jabatan fungsional.
Bagian Kedelapan
Penilaian,
Penghargaan, dan Sanksi oleh Guru kepada Peserta Didik
Pasal 37
(1) Guru memiliki kebebasan
memberikan penilaian hasil belajar kepada peserta didiknya.
(2) Penilaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar penilaian pendidikan
yang diatur dengan peraturan perundangundangan.
(3) Guru ikut menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 38
(1) Guru memiliki kebebasan
memberikan penghargaan kepada peserta didiknya yang terkait dengan prestasi akademik
dan/atau prestasi non-akademik.
(2) Prestasi akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pencapaian istimewa peserta didik
dalam penguasaan satu atau lebih mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran,
termasuk pembiasaan perilaku terpuji dan patut diteladani untuk kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian.
(3) Prestasi non-akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pencapaian istimewa peserta didik dalam
kegiatan ekstra kurikuler.
Pasal 39
(1) Guru memiliki kebebasan
memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan,
norma kesopanan, peraturan tertulis
maupun tidak tertulis yang ditetapkan
Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan
dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.
(2) Sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun
tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan,
kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelanggaran terhadap
peraturan satuan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik yang pemberian sanksinya
berada di luar kewenangan Guru, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan pendidikan.
(4) Pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peserta didik, dilaporkan Guru kepada pemimpin satuan
pendidikan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kesembilan
Perlindungan
dalam Melaksanakan tugas dan Hak atas Kekayaan Intelektual
Pasal 40
(1) Guru berhak mendapat
perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan
keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi
Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.
(2) Rasa aman dan jaminan
keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh Guru melalui perlindungan:
a. hukum;
b. profesi; dan
c. keselamatan dan kesehatan
kerja.
(3) Masyarakat, Organisasi Profesi Guru,
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat saling membantu dalam memberikan
perlindungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 41
(1) Guru berhak mendapatkan
perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, Masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(2) Guru berhak mendapatkan
perlindungan profesi terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,
pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan
pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat Guru dalam melaksanakan
tugas.
(3) Guru berhak mendapatkan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dari satuan pendidikan dan
penyelenggara satuan pendidikan terhadap resiko gangguan keamanan kerja,
kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Pasal 42
Guru memperoleh perlindungan dalam melaksanakan hak atas kekayaan
intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesepuluh
Akses
Memanfaatkan Sarana dan Prasarana Pembelajaran
Pasal 43
(1) Guru berhak memperoleh
akses memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran yang disediakan oleh
satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah.
(2) Dalam memanfaatkan sarana
dan prasarana pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Guru wajib
mentaati peraturan yang ditetapkan oleh satuan pendidikan, penyelenggara
pendidikan, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah.
(3) Peraturan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak meniadakan hak Guru untuk memperoleh akses
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran.
Bagian Kesebelas
Kebebasan untuk
Berserikat dalam Organisasi Profesi Guru
Pasal 44
(1) Guru memiliki kebebasan untuk berserikat dalam Organisasi Profesi Guru.
(2) Kebebasan untuk berserikat
dalam Organisasi Profesi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan tetap mengutamakan pelaksanaan tugas proses pembelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya.
Bagian
Keduabelas
Kesempatan
Berperan dalam Penentuan Kebijakan Pendidikan
Pasal 45
(1) Guru memiliki kesempatan
untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat:
a. satuan pendidikan;
b. kabupaten atau kota;
c. provinsi; dan
d. nasional.
(2) Kesempatan untuk berperan dalam
penentuankebijakan di tingkat satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi:
a. penyusunan kurikulum tingkat
satuan pendidikan dan silabusnya;
b. penetapan kalender pendidikan
di tingkat satuanpendidikan;
c. penyusunan rencana strategis;
d. penyampaian pendapat menerima atau
menolak laporan pertanggungjawaban
anggaran dan pendapatan belanja sekolah;
e. penyusunan anggaran tahunan satuan
pendidikan;
f. perumusan kriteria penerimaan
peserta didik baru;
g. perumusan kriteria kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
h. penentuan buku teks pelajaran sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Kesempatan untuk berperan
dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat kabupaten atau kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi saran atau pertimbangan tertulis
ataupun lisan dalam:
a. penyusunan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis
bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional
pendidikan daerah kabupaten atau kota.
(4) Kesempatan untuk berperan
dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat propinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi saran atau
pertimbangan tertulis ataupun
lisan dalam:
a. penyusunan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis
bidang pendidikan; dan
c. kebijakan operasional
pendidikan daerah propinsi.
(5) Kesempatan untuk berperan
dalam penentuan kebijakan pendidikan di tingkat nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d meliputi saran atau pertimbangan tertulis ataupun lisan
dalam:
a. penyusunan peraturan
perundang-undangan di bidang pendidikan;
b. penyusunan rencana strategis
bidang pendidikan;dan
c. kebijakan operasional
pendidikan tingkat nasional.
(6) Saran atau pertimbangan
tertulis ataupun lisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat
(5) disampaikan baik secara individual, kelompok,
atau melalui Organisasi Profesi Guru, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian
Ketigabelas
Pengembangan dan
Peningkatan Kualifikasi Akademik, Kompetensi, dan Keprofesian Guru
Pasal 46
Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan Kualifikasi
Akademik dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi
dalam bidangnya.
Pasal 47
(1) Pengembangan dan
peningkatan Kualifikasi Akademik bagi Guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1
atau D-IV dilakukan dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 ayat (2).
(2) Guru yang sudah memenuhi
kualifikasi S-1 atau D-IV dapat melakukan pengembangan dan peningkatan Kualifikasi
Akademik lebih tinggi dari yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2).
(3) Pengembangan dan
peningkatan kompetensi bagi Guru yang belum memiliki Sertifikat Pendidik dilakukan
dalam rangka memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(4) Pengembangan dan
peningkatan kompetensi bagi Guru yang sudah memiliki Sertifikat Pendidik dilakukan
dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya tetap sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dan/atau olah raga.
(5) Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah menyediakan anggaran untuk pengembangan dan peningkatan
Kualifikasi Akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(3), dan ayat (4).
Pasal 48
(1) Pengembangan dan
peningkatan kompetensi Guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) dilakukan
melalui sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian Guru berkelanjutan yang dikaitkan
dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
(2) Kegiatan untuk memperoleh
angka kredit jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
Guru sekurang-kurangnya melalui:
a. kegiatan kolektif Guru yang
meningkatkankompetensi dan/atau keprofesian Guru;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. pemagangan;
d. publikasi ilmiah atas hasil
penelitian atau gagasan inovatif;
e. karya inovatif;
f. presentasi pada forum ilmiah;
g. publikasi buku teks pelajaran yang
lolos penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan;
h. publikasi buku pengayaan;
i. publikasi buku pedoman Guru;
j. publikasi pengalaman lapangan pada
pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus;dan/atau
k. penghargaan atas prestasi atau dedikasi
sebagai Guru yang diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sistem pembinaan dan pengembangan keprofesian Guru berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 49
Pengembangan dan peningkatan Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan
keprofesian Guru oleh Guru Dalam Jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46,
Pasal 47,dan Pasal 48 dilakukan dengan tetap melaksanakan tugasnya.
Bagian
Keempatbelas
Cuti
Pasal 50
(1) Guru yang diangkat
Pemerintah atau PemerintahDaerah berhak memperoleh cuti sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Guru yang diangkat satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh Masyarakat berhak memperolehcuti sesuai
dengan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
Pasal 51
(1) Selain cuti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50, Guru dapat memperoleh cuti studi yang bertujuan untuk
pengembangan keprofesian, paling lama 6 (enam) bulan dengan tetap memperoleh
hak gaji penuh.
(2) Cuti studi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Guru yang telah memenuhi Kualifikasi
Akademik dan telah memiliki Sertifikat Pendidik.
(3) Cuti studi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara periodik kepada Guru setiap 6 (enam)
tahun dihitung sejak yang bersangkutan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
(4) Cuti studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Guru
untuk:
a. penelitian;
b. penulisan buku;
c. praktik kerja di dunia industri
atau usaha yang relevan dengan tugasnya;
d. pelatihan yang relevan dengan
tugasnya;
e. pengabdian kepada masyarakat;
dan/atau
f. magang pada satuan pendidikan
lain atas inisiatif sendiri.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai cuti studi untuk pengembangan keprofesian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
BEBAN KERJA
Pasal 52
(1) Beban kerja Guru mencakup kegiatan pokok:
a. merencanakan pembelajaran;
b. melaksanakan pembelajaran;
c. menilai hasil pembelajaran;
d. membimbing dan melatih
peserta didik; dan
e. melaksanakan tugas tambahan yang
melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru.
(2) Beban kerja Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat)
jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Pemenuhan beban kerja
paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh)
jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1
(satu) minggu pada satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai Guru Tetap.
Pasal 53
Menteri dapat menetapkan ekuivalensi beban kerja untuk memenuhi ketentuan
beban kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dan ayat (3) bagi Guru
yang:
a. bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus;
b. berkeahlian khusus; dan/atau
c. dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional.
Pasal 54
(1) Beban kerja kepala satuan
pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan adalah
paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau membimbing 40
(empat puluh) peserta didik bagi kepala satuan
pendidikan yang berasal dari Guru
bimbingan dan konseling atau konselor.
(2) Beban kerja wakil kepala
satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat tambahan
adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu atau
membimbing 80 (delapan puluh) peserta didik bagi wakil kepala
satuan pendidikan yang berasal
dari Guru bimbingan dan konseling atau konselor.
(3) Beban kerja ketua program
keahlian satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat
tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu.
(4) Beban kerja kepala
perpustakaan satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat
tambahan adalah paling sedikit 12 (dua belas) jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(5) Beban kerja kepala
laboratorium, bengkel, atau unit produksi satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan
profesi dan maslahat tambahan adalah
paling sedikit 12 (dua belas) jam
tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(6) Beban kerja Guru bimbingan
dan konseling atau konselor yang memperoleh tunjangan profesi dan maslahat
tambahan adalah mengampu bimbingan dan
konseling paling sedikit 150 (seratus
lima puluh) peserta didik per tahun pada satu atau lebih satuan pendidikan.
(7) Beban kerja pembimbing
khusus pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusi atau
pendidikan terpadu yang memperoleh
tunjangan profesi dan maslahat tambahan
adalah paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(8) Beban kerja pengawas
satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran
dalam melakukan tugas pembimbingan dan pelatihan profesional Guru dan
pengawasan yang ekuivalen dengan paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam
pembelajaran tatap muka dalam 1 (satu) minggu.
(9) Ketentuan lebih lanjut tentang
beban kerja pengawas yang ekuivalen dengan 24 (dua puluh empat) jam tatap muka
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan oleh Menteri.
BAB V
WAJIB KERJA DAN
POLA IKATAN DINAS
Pasal 55
(1) Dalam keadaan darurat,
Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Guru dan/atau warga
negara Indonesia lainnya yang memenuhi Kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai Guru di Daerah
Khusus
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan warga negara selain Guru yang:
a. memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau
D-IV; dan
b. mengikuti
pelatihan di bidang keguruan yang diselenggarakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
(3) Wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan pelaksanaan tugas sebagai Guru dengan jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun.
(4) Penugasan warga negara sebagai Guru dalam rangka wajib
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan
usulan atau pertimbangan Pemerintah Daerah.
(5) Warga negara selain Guru yang ditugaskan menjalani
wajib kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memperoleh tunjangan setara
dengan tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional,
dan tunjangan khusus selama
menjalankan tugas sebagai Guru.
Pasal
56
(1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menetapkan
pola ikatan dinas bagi calon Guru untuk memenuhi kepentingan pembangunan
pendidikan nasional atau kepentingan pembangunan daerah.
(2) Pola ikatan
dinas bagi calon Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pola ikatan
dinas Pemerintah atau pola ikatan dinas Pemerintah Daerah.
(3) Pola ikatan dinas Pemerintah bagi calon Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk:
a. memenuhi
kebutuhan Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah;
b. memenuhi
kebutuhan nasional akan Guru yang mampu mengampu pembelajaran pada satuan
pendidikan yang diprogramkan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal;
c. memenuhi
kebutuhan nasional akan Guru yang potensial untuk dikader menjadi kepala satuan
pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran,
pengawas kelompok mata pelajaran; atau
d. memenuhi proyeksi kekurangan Guru
secara nasional.
(4) Pola ikatan dinas Pemerintah Daerah bagi calon Guru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk:
a. memenuhi
kebutuhan Guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah;
b. memenuhi
kebutuhan daerah akan Guru yang mampu mengampu pembelajaran pada satuan
pendidikan yang diprogramkan menjadi bertaraf internasional dan/atau berbasis
keunggulan lokal;
c. memenuhi
kebutuhan daerah akan Guru yang potensial untuk dikader menjadi kepala satuan
pendidikan dan/atau pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran,
pengawas kelompok mata pelajaran; atau
d. memenuhi proyeksi kekurangan Guru di
daerah yang bersangkutan.
Pasal
57
(1) Calon Guru yang akan mengikuti pendidikan ikatan dinas
harus menandatangani pernyataan tertulis bermaterai tentang kesediaannya untuk
diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan ditempatkan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya mengangkat calon Guru yang telah menyelesaikan pendidikan ikatan
dinas menjadi pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan menempatkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Masa tugas Guru ikatan
dinas menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PENGANGKATAN,
PENEMPATAN, DAN PEMINDAHAN
Bagian Kesatu
Pengangkatan dan
Penempatan pada Satuan Pendidikan
Pasal 58
(1) Pengangkatan dan
penempatan Guru yang diangkat oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Departemen melakukan
koordinasi perencanaan kebutuhan Guru secara nasional dalam rangka pengangkatan
dan penempatan Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Perencanaan kebutuhan Guru
secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
mempertimbangkan pemerataan Guru antar satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat, antarkabupaten atau antarkota, dan
antarprovinsi, termasuk kebutuhan Guru di Daerah Khusus.
Pasal 59
(1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menandatangani pernyataan kesanggupan
untuk ditugaskan di Daerah Khusus paling singkat selama 2 (dua) tahun.
(2) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang telah bertugas sebagaimana dimaksudpada
ayat (1) berhak pindah tugas setelah tersedia Guru pengganti.
(3) Dalam hal terjadi
kekosongan Guru, Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan Guru
pengganti untuk menjamin keberlanjutan proses pembelajaran pada satuan
pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 60
(1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan bertugas di Daerah Khusus berhak atas
rumah dinas yang memenuhi standar kelayakan huni sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Rumah dinas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan selama Guru yang bersangkutan bertugas di
Daerah Khusus.
(3) Pemeliharaan rumah dinas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung
jawabPemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(4) Hak menempati rumah dinas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dicabut apabila Guru yang
bersangkutan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Guru sebagaimana diatur
dalam Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Bagian Kedua
Pengangkatan dan
Penempatan pada Jabatan Struktural
Pasal 61
(1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat ditempatkan pada jabatan struktural sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(2) Penempatan pada jabatan
struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah Guru yang
bersangkutan bertugas sebagai Guru paling singkat selama 8 (delapan) tahun.
(3) Guru yang ditempatkan pada
jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kehilangan haknya untuk
memperoleh tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat
tambahan.
(4) Guru yang ditempatkan pada
jabatan struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditugaskan kembali
sebagai Guru dan mendapatkan hak-hak Guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Hak-hak Guru sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) yang berupa tunjangan profesi dan tunjangan fungsional diberikan
sebesar tunjangan profesi dan
tunjangan fungsional berdasarkan jenjang
jabatan sebelum Guru yang bersangkutan ditempatkan pada jabatan struktural
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penempatan Guru pada jabatan struktural dan pengembaliannya pada jabatan
Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemindahan
Pasal 62
(1) Pemindahan Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dilakukan antarprovinsi, antarkabupaten
atau antarkota, antarkecamatan, maupun antarsatuan pendidikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemindahan Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kebutuhan Guru di tingkatnasional maupun di tingkat
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemindahan Guru yang
diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan Masyarakat
baik atas permintaan sendiri maupun kepentingan penyelenggara pendidikan,
dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja atau Kesepakatan Kerja Bersama.
(4) Pemindahan Guru yang
diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah Guru yang bersangkutan bertugas pada satuan pendidikan paling
singkat selama 4 (empat) tahun, kecuali Guru yang bertugas di Daerah Khusus.
BAB VII
SANKSI
Pasal 63
(1) Guru yang tidak dapat
memenuhi Kualifikasi Akademik, kompetensi, dan Sertifikat Pendidik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sebagaimana yang
ditentukan dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk memenuhinya,
kehilangan hak untuk mendapat tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan
fungsional, dan maslahat tambahan.
(2) Guru yang tidak dapat
memenuhi kewajiban melaksanakan pembelajaran 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan tidak mendapat pengecualian dari Menteri dihilangkan haknya untuk
mendapat tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan
fungsional, dan maslahat tambahan.
(3) Guru dan/atau warga negara
Indonesia selain Guru yang memenuhi Kualifikasi Akademik dan kompetensi untuk
melaksanakan tugas sebagai Guru yang menolak wajib kerja di Daerah Khusus
sebagaimana diatur dalam Pasal 55 dapat dikenai sanksi oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat dan
jabatan selama 1 (satu) tahun bagi Guru;
b. pencabutan tunjangan fungsional atau
subsidi tunjangan fungsional selama 2 (dua) tahun bagi Guru; atau
c. pencabutan hak untuk menjadi Guru
selama 4 (empat) tahun bagi warga negara Indonesia selainGuru.
(4) Guru yang telah
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)
tetapimengingkari pernyataan tertulisnya dikenai sanksi oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berupa:
a. penundaan kenaikan pangkat
atau jabatan selama 4 (empat) tahun;
b. penghentian pemberian
tunjangan profesi selama 4 (empat) tahun;
c. penghentian pemberian tunjangan
fungsional atau subsidi tunjangan fungsional selama 4 (empat) tahun; atau
d. penghentian pemberian
maslahat tambahan selama 4 (empat) tahun.
(5) Guru yang terbukti
memperoleh Kualifikasi Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)
sampai dengan ayat (7) dan/atau Sertifikat Pendidik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dengan cara melawan hukum diberhentikan sebagai Guru dan wajib
mengembalikan seluruh tunjangan profesi, tunjangan fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional, dan penghargaan sebagai Guru yang pernah diterima.
Pasal 64
Perguruan tinggi yang sudah ditetapkan sebagai penyelenggara pendidikan
profesi tetapi berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh Departemen tidak
memenuhi lagi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat dicabut
kewenangannya untuk menyelenggarakan pendidikan profesi oleh Menteri.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:
a. Guru Dalam Jabatan yang
belum memiliki Sertifikat Pendidik memperoleh tunjangan fungsional atau subsidi
tunjangan fungsional dan maslahat tambahan;
b. Guru dalam jabatan diberi
Sertifikat Pendidik secara langsung apabila: 1) sudah memiliki kualifikasi
akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi dalam
bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau
rumpun mata pelajaran yang diampunya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan
konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi
angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b; atau 2) sudah mempunyai
golongan serendah-rendahnya IV/c, atau yang memenuhi angka kredit
kumulatifsetara dengan golongan IV/c.
c. Guru dalam jabatan yang
telah memiliki Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV yang tidak sesuai dengan mata
pelajaran, rumpun mata pelajaran, atau satuan pendidikan yang diampunya,
keikutsertaannya dalampendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
atau uji kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang diikutinya
dilakukan berdasarkan mata pelajaran, rumpun mata pelajaran, dan/atau
satuanpendidikan yang diampunya;
d. Guru yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) pada satuan
pendidikan yang belum memenuhi ketentuan rasio peserta didik terhadap Guru
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tetap menerima tunjangan profesi.
Pasal 66
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, Guru Dalam Jabatan yang belum memenuhi Kualifikasi Akademik S-1 atau D-IV,
dapat mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh Sertifikat Pendidik apabila
sudah:
a. mencapai usia 50 (lima
puluh) tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20 (dua puluh) tahun sebagai Guru;
atau
b. mempunyai golongan IV/a,
atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/a.
Pasal 67
Pengawas satuan pendidikan selain Guru yang diangkat sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini diberi kesempatan dalam waktu 5 (lima) tahun untuk
memperoleh Sertifikat Pendidik.
BAB IX
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
68
Peraturan
Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di
Jakarta pada tanggal 1 Desember 2008
Presiden
Republik Indonesia,
ttd.
Dr. H. Susilo
bambang yudhoyono
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 1 Desember 2008
Menteri hukum dan hak
asasi manusia republik indonesia,
ttd.
Andi Mattalatta
Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat
Negara Ri
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
Penjelasan Atas
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 Tahun
2008 Tentang Guru
Umum
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa depan
adalah mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di
dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu oleh pendidik profesional. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional. Oleh karena itu, guru sebagai pendidik profesional mempunyai
fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Guru sebagai tenaga
profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai
dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap
warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan
rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Untuk mewujudkan fungsi, peran, dan kedudukan tersebut, guru perlu memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik yang sesuai dengan
standar pendidik. Guru yang profesional akan menghasilkan proses dan hasil
pendidikan yang bermutu dalam rangka mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru harus memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum sehingga memiliki
kesempatan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Selain itu, perlu
dilakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan fungsi dan peran strategis yang
meliputi penegakan hak dan kewajiban guru, pembinaan dan pengembangan karir
guru, perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan
dan kesehatankerja. Strategi untuk mewujudkan fungsi, peran, dan kedudukan guru
meliputi:
1. penyelenggaraan pendidikan
untuk peningkatan kualifikasi akademik, kompetensi, dan pendidikan profesi
untuk memperoleh sertifikat pendidik;
2. pemenuhan hak dan kewajiban
guru sebagai tenaga profesional sesuai dengan prinsip profesionalitas;
3. penyelenggaraan kebijakan
strategis dalam pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru
sesuai dengan kebutuhan, baik dalam jumlah, kualifikasi akademik, kompetensi, maupun
sertifikasi yang dilakukan secara merata, objektif, transparan, dan akuntabel
untuk menjamin keberlangsungan pendidikan;
4. penyelenggaraan kebijakan
strategis dalam pembinaan dan pengembangan profesi guru untuk meningkatkan profesionalitas
dan pengabdian profesional;
5. peningkatan pemberian
penghargaan dan jaminan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas
profesional;
6. pengakuan yang sama antara
guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
dengan guru yang bertugas pada satuan pendidikan yang diselenggarakan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
7. penguatan tanggung jawab
dan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan pencapaian
anggaran pendidikan untuk memenuhi hak dan kewajiban guru sebagai pendidik
profesional; dan
8. peningkatan peran serta masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban
guru.
Pengakuan kedudukan guru sebagai pendidik
profesional merupakan bagian dari keseluruhan upaya pembaharuan dalam Sistem Pendidikan
Nasional yang pelaksanaannya memperhatikan berbagai peraturan
perundang-undangan, antara lain, tentang kepegawaian,ketenagakerjaan, keuangan,
dan Pemerintahan Daerah. Sertifikat pendidik bagi guru dalam jabatan dapat
diperoleh melaluipendidikan profesi atau uji kompetensi. Hal ini dilandasi oleh
pertimbangan bahwa pemerolehan kompetensi dapat dilakukan melalui pendidikan,
pelatihan, dan pengalaman langsung yang diinternalisasi secara reflektif. Untuk
melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Guru.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “sehat jasmani dan rohani” adalahkondisi kesehatan
fisik dan mental yang memungkinkan guru dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Kondisi kesehatan fisik dan mental tersebut tidak ditujukan kepada penyandang
cacat.
Ayat (3)
Kompetensi guru bersifat holistik berarti kompetensi yang terintegrasi dan
terwujud dalam kinerja guru. Pengembangan kompetensi guru yang bersifat
holistik pada
perguruan
tinggi dilakukan dengan menggunakan kerangka dasar dan struktur kurikulum
pendidikan guru berbasis kompetensi.
Ayat (4)
Kompetensi pedagogik untuk guru TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat
meliputi kemampuan antara lain mengenal peserta didik secara mendalam dan
menguasai profil
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik, menyelenggarakan kegiatan
yang memicu pertumbuhkembangan peserta didik sebagai pribadi yang utuh yang
meliputi perancangan kegiatan yang memicu pertumbuhkembangan peserta didik,
implementasi kegiatan yang memicu pertumbuhkembangan peserta didik, dan perbaikan
secara berkelanjutan. Kompetensi pedagogik untuk guru SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA,
SMK, MAK, atau bentuk lain yang sederajat, meliputi kemampuan antara lain
pemahaman tentang peserta didik secara mendalam, penyelenggaraan pembelajaran
yang mendidik yang meliputi kemampuan merancang pembelajaran,
mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, dan
melakukan perbaikan
secara
berkelanjutan.
Ayat (7)
Huruf a
Yang dimaksud dengan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam
termasuk penguasaan kemampuan akademik lainnya sebagai pendukung
profesionalisme guru, antara lain memiliki kemampuan dalam menguasai dan
mengemas materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kemampuan peserta
didik pada jenjang dan jenis pendidikannya.
Ayat (8)
Huruf a
Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan TK dan RA antara lain, Pratama
Widya Pasraman, dan bentuk lain yang diselenggarakan oleh agama lainnya.
Huruf b
Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan SD dan MI antara lain,
pendidikan diniyah dasar, Adi Vidyalaya (AV), dan Culla Sekha.
Huruf c
Bentuk
lain pendidikan formal yang sederajat dengan SMP dan MTs antara lain pendidikan
diniyah menengah pertama, Madyama Vidyalaya (MV), dan Majjhima Sekha.
Bentuk lain pendidikan formal yang sederajat dengan SMA dan MA antara lain
pendidikan diniyah menengah atas, Utama Vidyalaya (UV), dan Maha
Sekha.
Huruf d
TKLB adalah Taman Kanak-kanak Luar biasa, SDLB adalah Sekolah Dasar Luar
Biasa, SMPLB adalah Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, dan SMALB
adalahSekolah Menengah Atas Luar Biasa.
Ayat (9)
Badan Standar Nasional Pendidikan adalah badan yang bersifat mandiri dan
profesional yang bertugas membantu Menteri dalam mengembangkan, memantau, dan mengendalikan
Standar Nasional Pendidikan.
Pasal 4
Ayat (1)
Penetapan perguruan tinggi penyelenggara program sertifikasi guru untuk
guru di bawah binaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan menteri yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama. Penetapan perguruan tinggi
dilakukan dengan prinsip keseimbangan jumlah dan sebaran lokasi perguruan
tinggi, baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. Terakreditasi
adalah pengakuan kelayakan akademik dan manajerial satuan pendidikan dan/atau
program studi.
Pasal 5
Ayat (2)
Program pendidikan tenaga kependidikan adalah program pendidikan tinggi
yang berfungsi menyelenggarakanpengadaan guru untuk pendidikan anak usia dini
jalur formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta
mengembangkan ilmu kependidikan, termasuk program pendidikan pada fakultas
tarbiyah dan pada fakultas lain
yang sejenis. Program pendidikan nonkependidikan adalah program pendidikan
tinggi yang berfungsi untuk menyelenggarakan program pendidikan dalam bidang
ilmu murni, teknologi,dan/atau seni.
Ayat (4)
Hasil belajar mandiri dituangkan dalam format penilaian portofolio sebagai
dasar uji kemampuan dalam menentukan beban satuan kredit semester yang harus
dipenuhi. Format portofolio sekurang-kurangnya berisi: identitas pribadi,
institusi tempat bekerja, masa kerja, pengalaman, kinerja, dan lampiran data
pendukung.
Ayat (5)
Pelatihan guru adalah jenis pelatihan keprofesionalan guru yang bertujuan
untuk memelihara dan/atau meningkatkan kemampuannya sebagai guru sesuai dengan
tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau perubahan
kurikulum dan perkembangan masyarakat. Pelatihan dapat dilakukan di pusat
pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan, lembaga penjaminan
mutu pendidikan, kelompok kerja guru, musyawarah guru mata pelajaran, gugus,
atau lembaga lain yang melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Penghitungan
satuan kredit semester paling tinggi 65% (enam puluh lima persen). Penentuan
kekurangan jumlah satuan kredit semester yang harus ditempuh diserahkan kepada perguruan
tinggi masing-masing. Sebagai contoh, guru dalam jabatan yang berijazah D-III meningkatkan
kualifikasi ke S-1 atau D-IV, yang bersangkutan harus menyelesaikan sejumlah 40
(empat puluh) satuan kredit semester. Beban belajar yang dapat dibebaskan
dihitung sebagai berikut: 65% x 40 satuan kredit semester = 26 satuan kredit
semester. Yang bersangkutan masih harus menempuh 14 satuan kredit semester (40
satuan kredit semester – 26 satuan kredit semester). Dalam hal pengakuan satuan
kredit semester terhadap hasil belajar dilaksanakan di pusat pengembangan dan pemberdayaan
pendidik dan tenaga kependidikan, lembaga penjaminan mutu pendidikan, atau
lembaga pelatihanlainnya, penghitungan pengakuan satuan kredit semester didasarkan
atas kesepakatan antara perguruan tinggi dengan institusi pelatihan tersebut
atau didasarkan atas penilaian oleh perguruan tinggi dengan mempertimbangkan
informasi mengenai proses pelaksanaan pelatihan dan kapabilitas lembaga
penyelenggaranya.
Pasal 7
Ayat (2)
Bagi seseorang yang akan menjadi guru, baik yang berlatar belakang S-1 atau
D-IV kependidikan maupun S-1 atau D-IV nonkependidikan, yang telah memiliki
Akta-IV atau Akta Mengajar yang diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini, dan yang telah memiliki ijazah program pascasarjana (S2/S3) yang sesuai
dengan bidang studi atau
mata pelajaran, satuan kredit semesternya dapat diakui sebagai faktor
pengurang beban satuan kredit semester dalam pendidikan profesi dari beban
total satuan kredit semester pendidikan profesi yang harus ditempuh. Bagi guru
dalam jabatan, baik yang berlatar belakang S-1 atau D-IV kependidikan maupun
S-1 atau D-IV nonkependidikan, yang telah memiliki Akta-IV, Akta Mengajar, atau
sertifikat keahlian dari lembaga sertifikat profesi yang diperoleh sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dapat diakui sebagai faktor pengurang
beban satuan kredit dalam pendidikan profesi dari beban total satuan kredit
pendidikan profesi yang harus ditempuh.
Pasal 8
Objektif merupakan proses sertifikasi yang tidak diskriminatif dan memenuhi
Standar Nasional Pendidikan.Transparan merupakan proses sertifikasi yang
memberikan peluang kepada orangtua, masyarakat, birokrasi atau pihak lain untuk
memperoleh akses informasi tentang penyelenggaraan pendidikan profesi dan uji
kompetensi pendidik.
Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang dipertanggungjawabkan kepada
orangtua, Masyarakat, birokrasi atau pihak lain secara administratif,
finansial, dan akademik.
Pasal 9
Ayat (1)
Penetapan jumlah peserta didik program pendidikan profesi setiap tahun bagi
guru di bawah binaan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang
agama dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan menteri yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikat Pendidik dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
Pemerintah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lulus uji kelayakan” adalah apabila seseorang
dinyatakan lulus oleh suatu tim ahli pada bidang keahlian tertentu dalam sebuah
penilaian berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (4)
Nomor registrasi guru merupakan nomor resmi pendidik yang dikeluarkan oleh
Departemen sebagai nomor identitas pemegang sertifikat pendidik dalam satu atau
lebih bidang studi atau keahlian yang berbeda antara pemegang satu dengan
lainnya.
Pasal 12
Ayat (2)
Penetapan jumlah peserta uji kompetensi dilakukan dengan prinsip
keseimbangan jumlah dan sebaran antara guru yang diangkat oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, serta guru yang diangkat oleh penyelenggara pendidkan atau
satuan pendidikan yang didirikan masyarakat. Penetapan peserta uji kompetensi
setiap tahun bagi guru di bawah binaan departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama dilakukan oleh Menteri dengan pertimbangan menteri
yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 15
Ayat (3) Huruf c
Ketua program keahlian atau istilah yang sejenis digunakan dalam SMK/MAK.
Huruf g
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi
peserta didik berkelainan untuk belajar bersama-sama dengan peserta didik
normal pada satuan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan keagamaan
dengan menyediakan sarana, pendidik maupun tenaga kependidikan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka, dimana mereka mengikuti kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhannya.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah sistem pemberian nomor
sedemikian rupa kepada guru yang telah memenuhi persyaratan sehingga menjamin
setiap nomor registrasi guru tidak sama dengan nomor guru lain, serta menjamin
seorang guru tidak memiliki nomor registrasi lebih dari satu.
Pasal 19
Tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang diangkat oleh satuan
pendidikan yang diselenggarakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Subsidi
tunjangan fungsional diberikan kepada guru yang diangkat oleh penyelenggara
pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 24
Ayat (1)
Dalam menjamin pendanaan maslahat tambahan yang menjadi tanggung jawab
penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat,
Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dapat membantu atau menjatuhkan sanksi administratif
kepada penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang bersangkutan.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan agar guru tidak menerima maslahat tambahan secara
berlebihan melalui lebih dari satu satuan pendidikan.
Ayat (7)
Huruf c
Ketua
program keahlian atau istilah yang sejenis digunakan dalam SMK/MAK.
Pasal 26
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tunjangan pendidikan” adalahsubsidi biaya yang
diberikan kepada guru untuk meningkatkan kompetensi dan/atau kualifikasi
akademik. Yang dimaksud dengan “asuransi pendidikan” adalah subsidi biaya yang
diberikan kepada guru untuk tambahan biaya asuransi pendidikan yang diambil
untuk pendidikan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang
dimaksud dengan “beasiswa” adalah seluruh biaya yang diberikan kepada guru
untuk meningkatkan kompetensi dan/atau kualifikasi akademik.
Huruf b
Untuk menunjukkan bahwa seorang calon siswa adalah putra atau putri kandung
guru, pada saat pendaftaran yang bersangkutan menyertakan:
a. surat keterangan dari kepala sekolah di tempat guru bekerja;
b. akte kelahiran anak; dan
c. kartu keluarga.
Pasal 32
Prestasi kerja luar biasa baiknya adalah prestasi kerja yang sangat
menonjol, yang secara nyata diakui dalam lingkungan kerjanya, sehingga pegawai
negeri sipil yang bersangkutan secara nyata menjadi teladan bagi pegawai
lainnya.
Pasal 47
Ayat (4)
Pengembangan dan peningkatan kompetensi guru dilakukan dalam berbagai
kegiatan keprofesionalan yang diselenggarakan antara lain melalui Kelompok
Kerja Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, Kelompok Kerja Pengawas Sekolah,
dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah.
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “gaji penuh” meliputi gaji pokok, tunjangan yang
melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan
fungsional, maslahat tambahan dan/atau tunjangan khusus.
Pasal 52
Ayat (1)
Huruf e
Yang
dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing
kegiatan karya ilmiah remaja, dan guru piket.
Ayat (2)
Istilah tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja guru yang terkait
dengan pelaksanaan pembelajaran. Beban kerja guru untuk melaksanakan
pembelajaran paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling
banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu tersebut merupakan
bagian jam kerja dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling
sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja dalam 1 (satu) minggu. Guru
Tetap yang tidak dapat memenuhi beban kerja paling sedikit 24 (dua puluh empat)
jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu pada satuan pendidikan di mana dia diangkat sebagai Guru Tetap, dapat
memenuhi beban kerjanya dengan mengajar di sekolah atau madrasah sesuai dengan
mata pelajaran yang diampunya.
Pasal 54
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “mengampu layanan bimbingan dan konseling” adalah pemberian
perhatian, pengarahan, pengendalian, dan pengawasan kepada sekurang-kurangnya 150
(seratus lima puluh) peserta didik, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk
pelayanan tatap muka terjadwal di kelas dan layanan perseorangan atau kelompok
bagi yang dianggap perlu dan yang memerlukan.
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”keadaan darurat” adalah situasi luar biasa yang
terjadi di Daerah Khusus yang disebabkan oleh bencana alam, bencana sosial,
atau situasi lain yang mengakibatkan kelangkaan guru sehingga proses
pembelajaran tidak dapat terlaksana secara normal sesuai Standar Nasional
Pendidikan.
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia
Nomor 4941
Tidak ada komentar:
Posting Komentar