BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metabolit sekunder adalah
berbagai macam reaksi yang produknya tidak secara langsung terlibat dalam
pertumbuhan normal. Dalam hal ini metabolit sekunder berbeda dengan bahan
metabolit intermediet yang memang merupakan produk dari metabolisme normal.Hasil
dari metabolisme sekunder paa kapang dapat berupa Mikotoksin dan Antibiotik.
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk pada toksin yang dihasilkan
oleh cendawan Lebih lengkapnya, mikotoksin didefinisikan sebagai produk alami
dengan bobot molekul rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan berfilamen dan
dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan,
maupun mikroorganisme lainnya.
Pada dasarnya Antibiotik adalah senyawa yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan
(bakterostatik) ataupun membunuh (bakterisid) mikroba lain.
B. Rumusan
masalah
1. Apa pengertian Mikotoksin dan Antibiotik
2. Jenis – jenis Mikotoksin dan Antibiotik
3. Bahaya Mikotoksin dan Antibiotik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mikotoksin dan Antibiotic
1.
Mikotoksin
Mikotoksin adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk pada toksin yang dihasilkan
oleh cendawan Lebih lengkapnya, mikotoksin didefinisikan sebagai produk alami
dengan bobot molekul rendah yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder dari cendawan berfilamen dan
dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan,
maupun mikroorganisme lainnya. Mikotoksin atau racun jamur akan sangat mudah
ditemukan saat kondisi lingkungan lembab, terutama saat musim penghujan. Selain
itu ransum atau bahan baku ransum dengan kadar air yang tinggi akan memicu
tumbuhnya jamur yang menghasilkan racun atau toksin.
2.
Antibiotik
Antibiotik adalah senyawa
yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan
(bakterostatik) ataupun membunuh (bakterisid) mikroba lain.
Antibiotik
adalah substansi kimia alamiah hasil metabolisme sekunder mikroorganisme, yang
mempunyai kemampuan baik menghambat pertumbuhan maupun membunuh mikroorganisme
lain. Definisi tersebut sangat terbatas, karena sekarang banyak molekul yang
diperoleh melalui sintesis kimia, mempunyai aktivitas terhadap
mikroorganisme.
Sekarang
istilah antibiotika berarti semua substansi baik yang berasal dari alam maupun
sintetik yang mempunyai toksisitas selektif terhadap satu atau beberapa
mikroorganisme tujuan, tetapi mempunyai toksisitas cukup lemah terhadap inang
(manusia, hewan, atau tumbuhan) dan dapat diberikan melalui jalur umum.
B.
Jenis-jenis Mikotoksin dan Antibiotic
1.
Jenis-jenis Mikotoksin
Terdapat
beberapa jenis mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu aflatoksin,
citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan zearalenone.
Aflatoksin
Struktur kimia aflatoksin B1.
Sebagian
besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus
Link dan juga A. parasiticus
Speare.Kedua cendawan tersebut hidup optimal pada suhu 36-38 °C dan
menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 °CPertumbuhan cendawan penghasil aflatoksin biasanya
dipicu oleh humiditas/kelembaban
sebesar 85% dan hal ini banyak ditemui di Afrika sehingga
kontaminasi Alflatoksin pada makanan menjadi masalah umum di benua tersebut.
Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin,
biji-bijian harus disimpan dalam kondisi kering, bebas dari kerusakan, dan
bebas hama.
Citrinin
Struktur
kimia Citrinin.
Citrinin pertama kali
diisolasi dari Penicillium citrinum
Thom pada tahun 1931.Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras, gandum, barley,
dan gandum hitam (rye). Citrinin juga diketahui dapat dihasilkan oleh
berbagai spesies Monascus dan hal ini
menjadi perhatian terutama oleh masyarakat Asia yang menggunakan Monascus sebagai
sumber zat pangan tambahan.Monascus banyak dimanfaatkan untuk
diekstraksi pigmennya (terutama yang berwarna merah) dan dalam proses
pertumbuhannya, pembentukan toksin citrinin oleh Monascus perlu
dicegah.
Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi
oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama adalah golongan Clavicipitaceae
Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat menyebabkan epidemik
keracunan ergot (ergotisme) yang dapat
ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive)Pembersihan
serealia
secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi
senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang
digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea,
penghasil ergot alkaloid.Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis
yang ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot
tubuh, dan fertilitas
menurun.
Fumonisin
Struktur kimia Fumonisin.
Fumonisin
ditemukan pada tahun 1988 pada Fusarium
verticilloides dan F. proliferatum yang
sering mengontaminasi jagung.Namun, selain kedua spesies tersebut masih banyak
cendawan yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin jenis
ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga
dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, kecambah,
dan tepung jagung.Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung dengan
penggilingan basah karena senyawa ini bersifat larut air
Ochratoxin
Struktur kimia ochratoxin
A
Ochratoxin
dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus, Fusarium,
and Penicillium dan banyak
terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, babi, ayam, kopi, bir, wine,
jus anggur, dan susu.Secara
umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A,
B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena
bersifat paling toksik diantara yang lainnya. Pada suatu penelitian menggunakan
tikus
dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu
yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya.Pada anak-anak (terutama di Eropa),
kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar karena
konsumsi susu dalam jumlah yang besar.Infeksi ochratoxin A juga dapat
menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan.ref
name="p"></ref>
Patulin
Struktur kimia patulin.
Patulin
dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan
spesies yang paling utama dalam memproduksi
senyawa ini adalah Penicillium expansum.
Toksin ini menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama
adalah apel
dan produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu
untuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan Contohnya adalah
pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi
alkohol
dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin
Trichothecene
Struktur kimia trichothecenes.
Terdapat 37
macam sesquiterpenoid alami
yang termasuk ke dalam golongan trichothecene dan
biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys, Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium.Toksin
ini ditemukan pada berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika,
Asia, dan Eropa Toksin ini stabil
dan tahan terhadapa pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan autoclave.Selain
itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena
stabil pada pH
asam dan netral. Berdasarkan struktur kimia dan cendawan penghasilnya, golongan
trichothecene dikelompakan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi
selain keton
pada posisi C8), B (gugus karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau
C9,10) dan D (sistem cincin mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester).
Zearalenone
Struktur kimia zearalenone.
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan
oleh cendawan dari genus Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak
mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk
tumbuhan.Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan
pemasakan makanan karena tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi.Salah satu
mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada manusia adalah
berkompetisi untuk mengikat reseptor estrogen.
2.
Jenis-jenis Antibiotik
Antibiotik
merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan mempunyai daya hambat
terhadap kegiatan mikroorganisme lain. Sampai saat ini telah ditemukan lebih
dari 3000 antibiotik, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara komersil.
Beberapa antibiotik telah dapat diproduksi dengan kombinasi sintesis
mikroorganisme dan modifikasi kimia, antara lain: golongan penisilin,
sefalosporin, dihidrostreptomisin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin.
Mikroorganisme
penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan
beberapa mikroba lainnya.Kira-kira 70% antibiotik dihasilkan oleh
aktinomisetes, 20% fungi dan 10% oleh bakteri. Streptomyces merupakan penghasil
antibiotik yang paling besar jumlahnya. Bakteri juga banyak yang menghasilkan
antibiotik terutama Bacillus. Namun kebanyakan antibiotik yang dihasilkan
bakteri adalah polipeptid yang terbukti kurang stabil, toksik dan sukar
dimurnikan. Antibiotik yang dihasilkan fungi pada umumnya juga toksik, kecuali
grup penisilin
a.
Golongan Bakteri
Di
lingkungan tanah yang mendapat aerasi cukup, bakteri dan fungi akan dominan.
Sedangkan lingkungan yang mengandung sedikit atau tanpa oksigen, bakteri
berperanan terhadap hampir semua perubahan biologis dan kimia ling-kungan
tanah. Bakteri menonjol karena kemampuannya tumbuh dengan cepat dan
mendekomposisi berbagai substrat alam.
Ada
berbagai macam pengelompokan bakteri, salah satu penggolongan dilakukan oleh
Winogradsky, membagi bakteri menjadi 2 kelompok :
1) Autochthonous atau indigenous.
Populasi bakteri ini tidak berfluktiiasi. Nutrien didapat dari zat-zat organik
tanah dan tidak memerlukan sumber nutrien eksternal.
2) Zymogenous atau organisme yang
melakukan fermentasi populasi golongan ini paling aktif melakukan transformasi
kimia.
Bakteri
penghasil antibiotik terutama dari spesies Bacillus (basitrasin, polimiksin,
sirkulin), selain itu juga dari spesies Pseudornonas (Pyocyanine),
chromobacterium (Iodinin) dan sebagainya.
b.
Golongan Fungi
Kebanyakan
spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih lebar, dari sangat asam
sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya mendominasi daerah asam, karena
mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam.
Dalam biakan, bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2 -- 3 dan beberapa strain
masih aktif pada pH 9 atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil
antibiotik yang terkenal yaitu : Penicilium (penisilin, griseofulvin),
Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi lain seperti Aspergillus
(fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma
(gliotoxin) dan lain-lain
c.
Golongan Aktinomisetes
Aktinomisetes
merupakan mikroorganisme uniseluler, menghasilkan miselium bercabang dan
biasanya mengalami fragmentasi atau pembelahan untuk membentuk spora.
Mikroorganisme ini tersebar luas tidak hanya di tanah tetapi juga di kompos,
lumpur, dasar danau dan sungai. Pada mulanya organisme ini diabaikan karena
pertumbuhannya pada plate agar sangat lambat. Sekarang banyak diteliti dalam
hubungannya dengan antibiotik. Jenis organisme ini merupakan penghasil
antibiotik yang paling besar di antara kelompok penghasil antibiotik, terutama
dari jenis streptomyces (Bleomisin, Eritromisin, Josamisin, Kanamisin,
Neomisin, Tetrasiklin dan masih banyak lagi). Di samping itu, anibiotik juga
dihasilkan dari aktinomisetes jenis Mikromonospora (Gentamisin, Fortimisin,
Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan lain-lain. Di alam,
aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk vegetatif.
Dilihat
dari daya basminya terhadap mikroba, antibiotika dibagi manjadi 2 kelompok
yaitu yang berspektrum sempit dan berspektrum luas. Walaupun suatu antibiotika
berspektrum luas, efektifitas klinisnya tidak seperti apa yang diharapkan,
sebab efektifitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk
infeksi yang sedang dihadapi, dan bukan dengan antibiotika yang spektrumnya
paling luas.
Berdasarkan
mekanisme kerjanya, antibiotika dibagi dalam 5 kelompok, yaitu :
1.
Yang
menggangu metabolisme sel mikroba. Termasuk disini adalah : Sulfonamid,
trimetoprim, PAS, INH
2.
Yang
menghambat sintesis dinding sel mikroba. Termasuk disini adalah : Penisilin,
sefalosporin, sefamisin, karbapenem, vankomisin
3.
Yang
merusak keutuhan membran sel mikroba. Termasuk disini adalah : Polimiksin B,
kolistin, amfoterisin B, nistatin
4.
Yang
menghambat sintesis protein sel mikroba. Termasuk disini adalah : Streptomisin,
neomisin, kanamisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, netilmisin, eritromisin,
linkomisin, klindamisin, kloramfenikol, tetrasiklin, spektinomisin .
5.
Yang
menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Termasuk disini
adalah : Rifampisin, aktinomisin D, kuinolon.
C.
Bahaya Mikotoksin dan Antibiotik
1.
Bahaya Mikotoksin
Efek
pada Manusia
Banyak
mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia melalui
makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk keju karena proses fermentasi
keju yang melibatkan P. citrinum dan P. expansum penghasil
citrinin.Pada manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di
antaranya dapat terjadi akibat toksisitas pada ginjal dan
terhambatnya kerja enzim
yang berperan dalam respirasi.Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang
dapat memicu timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang terkontaminasi
dalam jumlah tertentu.Kehilangan tanaman pangan akibat kontaminasi aflatoksin
juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun kalangan industri
hasil pertanian di dunia.Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu
tinggi di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis.
Efek
pada hewan
Aflatoksin
dapat menyebabkan penyakit liver pada hewan (terutama aflatoksin B1) yang ditandai dengan
produksi telur, susu, dan bobot tubuh yang menurun.Untuk mereduksi atau
mengeliminasi efek aflatoksin pada hewan, dapat digunakan amoniasi dan beberapa
molekul penyerap. Pada ayam petelur, babi, sapi,
tikus, dan mencit,
toksin fumonisin sulit siserap namun penyebarannya sangat cepat dan ditemukan
dapat tertimbun di hati
dan ginjal
hewan hingga menyebabkan kerusakan oksidatifSenyawa ochratoxin A bersifat karsinogenik,
mutagenik, teratogenik,
dan mampu menimbulkan gejala imunosupresif pada
berbagai hewan. Pada ternak babi, senyawa zearalenone dapat menyebabkan kelainan reproduksi yang
disebut vulvovaginitis.
2.
Bahaya Antibiotik
Kuntaman
menjelaskan, bahan antibiotik pertama ditemukan Alexander Fleming pada 1928.
Kemudian, pada 1940-an antibiotik mulai digunakan secara luas. Waktu itu, ahli
scientist dunia memprediksi, dengan ditemukannya antibiotik, pada 1960-an dunia
diprediksi bersih dari penyakit infeksi.
Namun,
bukannya penyakit infeksi teratasi, justru jenis bakteri baru muncul akibat
resistensi terhadap penggunaan antibiotik. Bahkan, pada 1990, kata Kuntaman, di
beberapa belahan dunia pernah terjadi post antibiotika era. Suatu keadaan yang
antibiotik tidak berfungsi lagi. “Waktu itu, di antara 20 jenis antibiotik yang
ada, hanya satu yang bisa mengobati penyakit infeksi,”jelasnya.
Pada 2001,
World Health Organization (WHO) menyampaikan keprihatinan yang tinggi terhadap
perkembangan bakteri resisten. WHO pun menyatakan global alert atau perang melawan
bakteri resisten.
Karena
itu, bila antibiotik tidak digunakan secara tepat, post antibiotika era
diprediksi bisa terjadi pada masa depan. “Bayangkan saja, bila tidak ada satu
pun obat yang mampu mengatasi penyakit infeksi,” ujarnya.
Menurut
Kuntaman, tingginya penggunaan antibiotik di rumah sakit akan meningkatkan
angka resistensi bakteri di tempat itu. “Yang pada akhirnya menyulitkan
terapi,” tegasnya. Bahkan, bakteri lebih mudah mutasi, yang berarti lebih cepat
resisten terhadap berbagai antibiotik.
Agar tidak
sembarangan dalam penggunaannya, sebaiknya masyarakat mengetahui jenis
antibiotik. Di antaranya, tetracyclin yang digunakan untuk infeksi, sakit gigi,
dan luka. Jenis chloramphenicol digunakan untuk penyakit tifus. Jenis
griseofulfin digunakan untuk membunuh jamur serta combantrin untuk membunuh
cacing.
Ada juga
narrow spectrum,yang berguna untuk membunuh jenis bakteri secara spesifik.
Antibiotik yang tergolong narrow spectrum adalah ampicillin dan amoxycilin.
Jenis kedua ialah broad spectrum untuk membunuh semua jenis bakteri di dalam
tubuh. “Dianjurkan untuk menghindari mengonsumsi antibiotik jenis ini,”
jelasnya.
Sebab,
jenis antibiotik itu juga membunuh bakteri lainnya yang sangat berguna untuk
tubuh. Antibiotik yang termasuk kategori itu adalah cephalosporin. Penyakit
yang disebabkan virus tidak dapat diberikan antibiotik. Misalnya, sakit flu
atau pilek. Sebab, antibiotik tidak dapat membunuh virus karena virus dapat
mati sendiri, asal daya tahan tubuh penderita meningkat atau membaik. Meski
begitu, dalam perkembangannya, saat ini ada antibiotik yang dikembangkan untuk
membunuh virus.
Pemakaian
antibiotik yang berlebihan (irrational) juga dapat menimbulkan efek negatif
yang lebih luas (long term). Irrational use, lanjut Bambang, dapat membunuh
kuman yang sebenarnya baik dan berguna di dalam tubuh. Akibatnya, tempat yang
semula ditempati bakteri baik akan diisi bakteri jahat.Kemudian, pemberian
antibiotik yang berlebihan akan mengakibatkan bakteri-bakteri yang tidak
terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten terhadap antibiotik.
Kejadian itu biasa disebut superbugs. “Jenis bakteri yang awalnya dapat diobati
dengan mudah oleh antibiotik ringan, apabila antibiotiknya digunakan secara
irrational, jadi memerlukan antibiotik yang lebih kuat.
BAB III
KESIMPULAN
Metabolit sekunder adalah
berbagai macam reaksi yang produknya tidak secara langsung terlibat dalam
pertumbuhan normal. Dalam hal ini metabolit sekunder berbeda dengan bahan
metabolit intermediet yang memang merupakan produk dari metabolisme
normal.Hasil dari metabolisme sekunder paa kapang dapat berupa Mikotoksin dan
Antibiotik.
Terdapat beberapa jenis
mikotoksin utama yang sering merugikan manusia, yaitu aflatoksin,
citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan zearalenone.
Kebanyakan spesies fungi dapat
tumbuh dalam rentang pH yang lebih lebar, dari sangat asam sampai sangat
alkali. Populasi fungi biasanya mendominasi daerah asam, karena mikroba lain
seperti bakteri dan aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan,
bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2 -- 3 dan beberapa strain masih aktif pada
pH 9 atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil antibiotik yang
terkenal yaitu : Penicilium (penisilin, griseofulvin), Cephalosporium
(sefalosporin) serta beberapa fungi lain seperti Aspergillus
(fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma
(gliotoxin) dan lain-lain
DAFTAR
PUSTAKA
Alvi Yani (2009). "Detoksifikasi Biologis Berbagai Mikotoksin pada
Bahan Pangan". Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung.
J. W. Bennett, M. Klich (Juli 2003). "Mycotoxins".
Clinical Microbiology Reviews 16 (3): 497–516. doi:
Gwiazdowska D, Pawlak-Lemanska K (September 2009). "Removal
of zearalenone by propionibacteria in the simulated human gastrointestinal
tract". ISM Conference 2009: 119.
Bailly J.D., Querin A.; Le Bars-Bailly S.,
Benard G., Guerre P. (Agustus 2002). "Citrinin Production and Stability in
Cheese". Journal of Food Protection 65 (8): 1317-1321(5).
M.
Ellin Doyle, Food Research Institute, Carol E. Steinhart, Barbara A. Cochrane
(1993). Food safety 1993. CRC Press. ISBN 978-0-8247-9156-8.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mikotoksin
DAFTAR ISI
SAMPUL
DAFTAR ISI
BAB I.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
BAB II.
PEMBAHASAN ...................................................................................... 2
A. Pengertian Mikotoksin dan
Antibiotic ..................................................... 2
1. Mikotoksin .............................................................................................. 2
2. Antibiotik ................................................................................................ 2
B. Jenis-jenis Mikotoksin dan
Antibiotic ...................................................... 3
1. Jenis-jenis
Mikotoksin ............................................................................. 3
2. Jenis-jenis
Antibiotik ............................................................................... 7
C. Bahaya Mikotoksin dan Antibiotik ........................................................ 10
1. Bahaya Mikotoksin ............................................................................... 10
2. Bahaya Antibiotik ................................................................................. 11
BAB III.
KESIMPULAN .................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar