A. Sejarah pemikiran evolusi
Pemikiran-pemikiran evolusi seperi nenek moyang bersama dan transmutasi spesies telah ada paling tidak sejak abad ke-6 SM
ketika hal ini dijelaskan secara rinci oleh seorang filsuf Yunani, Anaximander. Beberapa orang dengan pemikiran yang
sama meliputi Empedokles, Lucretius, biologiawan Arab Al Jahiz,
filsuf Persia Ibnu Miskawaih, Ikhwan As-Shafa, dan filsuf Cina Zhuangzi.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan biologi pada abad ke-18, pemikiran
evolusi mulai ditelusuri oleh beberapa filsuf seperti Pierre
Maupertuis pada
tahun 1745 dan Erasmus Darwin pada tahun 1796. Pemikiran biologiawan Jean-Baptiste Lamarck tentang transmutasi spesies memiliki pengaruh yang luas. Charles Darwin merumuskan pemikiran seleksi
alamnya pada tahun 1838 dan masih mengembangkan teorinya pada tahun
1858 ketika Alfred Russel Wallace mengirimkannya teori
yang mirip dalam suratnya "Surat dari Ternate".
Keduanya diajukan ke Linnean Society of London sebagai dua
karya yang terpisah. Pada akhir tahun 1859, publikasi Darwin, On the Origin of Species, menjelaskan
seleksi alam secara mendetail dan memberikan bukti yang mendorong penerimaan luas
evolusi dalam komunitas ilmiah.
Perdebatan mengenai mekanisme evolusi
terus berlanjut, dan Darwin tidak dapat menjelaskan sumber variasi terwariskan
yang diseleksi oleh seleksi alam. Seperti Lamarck, ia beranggapan bahwa orang
tua mewariskan adaptasi yang diperolehnya selama hidupnya, teori yang kemudian
disebut sebagai Lamarckisme. Pada tahun 1880-an, eksperimen August Weismann mengindikasikan bahwa perubahan ini tidak
diwariskan, dan Lamarkisme berangsur-angsur ditinggalkan. Selain itu, Darwin
tidak dapat menjelaskan bagaimana sifat-sifat diwariskan dari satu generasi ke
generasi yang lain. Pada tahun 1865, Gregor Mendel menemukan bahwa pewarisan sifat-sifat dapat diprediksi. Ketika karya Mendel ditemukan kembali pada
tahun 1900-an, ketidakcocokan atas laju evolusi yang diprediksi oleh
genetikawan dan biometrikawan meretakkan hubungan model evolusi Mendel dan
Darwin.
Walaupun demikian, adalah penemuan kembali karya Gregor Mendel
mengenai genetika (yang tidak diketahui oleh Darwin
dan Wallace) oleh Hugo de Vries dan lainnya pada awal 1900-an
yang memberikan dorongan terhadap pemahaman bagaimana variasi terjadi pada
sifat tumbuhan dan hewan. Seleksi
alam menggunakan variasi tersebut untuk membentuk keanekaragaman sifat-sifat
adaptasi yang terpantau pada organisme hidup. Walaupun Hugo de Vries dan genetikawan pada awalnya sangat kritis
terhadap teori evolusi, penemuan kembali genetika dan riset selanjutnya pada
akhirnya memberikan dasar yang kuat terhadap evolusi, bahkan lebih meyakinkan
daripada ketika teori ini pertama kali diajukan.
Kontradiksi antara teori evolusi Darwin melalui seleksi alam dengan
karya Mendel disatukan pada tahun 1920-an dan 1930-an oleh biologiawan evolusi
seperti J.B.S. Haldane, Sewall Wright, dan terutama Ronald Fisher,
yang menyusun dasar-dasar genetika
populasi. Hasilnya
adalah kombinasi evolusi melalui seleksi alam dengan pewarisan Mendel menjadi sintesis evolusi
modern. Pada tahun
1940-an, identifikasi DNA sebagai
bahan genetika oleh Oswald Avery dkk. beserta publikasi struktur DNA oleh James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953, memberikan dasar fisik pewarisan
ini. Sejak saat itu, genetika dan
biologi molekuler menjadi inti biologi evolusioner dan telah merevolusi filogenetika.
Pada awal sejarahnya, biologiawan
evolusioner utamanya berasal dari ilmuwan yang berorientasi pada bidang
taksonomi. Seiring dengan berkembangnya sintesis evolusi modern, biologi
evolusioner menarik lebih banyak ilmuwan dari bidang sains biologi lainnya.
Kajian biologi evolusioner masa kini melibatkan ilmuwan yang berkutat di bidang
biokimia, ekologi, genetika, dan fisiologi.
Konsep evolusi juga digunakan lebih lanjut pada bidang seperti psikologi, pengobatan, filosofi,
dan ilmu komputer.
B. Dasar genetik evolusi
Evolusi organisme terjadi melalui
perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan. Warna mata pada manusia, sebagai contohnya, merupakan sifat-sifat yang terwariskan
ini. Sifat terwariskan dikontrol oleh gen dan
keseluruhan gen dalam suatu genom
organisme disebut sebagai genotipe.
Keseluruhan sifat-sifat yang terpantau
pada perilaku dan struktur organisme disebut sebagai fenotipe.
Sifat-sifat ini berasal dari interaksi genotipe dengan lingkungan. Oleh karena
itu, tidak setiap aspek fenotipe organisme diwariskan. Kulit berwarna gelap
yang dihasilkan dari penjemuran matahari berasal dari interaksi antara genotipe
seseorang dengan cahaya matahari; sehingga warna kulit gelap ini tidak akan
diwarisi ke keturunan orang tersebut. Walaupun begitu, manusia memiliki respon
yang berbeda terhadap cahaya matahari, dan ini diakibatkan oleh perbedaan pada
genotipenya. Contohnya adalah individu dengan sifat albino yang
kulitnya tidak akan menggelap dan sangat sensitif terhadap sengatan matahari.
Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar
generasi via DNA, sebuah molekul yang
dapat menyimpan informasi genetika. DNA merupakan sebuah polimer yang terdiri dari empat jenis basa nukleotida. Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan
informasi genetika. Bagian molekul DNA yang menentukan sebuah satuan fungsional
disebut gen; gen yang berbeda mempunyai urutan basa yang
berbeda. Dalam sel, unting
DNA yang panjang berasosiasi dengan protein, membentuk struktur padat yang
disebut kromosom. Lokasi spesifik pada sebuah kromosom
dikenal sebagai lokus. Jika
urutan DNA pada sebuah lokus bervariasi antar individu, bentuk berbeda pada
urutan ini disebut sebagai alel. Urutan
DNA dapat berubah melalui mutasi,
menghasilkan alel yang baru. Jika mutasi terjadi pada gen, alel yang baru dapat
memengaruhi sifat individu yang dikontrol oleh gen, menyebabkan perubahan
fenotipe organisme. Walaupun demikian, manakala contoh ini menunjukkan
bagaimana alel dan sifat bekerja pada beberapa kasus, kebanyakan sifat lebih
kompleks dan dikontrol oleh interaksi banyak
gen.
C. Variasi
Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan
pengaruh lingkungan organisme tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada
sebuah populasi diakibatkan oleh perbedaan genotipenya. Sintesis
evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari waktu ke waktu pada variasi
genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih umum
atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong evolusioner
bekerja dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu arah atau
lainnya. Variasi menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari suatu
populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.
Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen
antara spesies yang berbeda; contohnya melalui transfer gen
horizontal pada
bakteria dan hibridisasi pada tanaman. Walaupun terdapat variasi yang terjadi
secara terus menerus melalui proses-proses ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut. Namun,
bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan perubahan yang
dramatis pada fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5%
genomnya
D. Mutasi
Variasi genetika berasal dari mutasi acak
yang terjadi pada genom organisme. Mutasi merupakan perubahan pada urutan DNA
sel genom dan diakibatkan oleh radiasi, virus, transposon, bahan kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis
ataupun replikasi DNA. Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis
perubahan pada urutan DNA. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen berfungsi, atupun tidak
menghasilkan efek sama sekali. Kajian pada lalat Drosophila
melanogaster
menunjukkan bahwa jika sebuah mutasi mengubah protein yang dihasilkan oleh
sebuah gen, 70% mutasi ini memiliki efek yang merugikan dan sisanya netral
ataupun sedikit menguntungkan. Oleh karena efek-efek merugikan mutasi terhadap
sel, organisme memiliki mekanisme reparasi DNA untuk menghilangkan mutasi. Oleh karena itu, laju
mutasi yang optimal untuk sebuah spesies merupakan kompromi bayaran laju mutasi
tinggi yang merugikan, dengan bayaran metabolik sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim reparasi DNA. Beberapa
spesies seperti retrovirus
memiliki laju mutasi yang tinggi, sedemikian rupanya keturunannya akan memiliki
gen yang bermutasi. Mutasi cepat seperti ini dipilih agar virus ini dapat
secara konstan dan cepat berevolusi, sehingga dapat menghindari respon sistem immun manusia.
Mutasi dapat melibatkan duplikasi fragmen DNA yang besar, yang merupakan sumber utama bahan baku
untuk gen baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen terduplikasi
pada genom hewan setiap satu juta tahun. Kebanyakan gen merupakan bagian dari famili gen leluhur yang sama yang lebih besar.
Gen dihasilkan oleh beberapa metode,
umumnya melalui duplikasi dan mutasi gen leluhur ataupun dengan merekombinasi
bagian gen yang berbeda, membentuk kombinasi baru dengan fungsi yang baru. Sebagai
contoh, mata manusia menggunakan empat gen untuk menghasilkan struktur yang
dapat merasakan cahaya: tiga untuk sel kerucut, dan satu untuk sel batang; keseluruhannya berasal dari satu gen leluhur
tunggal. Keuntungan duplikasi gen (atau bahkan keseluruhan genom) adalah bahwa
tumpang tindih atau fungsi berlebih pada gen ganda mengijinkan alel-alel
dipertahankan (jika tidak akan membahayakan), sehingga meningkatkan
keanekaragaman genetika.
Perubahan pada bilangan kromosom dapat
melibatkan mutasi yang bahkan lebih besar, dengan segmen DNA dalam kromosom
terputus kemudian tersusun kembali. Sebagai contoh, dua kromosom pada genus Homo bersatu membentuk kromosom 2 manusia; pernyatuan ini tidak terjadi
pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan sebagai dua kromosom terpisah. Peran
paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi kemungkinan adalah
untuk mempercepat divergensi populasi menjadi spesies baru dengan membuat
populasi tidak saling berkembang biak, sehingga mempertahankan perbedaan
genetika antara populasi ini.
Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom,
seperti transposon,
merupakan bagian utama pada bahan genetika tanaman dan hewan, dan dapat
memiliki peran penting pada evolusi genom. Sebagai contoh, lebih dari satu juta
kopi urutan Alu terdapat pada genom manusia, dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk
menjalankan fungsi seperti regulasi ekspresi gen Efek lain dari urutan DNA yang bergerak ini
adalah ketika ia berpindah dalam suatu genom, ia dapat memutasikan atau
mendelesi gen yang telah ada, sehingga menghasilkan keanekaragaman genetika
E. Jenis kelamin dan rekombinasi
Pada organisme aseksual, gen diwariskan
bersama, atau ditautkan, karena ia tidak dapat bercampur dengan gen
organisme lain selama reproduksi. Keturunan organisme seksual mengandung
campuran acak kromosom leluhur yang dihasilkan melalui pemilahan bebas. Pada proses rekombinasi genetika terkait, organisme seksual juga dapat
bertukarganti DNA antara dua kromosom yang berpadanan. Rekombinasi dan
pemilahan ulang tidak mengubahan frekuensi alel, namun mengubah alel mana yang
diasosiasikan satu sama lainnya, menghasilkan keturunan dengan kombinasi alel
yang baru. Manakala proses ini meningkatkan variasi pada keturunan individu
apapun, pencampuran genetika dapat diprediksi untuk tidak menghasilkan efek,
meningkatkan, ataupun mengurangi variasi genetika pada populasi, bergantung pada bagaimana
ragam alel pada populasi tersebut terdistribusi. Sebagai
contoh, jika dua alel secara acak terdistribusi pada sebuah populasi, maka
jenis kelamin tidak akan memberikan efek pada variasi. Namun, jika dua alel
cenderung ditemukan sebagai satu pasang, maka pencampuran genetika akan
menyeimbangkan distribusi tak-acak ini, dan dari waktu ke waktu membuat
organisme pada populasi menjadi lebih mirip satu sama lainnya. Efek keseluruhan jenis kelamin pada
variasi alami tidaklah jelas, namun riset baru-baru ini menunjukkan bahwa jenis
kelamin biasanya meningkatkan variasi genetika dan dapat meningkatkan laju
evolusi.
Rekombinasi mengijinkan alel sama yang
berdekatan satu sama lainnya pada unting DNA diwariskan secara bebas. Namun
laju rekombinasi adalah rendah, karena pada manusia dengan potongan satu juta pasangan basa DNA, terdapat satu di antara seratus
peluang kejadian rekombinasi terjadi per generasi. Akibatnya, gen-gen yang
berdekatan pada kromosom tidak selalu disusun ulang menjauhi satu sama lainnya,
sehingga cenderung diwariskan bersama. Kecenderungan ini diukur dengan
menemukan bagaimana sering dua alel gen yang berbeda ditemukan bersamaan, yang
disebut sebagai ketakseimbangan pertautan (linkage disequilibrium). Satu set alel
yang biasanya diwariskan bersama sebagai satu kelompok disebut sebagai haplotipe.
Reproduksi seksual membantu menghilangkan
mutasi yang merugikan dan mempertahankan mutasi yang menguntungkan. Sebagai
akibatnya, ketika alel tidak dapat dipisahkan dengan rekombinasi (misalnya kromosom Y mamalia yang diwariskan dari ayah ke anak
laki-laki), mutasi yang merugikan berakumulasi. Selain itu, rekombinasi dan
pemilahan ulang dapat menghasilkan individu dengan kombinasi gen yang baru dan
menguntungkan. Efek positif ini diseimbangkan oleh fakta bahwa proses ini dapat
menyebabkan mutasi dan pemisahan kombinasi gen yang menguntungkan.
F. Genetika populasi
Dari sudut pandang genetika, evolusi ialah
perubahan pada frekuensi alel dalam populasi yang saling berbagi
lungkang gen (gene pool) dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Sebuah
populasi merupakan kelompok individu terlokalisasi
yang merupakan spesies yang sama. Sebagai contoh, semua ngengat dengan spesies
yang sama yang hidup di sebuah hutan yang terisolasi mewakili sebuah populasi.
Sebuah gen tunggal pada populasi ini dapat mempunyai bentuk-bentuk alternatif
yang bertanggung jawab terhadap variasi antar fenotipe organisme. Contohnya
adalah gen yang bertanggung jawab terhadap warna ngengat mempunyai dua alel:
hitam dan putih. Lungkang gen merupakan keseluruhan set alel pada sebuah
populasi tunggal, sehingga tiap alel muncul pada lungkang gen beberapa kali.
Fraksi gen dalam lungkang gen yang merupakan alel tertentu disebut sebagai frekuensi alel. Evolusi terjadi ketika terdapat
perubahan pada frekuensi alel dalam sebuah populasi organisme yang saling
berkembangbiak; sebagai contoh alel untuk warna hitam pada populasi ngengat
menjadi lebih umum.
Untuk memahami mekanisme yang menyebabkan
sebuah populasi berevolusi, adalah sangat berguna untuk memperhatikan
kondisi-kondisi apa saja yang diperlukan oleh suatu populasi untuk tidak
berevolusi. Asas Hardy-Weinberg
menyatakan bahwa frekuensi alel (variasi pada sebuah gen) pada sebuah populasi
yang cukup besar akan tetap konstan jika gaya
dorong yang terdapat pada populasi tersebut hanyalah penataan ulang alel secara
acak selama pembentukan sperma atau sel telur dan kombinasi acak alel sel
kelamin ini selama pembuahan. Populasi
seperti ini dikatakan sebagai dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg dan
tidak berevolusi.
G. Aliran gen
Aliran gen merupakan pertukaran gen antar populasi, yang
biasanya merupakan spesies yang sama. Contoh aliran gen dalam sebuah spesies
meliputi migrasi dan perkembangbiakan organisme atau pertukaran serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi
pembentukan organisme hibrid dan transfer gen
horizontal.
Migrasi ke dalam atau ke luar populasi
dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah variasi genetika ke dalam suatu
populasi. Imigrasi dapat menambah bahan genetika baru ke lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi.
Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan bahan genetika. Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen diperlukan agar terjadi spesiasi, aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan menyebarkan genetika yang
berbeda antar populasi. Aliran gen dihalangi oleh barisan gunung, samudera, dan
padang pasir. Bahkan bangunan manusia seperti Tembok Raksasa Cina dapat menghalangi aliran gen tanaman.
Bergantung dari sejauh mana dua spesies
telah berdivergen sejak leluhur bersama terbaru mereka, adalah mungkin kedua
spesies tersebut menghasilkan keturunan, seperti pada kuda dan keledai yang hasil perkawinan campurannya menghasilkan bagal. Hibrid tersebut biasanya mandul, oleh karena dua set kromosom yang berbeda tidak dapat berpasangan selama
meiosis. Pada kasus ini, spesies yang berhubungan dekat dapat secara reguler
saling kawin, namun hibrid yang dihasilkan akan terseleksi keluar, dan kedua
spesies ini tetap berbeda. Namun, hibrid yang berkemampuan berkembang biak
kadang-kadang terbentuk, dan spesies baru ini dapat memiliki sifat-sifat antara
kedua spesies leluhur ataupun fenotipe yang secara keseluruhan baru. Pentingnya
hibridisasi dalam pembentukan spesies baru hewan tidaklah jelas, walaupun
beberapa kasus telah ditemukan pada banyak jenis hewan, Hyla versicolor merupakan contoh hewan yang telah dikaji
dengan baik.
Hibridisasi merupakan cara spesiasi yang
penting pada tanaman, karena poliploidi
(memiliki lebih dari dua kopi pada setiap kromosom) dapat lebih ditoleransi
pada tanaman dibandingkan hewan. Poliploidi sangat penting pada hibdrid karena
ia mengijinkan reproduksi, dengan dua set kromosom yang berbeda, tiap-tiap
kromosom dapat berpasangan dengan pasangan yang identik selama meiosis.
Poliploid juga memiliki keanekaragaman genetika yeng lebih, yang mengijinkannya
menghindari depresi
penangkaran sanak
(inbreeding depression) pada populasi yang kecil.
Transfer gen
horizontal
merupakan transfer bahan genetika dari satu organisme ke organisme lainnya yang
bukan keturunannya. Hal ini paling umum terjadi pada bakteri. Pada
bidang pengobatan, hal ini berkontribusi terhadap resistansi antibiotik. Ketika satu bakteri mendapatkan gen
resistansi, ia akan dengan cepat mentransfernya ke spesies lainnya. Transfer
gen horizontal dari bakteri ke eukariota seperti khamir Saccharomyces
cerevisiae dan
kumbang Callosobruchus chinensis juga dapat terjadi. Contoh transfer
dalam skala besar adalah pada eukariota bdelloid
rotifers, yang
tampaknya telah menerima gen dari bakteri, fungi, dan tanaman. Virus juga dapat membawa DNA antar organisme, mengijinkan transfer gen antar domain.
Transfer gen berskala besar juga telah terjadi antara leluhur sel eukariota dengan prokariota
selama akuisisi kloroplas
dan mitokondria.
H. Mekanisme
Mekanisme utama untuk menghasilkan
perubahan evolusioner adalah seleksi alam dan hanyutan genetika. Seleksi alam memfavoritkan gen yang meningkatkan
kapasitas keberlangsungan dan reproduksi. Hanyutan genetika merupakan perubahan
acak pada frekuensi alel, disebabkan oleh percontohan acak (random sampling)
gen generasi selama reproduksi. Aliran gen merupakan transfer gen dalam dan
antar populasi. Kepentingan relatif seleksi alam dan hanyutan genetika dalam
sebuah populasi bervariasi, tergantung pada kuatnya seleksi dan ukuran populasi
efektif, yang
merupakan jumlah individu yang berkemampuan untuk berkembang biak. Seleksi alam
biasanya mendominasi pada populasi yang besar, sedangkan hanyutan genetika
mendominasi pada populasi yang kecil. Dominansi hanyutan genetika pada populasi
yang kecil bahkan dapat menyebabkan fiksasi mutasi yang sedikit merugikan.
Karenanya, dengan mengubah ukuran populasi dapat secara dramatis memengaruhi
arah evolusi. Leher botol populasi, di mana populasi mengecil untuk
sementara waktu dan kehilangan variasi genetika, menyebabkan populasi yang
lebih seragam. Leher botol disebabkan oleh perubahan pada aliran gen, seperti
migrasi yang menurun, ekspansi ke habitat yang baru, ataupun subdivisi populasi.
I. Seleksi alam
Seleksi alam adalah proses di mana mutasi genetika
yang meningkatkan keberlangsungan dan reproduksi suatu organisme menjadi (dan
tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke genarasi yang lain pada sebuah
populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme yang
"terbukti sendiri" karena:
- Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme.
- Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup
- Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi
antar organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Oleh sebab itu,
organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan lebih berkemungkinan
mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan cenderung tidak akan
diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat seleksi alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi mengukur kontribusi genetika organisme pada
generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah sama dengan jumlah total keturunan,
melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi tersebut untuk membawa gen
sebuah organisme. Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan kebugaran lebih
daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi, alel tersebut menjadi
lebih umum dalam populasi. Contoh-contoh sifat yang dapat meningkatkan
kebugaran adalah peningkatan keberlangsungan hidup dan fekunditas.
Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah yang disebabkan oleh alel yang kurang
menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel ini menjadi lebih langka.
Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel bukanlah
karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang sebelumnya
bersifat netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan yang sebelumnya
menguntungkan bisa menjadi merugikan.
Seleksi alam dalam sebuah populasi untuk
sebuah sifat yang nilainya bervariasi, misalnya tinggi badan, dapat
dikategorikan menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah seleksi berarah (directional selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata
sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme cenderung menjadi lebih
tinggi. Kedua, seleksi pemutus (disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering
mengakibatkan dua nilai yang berbeda menjadi lebih umum (dengan menyeleksi keluar nilai rata-rata). Hal ini
terjadi apabila baik organisme yang pendek ataupun panjang menguntungkan,
sedangkan organisme dengan tinggi menengah tidak. Ketiga, seleksi pemantap (stabilizing selection), yaitu seleksi terhadap nilai-nilai ektrem,
menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata. Hal ini dapat
menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang sama.
Kasus khusus seleksi alam adalah seleksi seksual, yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat yang meningkatkan keberhasilan
perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu organisme. Sifat-sifat yang
berevolusi melalui seleksi seksual utamanya terdapat pada pejantan beberapa
spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat menurunkan keberlangsungan hidup
individu jantan tersebut (misalnya pada tanduk rusa yang besar dan warna yang
cerah dapat menarik predator), Ketidakuntungan keberlangsungan hidup ini
diseimbangkan oleh keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi pada penjantan.
Bidang riset yang aktif dalam bidang
biologi evolusi pada saat ini adalah satuan
seleksi, dengan
seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu,
kelompok organisme, dan bahkan spesies. Dari model-model ini, tiada yang
eksklusif, dan seleksi dapat bekerja pada beberapa tingkatan secara serentak.
Di bawah tingkat individu, gen yang disebut transposon berusaha menkopi dirinya
di seluruh genom. Seleksi pada tingkat di atas individu, seperti seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.
J. Hanyutan genetika
Simulasi hanyutan genetika 20 alel yang tidak bertaut pada jumlah populasi
10 (atas) dan 100 (bawah). Hanyutan mencapai fiksasi lebih cepat pada populasi
yang lebih kecil.
Hanyutan genetika atau ingsut genetik
merupakan perubahan frekuensi alel dari satu generasi ke generasi selanjutnya
yang terjadi karena alel pada suatu keturunan merupakan sampel acak (random
sample) dari orang tuanya; selain itu ia juga terjadi karena peranan
probabilitas dalam penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan
bereproduksi atau tidak. Dalam istilah matematika, alel berpotensi mengalami galat percontohan (sampling error). Karenanya, ketika gaya dorong selektif tidak ada
ataupun secara relatif lemah, frekuensi-frekuensi alel cenderung
"menghanyut" ke atas atau ke bawah secara acak (langkah acak). Hanyutan ini berhenti ketika sebuah
alel pada akhirnya menjadi tetap, baik karena menghilang dari populasi, ataupun
menggantikan keseluruhan alel lainnya. Hanyutan genetika oleh karena itu dapat
mengeliminasi beberapa alel dari sebuah populasi hanya karena kebetulan saja.
Bahkan pada ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat menyebabkan dua
populasi yang terpisah dengan stuktur genetik yang sama menghanyut menjadi dua
populasi divergen dengan set alel yang berbeda.
Waktu untuk sebuah alel menjadi tetap oleh
hanyutan genetika bergantung pada ukuran populasi, dengan fiksasi terjadi lebih
cepat dalam populasi yang lebih kecil. Pengukuran populasi yang tepat adalah ukuran populasi
efektif, yakni
didefinisikan oleh Sewall Wright sebagai bilangan teoretis yang mewakili jumlah
individu berkembangbiak yang akan menunjukkan derajat perkembangbiakan
terpantau yang sama.
Walaupun seleksi alam bertanggung jawab
terhadap adaptasi, kepentingan relatif seleksi alam dan hanyutan genetika dalam
mendorong perubahan evolusioner secara umum merupakan bidang riset pada biologi
evolusioner. Investigasi ini disarankan oleh teori evolusi
molekuler netral,
yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner merupakan akibat dari
fiksasi mutasi netral yang tidak memiliki efek seketika pada
kebugaran suatu organisme. Sehingga, pada model ini, kebanyakan perubahan
genetika pada sebuat populasi merupakan akibat dari tekanan mutasi konstan dan
hanyutan genetika.
K. Akibat evolusi
Evolusi memengaruhi setiap aspek dari
bentuk dan perilaku organisme. Yang paling terlihat adalah adaptasi perilaku
dan fisik yang diakibatkan oleh seleksi alam. Adaptasi-adaptasi ini
meningkatkan kebugaran dengan membantu aktivitas seperti menemukan makanan,
menghindari predator, dan menarik lawan jenis. Organisme juga dapat merespon
terhadap seleksi dengan berkooperasi satu sama lainnya, biasanya dengan saling
membantu dalam simbiosis.
Dalam jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan spesies yang baru melalui
pemisahan populasi leluhur organisme menjadi kelompok baru yang tidak akan
bercampur kawin.
Akibat evolusi kadang-kadang dibagi
menjadi makroevolusi dan mikroevolusi. Makroevolusi adalah evolusi yang terjadi pada
tingkat di atas spesies, seperti kepunahan
dan spesiasi. Sedangkan mikroevolusi adalah perubahan evolusioner yang kecil, seperti adaptasi yang terjadi dalam spesies atau populasi. Secara umum, makroevolusi
dianggap sebagai akibat jangka panjang dari mikroevolusi. Sehingga perbedaan
antara mikroevolusi dengan makroevolusi tidaklah begitu banyak terkecuali pada
waktu yang terlibat dalam proses tersebut. Namun, pada
makroevolusi, sifat-sifat keseluruhan spesies adalah penting. Misalnya, variasi
dalam jumlah besar di antara individu mengijinkan suatu spesies secara cepat
beradaptasi terhadap habitat yang baru, mengurangi kemungkinan terjadinya
kepunahan. Sedangkan kisaran
geografi yang luas meningkatkan kemungkinan spesiasi dengan membuat sebagian
populasi menjadi terisolasi. Dalam pengertian ini, mikroevolusi dan
makroevolusi dapat melibatkan seleksi pada tingkat-tingkat yang berbeda, dengan
mikroevolusi bekerja pada gen dan organisme, versus makroevolusi yang bekerja
pada keseluruhan spesies dan memengaruhi laju spesiasi dan kepunahan.
Terdapat sebuah miskonsepsi bahwa evolusi
bersifat "progresif", namun seleksi alam tidaklah memiliki tujuan
jangka panjang dan tidak perlulah menghasilkan kompleksitas yang lebih besar. Walaupun
spesies kompleks berkembang dari evolusi, hal ini terjadi
sebagai efek samping dari jumlah organisme yang meningkat, dan bentuk kehidupan
yang sederhana tetap lebih umum. Sebagai contoh, mayoritas besar spesies adalah
prokariota mikroskopis yang membentuk setengah biomassa dunia walaupun bentuknya yang kecil. serta merupakan mayoritas pada
biodiversitas bumi. Organisme sederhana oleh karenanya merupakan bentuk
kehidupan yang dominan di bumi dalam sejarahnya sampai sekarang. Kehidupan
kompleks tampaknya lebih beranekaragam karena ia lebih mudah diamati.
L. Adaptasi
Adaptasi merupakan struktur atau perilaku
yang meningkatkan fungsi organ tertentu, menyebabkan organisme menjadi lebih
baik dalam bertahan hidup dan bereproduksi. Ia diakibatkan oleh kombinasi
perubahan acak dalam skala kecil pada sifat organisme secara terus menerus yang
diikuti oleh seleksi alam varian yang paling cocok terhadap lingkungannya. Proses
ini dapat menyebabkan penambahan ciri-ciri baru ataupun kehilangan ciri-ciri
leluhur. Contohnya adalah adaptasi bakteri terhadap seleksi antibiotik melalui perubahan genetika yang menyebabkan resistansi antibiotik. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah
target obat ataupun meningkatkan aktivitas transporter yang memompa obat keluar
dari sel. Contoh lainnya adalah bakteri Escherichia coli yang berevolusi menjadi berkemampuan menggunakan asam sitrat sebagai nutrien pada sebuah eksperimen laboratorium jangka panjang, ataupun Flavobacterium yang berhasil menghasilkan enzim yang
mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh di limbah produksi nilon.
Namun, banyak sifat-sifat yang tampaknya
merupakan adapatasi sederhana sebenarnya merupakan eksaptasi, yakni struktur yang awalnya beradaptasi
untuk fungsi tertentu namun secara kebetulan memiliki fungsi-fungsi lainnya
dalam proses evolusi. Contohnya adalah cicak Afrika Holaspis guentheri
yang mengembangkan bentuk kepala yang sangat pipih untuk dapat bersembunyi di
celah-celah retakan, seperti yang dapat dilihat pada kerabat dekat spesies ini.
Namun, pada spesies ini, kepalanya menjadi sangat pipih, sehingga hal ini
membantu spesies tersebut meluncur dari pohon ke pohon. Contoh lainnya adalah
penggunaan enzim dari glikolisis
dan metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang dinamakan kristalin (crystallin) dalam lensa mata organisme.
Kerangka paus balin, label a dan b merupakan tulang
kaki sirip yang merupakan adaptasi dari tulang kaki depan; sedangkan c
mengindikasikan tulang kaki vestigial.
Ketika adaptasi terjadi melalui modifikasi
perlahan pada stuktur yang telah ada, struktur dengan organisasi internal dapat
memiliki fungsi yang sangat berbeda pada organisme terkait. Ini merupakan
akibat dari stuktur leluhur yang diadaptasikan untuk berfungsi dengan
cara yang berbeda. Tulang pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara
struktural sama dengan tangan manusia dan sirip anjing laut oleh karena
struktur leluhur yang sama yang mempunyai lima jari. Ciri-ciri anatomi
idiosinkratik lainnya adalah tulang pada pergelangan panda yang terbentuk menjadi "ibu jari" palsu, mengindikasikan bahwa
garis keturunan evolusi suatu organisme dapat membatasi adaptasi apa yang
memungkinkan.
Selama adaptasi, beberapa struktur dapat
kehilangan fungsi awalnya dan menjadi struktur vestigial. Struktur tersebut dapat memiliki fungsi
yang kecil atau sama sekali tidak berfungsi pada spesies sekarang, namun
memiliki fungsi yang jelas pada spesies leluhur atau spesies lainnya yang
berkerabat dekat. Contohnya meliputi pseudogen, sisa mata yang tidak berfungsi pada ikan
gua yang buta, sayap pada burung yang tidak dapat terbang, dan keberadaan
tulang pinggul pada ikan paus dan ular. Contoh stuktur vestigial pada manusia
meliputi geraham bungsu, tulang ekor, dan umbai cacing (apendiks vermiformis).
Bidang investigasi masa kini pada biologi
perkembangan evolusioner adalah perkembangan yang berdasarkan adaptasi dan eksaptasi. Riset ini
mengalamatkan asal muasal dan evolusi perkembangan embrio, dan bagaimana modifikasi perkembangan dan proses
perkembangan ini menghasilkan ciri-ciri yang baru. Kajian pada bidang ini menunjukkan
bahwa evolusi dapat mengubah perkembangan dan menghasilkan struktur yang baru,
seperti stuktur tulang embrio yang berkembang menjadi rahang pada beberapa
hewan daripada menjadi telinga tengah pada mamalia. Adalah mungkin untuk
struktur yang telah hilang selama proses evolusi muncul kembali karena
perubahan pada perkembangan gen, seperti mutasi pada ayam yang
menyebabkan pertumbuhan gigi yang mirip dengan gigi buaya. Adalah
semakin jelas bahwa kebanyakan perubahan pada bentuk organisme diakibatkan oleh
perubahan pada tingkat dan waktu ekspresi sebuah set kecil gen yang
terpelihara.
M. Koevolusi
Interaksi antar organisme dapat menghasilkan
baik konflik maupuan koopreasi. Ketika interaksi antar pasangan spesies,
seperti patogen dengan inang atau predator dengan mangsanya, spesies-spesies ini mengembangkan set adaptasi yang
bersepadan. Dalam hal ini, evolusi satu spesies menyebabkan adaptasi spesies
ke-dua. Perubahan pada spesies ke-dua kemudian menyebabkan kembali adaptasi
spesies pertama. Siklus seleksi dan respon ini dikenal sebagai koevolusi. Contohnya adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air Taricha granulosa dan evolusi resistansi tetrodotoksin pada predatornya, ular Thamnophis sirtalis. Pada pasangan predator-mangsa ini, persaingan senjata evolusioner ini
mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan resistansi racun yang
tinggi pada predatornya.
N. Kooperasi
Namun, tidak semua interaksi antar spesies
melibatkan konflik. Pada kebanyakan kasus, interaksi yang saling menguntungkan
berkembang. Sebagai contoh, kooperasi ekstrem yang terdapat antara tanaman
dengan fungi
mycorrhizal yang
tumbuh di akar tanaman dan membantu tanaman menyerap nutrien dari tanah. Ini
merupakan hubungan timbal balik, dengan tanaman menyediakan gula dari
fotosintesis ke fungi. Pada kasus ini, fungi sebenarnya tumbuh di dalam sel
tanaman, mengijinkannya bertukar nutrien dengan inang manakala mengirim sinyal yang
menekan sistem immun tanaman
Koalisi antara organisme spesies yang sama
juga berkembang. Kasus ekstrem ini adalah eusosialitas yang ditemukan pada serangga sosial, seperti lebah, rayap, dan semut, di mana serangga mandul memberi makan dan
menjaga sejumlah organisme dalam koloni yang dapat berkembang biak. Pada skala
yang lebih kecil sel somatik yang menyusun tubuh seekor hewan membatasi
reproduksinya agar dapat menjaga organisme yang stabil, sehingga kemudian dapat
mendukung sejumlah kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan keturunan. Dalam kasus
ini, sel somatik merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya
untuk tumbuh maupun mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan
kemudian menggandakan diri, pertumbuhan yang tidak terkontrol ini akan
menyebabkan kanker.
Kooperasi dalam spesies diperkirakan
berkembang melalui proses seleksi sanak (kin selection), di mana satu
organisme berperan memelihara keturunan sanak saudaranya. Aktivitas ini
terseleksi karena apabila individu yang "membantu" mengandung
alel yang mempromosikan aktivitas bantuan, adalah mungkin bahwa sanaknya "juga"
mengandung alel ini, sehingga alel-alel tersebut akan diwariskan. Proses
lainnya yang mempromosikan kooperasi meliputi seleksi kelompok, di mana kooperasi memberikan keuntungan terhadap kelompok organisme
tersebut.
O. Pembentukan spesies baru (Spesiasi)
Empat
mekanisme spesiasi.
Spesiasi adalah proses suatu spesies berdivergen menjadi dua atau lebih spesies. Ia
telah terpantau berkali-kali pada kondisi laboratorium yang terkontrol maupun
di alam bebas. Pada organisme yang berkembang biak secara seksual, spesiasi
dihasilkan oleh isolasi reproduksi yang diikuti dengan divergensi genealogis.
Terdapat empat mekanisme spesiasi. Yang paling umum terjadi pada hewan adalah spesiasi alopatrik, yang terjadi pada populasi yang awalnya terisolasi secara geografis,
misalnya melalui fragmentasi habitat atau migrasi. Seleksi di bawah kondisi
demikian dapat menghasilkan perubahan yang sangat cepat pada penampilan dan
perilaku organisme. Karena seleksi dan hanyutan bekerja secara bebas pada
populasi yang terisolasi, pemisahan pada akhirnya akan menghasilkan organisme
yang tidak akan dapat berkawin campur.
Mekanisme kedua spesiasi adalah spesiasi peripatrik, yang
terjadi ketika sebagian kecil populasi organisme menjadi terisolasi dalam
sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan spesiasi alopatrik dalam hal ukuran populasi yang lebih
kecil dari populasi tetua. Dalam hal ini, efek pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan
genetika yang cepat dan seleksi terhadap lungkang gen yang kecil.
Mekanisme ketiga spesiasi adalah spesiasi parapatrik. Ia mirip dengan spesiasi peripatrik dalam hal ukuran populasi kecil yang
masuk ke habitat yang baru, namun berbeda dalam hal tidak adanya pemisahan secara
fisik antara dua populasi. Spesiasi ini dihasilkan dari evolusi mekanisme yang
mengurangi aliran genetika antara dua populasi. Secara umum, ini terjadi ketika
terdapat perubahan drastis pada lingkungan habitat tetua spesies. Salah satu
contohnya adalah rumput Anthoxanthum
odoratum, yang
dapat mengalami spesiasi parapatrik sebagai respon terhadap polusi logam
terlokalisasi yang berasal dari pertambangan. Pada kasus ini, tanaman
berevolusi menjadi resistan terhadap kadar logam yang tinggi dalam tanah.
Seleksi keluar terhadap kawin campur dengan populasi tetua menghasilkan
perubahan pada waktu pembungaan, menyebabkan isolasi reproduksi. Seleksi keluar
terhadap hibrid antar dua populasi dapat menyebabkan "penguatan",
yang merupakan evolusi sifat yang mempromosikan perkawinan dalam spesies, serta
peralihan karakter, yang terjadi ketika dua spesies menjadi lebih berbeda pada penampilannya.
Isolasi geografis burung Finch di Kepulauan Galapagos menghasilkan lebih dari satu lusin
spesies baru.
Mekanisme keempat spesiasi adalah spesiasi simpatrik, di mana spesies berdivergen tanpa
isolasi geografis atau perubahan pada habitat. Mekanisme ini cukup langka
karena hanya dengan aliran gen yang sedikit akan menghilangkan perbedaan
genetika antara satu bagian populasi dengan bagian populasi lainnya. Secara
umum, spesiasi simpatrik pada hewan memerlukan evolusi perbedaan genetika dan perkawinan tak-acak, mengijinkan isolasi reproduksi berkembang.
Salah satu jenis spesiasi simpatrik
melibatkan perkawinan silang dua spesies yang berkerabat, menghasilkan spesies
hibrid. Hal ini tidaklah umum terjadi pada hewan karena hewan hibrid bisanya
mandul. Sebaliknya, perkawinan silang umumnya terjadi pada tanaman, karena
tanaman sering menggandakan jumlah kromosomnya, membentuk poliploid. Ini mengijinkan kromosom dari tiap spesies tetua membentuk pasangan yang
sepadan selama meiosis. Salah satu contoh kejadian spesiasi ini adalah ketika
tanaman Arabidopsis thaliana dan Arabidopsis arenosa berkawin
silang, menghasilkan spesies baru Arabidopsis suecica. Hal ini terjadi
sekitar 20.000 tahun yang lalu, dan proses spesiasi ini telah diulang dalam
laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat dalam proses
ini. Sebenarnya, penggandaan kromosom dalam spesies merupakan sebab utama
isolasi reproduksi, karena setengah dari kromosom yang berganda akan tidak
sepadan ketika berkawin dengan organisme yang kromosomnya tidak berganda.
Salah satu jenis spesiasi simpatrik
melibatkan perkawinan silang dua spesies yang berkerabat, menghasilkan spesies
hibrid. Hal ini tidaklah umum terjadi pada hewan karena hewan hibrid bisanya
mandul. Sebaliknya, perkawinan silang umumnya terjadi pada tanaman, karena
tanaman sering menggandakan jumlah kromosomnya, membentuk poliploid. Ini mengijinkan kromosom dari tiap spesies tetua membentuk pasangan yang
sepadan selama meiosis. Salah satu contoh kejadian spesiasi ini adalah ketika
tanaman Arabidopsis thaliana dan Arabidopsis arenosa berkawin
silang, menghasilkan spesies baru Arabidopsis suecica. Hal ini terjadi
sekitar 20.000 tahun yang lalu, dan proses spesiasi ini telah diulang dalam
laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat dalam proses
ini. Sebenarnya, penggandaan kromosom dalam spesies merupakan sebab utama
isolasi reproduksi, karena setengah dari kromosom yang berganda akan tidak
sepadan ketika berkawin dengan organisme yang kromosomnya tidak berganda.
P. Kepunahan
Fosil tarbosaurus. Dinosaurus
non-aves yang mati pada peristiwa
kepunahan Kapur-Tersier pada akhir periode Kapur.
Kepunahan merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah
peristiwa yang tidak umum, karena spesies secara reguler muncul melalui
spesiasi dan menghilang melalui kepunahan. Sebenarnya, hampir seluruh spesies
hewan dan tanaman yang pernah hidup di bumi telah punah, dan kepunahan
tampaknya merupakan nasib akhir semua spesies. Kepunahan telah terjadi secara
terus menerus sepanjang sejarah kehidupan, walaupun kadang-kadang laju
kepunahan meningkat tajam pada peristiwa kepunahan massal. Peristiwa
kepunahan Kapur-Tersier adalah salah satu contoh kepunahan massal yang terkenal, di mana
dinosaurus menjadi punah. Namun peristiwa yang lebih awal, Peristiwan kepunahan Perm-Trias lebih buruk, dengan sekitar 96 persen spesies
punah. Peristiwa
kepunahan Holosen merupakan kepunahan massal yang diasosiasikan
dengan ekspansi manusia ke seluruh bumi selama beberapa ribu tahun. Laju kepunahan masa kini 100-1000 kali
lebih besar dari laju latar, dan sampai dengan 30 persen spesies dapat menjadi
punah pada pertengahan abad ke-21. Aktivitas manusia sekarang menjadi penyebab
utama peristiwa kepunahan yang sedang berlangsung ini. Selain
itu, pemanasan global dapat mempercepat laju
kepunahan lebih lanjut.
Peranan kepunahan pada evolusi tergantung pada jenis kepunahan
tersebut. Penyebab persitiwa kepunahan "tingkat rendah" secara terus
menerus (yang merupakan mayoritas kasus kepunahan) tidaklah jelas dan
kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar spesies terhadap sumber daya yang
terbatas (prinsip hindar-saing). Jika
kompetisi dari spesies lain mengubah probabilitas suatu spesies menjadi punah,
hal ini dapat menghasilkan seleksi spesies sebagai salah satu tingkat seleksi
alam. Peristiwa kepunahan massal jugalah penting, namun daripada berperan
sebagai gaya
selektif, ia secara drastis mengurangi keanekaragaman dan mendorong evolusi
cepat secara tiba-tiba serta spesiasi pada makhluk yang selamat dari kepunahan.
Q. Asal usul kehidupan
Asal usul kehidupan merupakan prekursor evolusi biologis, namun
pemahaman terhadap evolusi yang terjadi seketika organisme muncul dan
investigasi bagaimana ini terjadi tidak tergantung pada pemahaman bagaimana
kehidupan dimulai. Konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa senyawa biokimia
yang kompleks, yang menyusus kehidupan, berasal dari reaksi kimia yang lebih
sederhana. Namun belumlah jelas bagaimana ia terjadi. Tidak begitu pasti bagaimana perkembangan
kehidupan yang paling awal, struktur kehidupan pertama, ataupun identitas dan
ciri-ciri dari leluhur
universal terakhir dan lungkang gen leluhur. Oleh karena itu, tidak terdapat konsensus ilmiah
yang pasti bagaimana kehidupan dimulai, namun terdapat beberapa proposal yang
melibatkan molekul swa-replikasi (misalnya RNA) dan
perakitan sel sederhana.
Nenek moyang bersama
Semua organisme di
bumi merupakan keturunan dari leluhur atau lungkang gen leluhur yang sama.
Spesies masa kini yang juga berada dalam proses evolusi dengan
keanekaragamannya merupakan hasil dari rentetan peristiwa spesiasi dan
kepunahan. Nenek moyang bersama organisme pertama kali dideduksi dari
empat fakta sederhana mengenai organisme. Pertama, bahwa organisme-organisme
memiliki distribusi geografi yang tidak dapat dijelaskan dengan adaptasi lokal.
Kedua, bentuk keanekaragaman hayati tidaklah berupa organisme yang berbeda sama
sekali satu sama lainnya, melainkan berupa organisme yang memiliki kemiripan
morfologis satu sama lainnya. Ketiga, sifat-sifat vestigial dengan fungsi yang
tidak jelas memiliki kemiripan dengan sifat leluhur yang berfungsi jelas.
Terakhir, organisme-organisme dapat diklasifikasikan berdasarkan kemiripan ini
ke dalam kelompok-kelompok hirarkis.
Spesies-spesies lampau juga meninggalkan
catatan sejarah evolusi mereka. Fosil,
bersama dengan anatomi yang dapat dibandingkan dengan organisme sekarang,
merupakan catatan morfologi dan anatomi. Dengan membandingkan anatomi spesies
yang sudah punah dengan spesies modern, ahli paleontologi dapat menarik garis
keturunan spesies tersebut. Namun pendekatan ini hanya berhasil pada organisme-organisme yang
mempunyai bagian tubuh yang keras, seperti cangkang, kerangka, atau gigi. Lebih
lanjut lagi, karena prokariota seperti bakteri dan arkaea hanya memiliki kemiripan morfologi bersama yang terbatas, fosil-fosil
prokariota tidak memberikan informasi mengenai leluhurnya.
Baru-baru ini, bukti nenek moyang bersama
datang dari kajian kemiripan biokimia
antar spesies. Sebagai contoh, semua sel hidup di dunia ini mempunyai set dasar
nukleotida dan asam amino yang sama. Perkembangan genetika molekuler telah menyingkap catatan evolusi yang
tertinggal pada genom
organisme, sehingga dapat diketahui kapan spesies berdivergen melalui jam molekul yang dihasilkan oleh mutasi. Sebagai
contoh, perbandingan urutan DNA ini telah menyingkap kekerabatan genetika
antara manusia dengan simpanse dan kapan nenek moyang bersama kedua spesies ini
pernah ada.
R. Evolusi kehidupan
Pohon evolusi yang menunjukkan divergensi
spesies-spesies modern dari nenek moyang bersama yang berada di tengah Tiga domain diwarnai berbeda,
dengan warna biru adalah bakteri, hijau adalah arkaea, dan
merah adalah eukariota.
Walaupun terdapat ketidakpastian bagaimana kehidupan bermula, adalah
umumnya diterima bahwa prokariota hidup
di bumi sekitar 3–4 milyar tahun yang lalu. Tidak terdapat perubahan yang banyak pada morfologi atau organisasi sel yang terjadi pada organisme ini selama beberapa milyar
tahun ke depan.
Eukariota merupakan perkembangan besar pada evolusi sel. Ia berasal dari bakteri
purba yang ditelan oleh leluhur sel prokariotik dalam asosiasi kooperatif yang
disebut endosimbiosis. Bakteri yang ditelan dan sel inang
kemudian menjalani koevolusi, dengan bakteri berevolusi menjadi mitokondria ataupun hidrogenosom. Penelanan kedua secara terpisah pada
organisme yang mirip dengan sianobakteri mengakibatkan pembentukan kloroplas pada ganggang dan tumbuhan. Tidaklah diketahui kapan sel pertama
eukariotik muncul, walaupun sel-sel ini muncul sekitar 1,6 - 2,7 milyar tahun
yang lalu.
Sejarah kehidupan masih berupa eukariota,
prokariota, dan arkaea bersel tunggal sampai sekitar 610 milyar tahun yang
lalu, ketika organisme multisel mulai muncul di samudra pada periode Ediakara. Evolusi
multiselularitas terjadi pada banyak peristiwa yang terpisah,
terjadi pada organisme yang beranekaragam seperti bunga karang, ganggang
coklat, sianobakteri, jamur lendir,
dan miksobakteri.
Segera sesudah kemunculan organisme multisel, sejumlah besar
keanekaragaman biologis muncul dalam jangka waktu lebih dari sekitar 10 juta
tahun pada perstiwa yang dikenal sebagai ledakan Kambria. Pada masa
ini, mayoritas jenis
hewan modern muncul pada catatan fosil, demikian pula garis silsilah hewan yang
telah punah. Beberapa faktor
pendorong ledakan Kambria telah diajukan, meliputi akumulasi oksigen pada atmosfer
dari fotosintesis. Sekitar 500 juta tahun yang lalu, tumbuhan dan fungi mengkolonisasi daratan, dan dengan segera diikuti
oleh arthropoda dan hewan lainnya. Hewan amfibi pertama kali muncul sekitar 300 juta tahun yang lalu, diikuti amniota, kemudian mamalia
sekitar 200 juta tahun yang lalu, dan aves sekitar
100 juta tahun yang lalu. Namun, walaupun terdapat evolusi hewan besar,
organisme-organisme yang mirip dengan organisme awal proses evolusi tetap
mendominasi bumi, dengan mayoritas biomassa dan
spesies bumi berupa prokariota.
S. Tanggapan sosial dan budaya
Seiring dengan penerimaan "Darwinisme" yang meluas pada 1870-an, karikatur Charles Darwin dengan tubuh kera atau monyet menyimbolkan evolusi.
Pada abad ke-19, terutama semenjak
penerbitan buku Darwin "The Origin of Species", pemikiran bahwa kehidupan
berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi tema yang kontroversial. Namun
demikian, kontroversi ini pada umumnya berkisar pada implikasi teori evolusi di
bidang filsafat, sosial, dan agama. Di dalam komunitas ilmuwan,
fakta bahwa organisme berevolusi telah diterima secara luas dan tidak mendapat
tantangan. Walaupun demikian, evolusi masih menjadi konsep yang diperdebatkan
oleh beberapa kelompok agama.
Manakala berbagai kelompok agama berusaha
menyambungkan ajaran mereka dengan teori evolusi melalui berbagai konsep evolusi teistik, terdapat banyak pendukung ciptaanisme yang percaya bahwa evolusi berkontradiksi dengan mitos penciptaan yang ditemukan pada ajaran agama mereka. Seperti
yang sudah diprediksi oleh Darwin, implikasi yang paling kontroversial adalah asal usul manusia. Di beberapa negara, terutama di Amerika
Serikat, pertentangan antara agama dan sains telah mendorong kontroversi penciptaan-evolusi, konflik keagamaan yang berfokus pada politik dan pendidikan.
Manakala bidang-bidang sains lainnya seperti kosmologi dan ilmu bumi juga bertentangan dengan interpretasi literal banyak teks keagamaan,
biologi evolusioner mendapatkan oposisi yang lebih signifikan.
Beberapa contoh kontroversi tak beralasan
yang diasosiasikan dengan teori evolusi adalah "Darwinisme sosial", istilah yang diberikan kepada teori Malthusianisme yang dikembangkan oleh Herbert Spencer mengenai sintasan yang terbugar (survival of the fittest) dalam masyarakat, dan oleh lainnya
mengklaim bahwa kesenjangan sosial, rasisme, dan imperialisme oleh karena itu dibenarkan. Namun,
pemikiran-pemikiran ini berkontradiksi dengan pandangan Darwin itu sendiri, dan
ilmuwan berserta filsuf kontemporer menganggap pemikiran ini bukanlah amanat
dari teori evolusi maupun didukung oleh data.
Aplikasi
Aplikasi utama evolusi pada bidang teknologi
adalah seleksi buatan, yakni seleksi terhadap sifat-sifat tertentu pada
sebuah populasi organisme yang disengajakan. Manusia selama beberapa ribu tahun
telah menggunakan seleksi buatan pada domestikasi tumbuhan dan hewan. Baru-baru ini, seleksi buatan
seperti ini telah menjadi bagian penting dalam rekayasa genetika, dengan penanda terseleksi seperti gen resistansi antibiotik digunakan untuk memanipulasi DNA pada biologi molekuler.
Karena evolusi dapat menghasilkan proses
dan jaringan yang sangat optimal, ia memiliki banyak aplikasi pada ilmu komputer. Pada ilmu komputer, simulasi evolusi
yang menggunakan algoritma evolusi dan kehidupan buatan dimulai oleh Nils Aall Barricelli pada tahun 1960-an, dan kemudian
diperluas oleh Alex Fraser yang mempublikasi berbagai karya ilmiah
mengenai simulasi seleksi buatan.[196] Seleksi buatan menjadi
metode optimalisasi yang dikenal luas oleh hasil kerja Ingo Rechenberg pada tahun
1960-an dan awal tahun 1970-an, yang menggunakan strategi evolusi untuk
menyelesaikan masalah teknik yang kompleks. Algoritma genetika utamanya, menjadi populer oleh karya tulisan John Holland. Seiring dengan meningkatnya ketertarikan akademis, peningkatan kemampuan
komputer mengijinkan aplikasi yang praktis, meliputi evolusi otomatis program
komputer. Algoritma evolusi sekarang digunakan untuk
menyelesaikan masalah multidimensi. Penyelesaian menggunakan algoritma ini
lebih efisien daripada menggunakan perangkat lunak yang diproduksi oleh
perancang manusia. Selain
itu, ia juga digunakan untuk mengoptimalkan desain sistem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar