TONSILITIS AKUT
(TONSILEKTOMI)
A. Pengertian
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan
pembengkakan dari jaringan tonsil dengan
pengumpulan lekosit, el-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam kripta (Adam
Boeis, 1994: 330).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan invasif yang
dilakukan untuk mengambil tonsil dengan atau tanpa adenoid (Adam Boeis, 1994:
337).
B. Etiologi
1.
Streptokokus hemolitikus grup A.
2.
Pneumokokus.
3.
Stafilokokus.
4.
Haemofilus influezae.
C. Pathofisiologi
1.
Terjadinya peradangan pada daerah tonsila akibat virus.
2.
Mengakibatkan terjadinya pembentukan eksudat.
3.
Terjadi selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.
4.
Pembentukan abses peritonsilar.
5.
Nekrosis jaringan.
D. Gejala-gejala
1.
Sakit tenggorokan dan disfagia.
2.
Penderita tidak mau makan atau minum.
3.
Malaise.
4.
Demam.
5.
Nafas bau.
6.
Otitis media merupakan salah satu faktor pencetusnya.
E.
Penatalaksanaan
1.
Tirah baring.
2.
Pemberian cairan adekuat dan diet ringan.
3.
Pemberian obat-obat (analgesik dan antibiotik).
4.
Apabila tidak ada kemajuan maka alternatif tindakan
yang dapat di lakukan adalah pembedahan.
F.
Indikasi tindakan pembedahan
1.
Indikasi absolut
a.
Timbulnya kor pulmonale akibat adanya obstruksi jalan
nafas yang kronis.
b.
Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea
pada waktu tidur.
c.
Hipertrofi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia
dan penurunan berat badan sebagai penyertanya.
d.
Biopsi eksisi yang di curigai sebagai keganasan
(limfoma).
e.
Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas
pada jaringan sekitarnya.
2.
Indikasi relatif
Seluruh indikasi lain
untuk tindakan tonsilektomi di anggap sebagai indikasi relatif.
3.
Indikasi lain yang paling dapat di terima adalah
a.
Serangan tonsilitis yang berulang.
b.
Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional
(disfagia).
c.
Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan.
d.
Tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan dan
terapi.
G. Kontraindikasi
1.
Demam yang tidak di ketahui penyebabnya.
2.
Asma.
3.
Infeksi sistemik atau kronis.
4.
Sinusitis.
H. Persiapan
operasi yang mungkin di lakukan
1.
Pemeriksaan laboratorium (Hb, leko, waktu perdarahan).
2.
Berikan penjelasan kepada klien tindakan dan perawatan
setelah operasi.
3.
Puasa 6-8 jam sebelum operasi.
4.
Berikan antibiotik sebagai propilaksis.
5.
Berikan premedikasi ½ jam sebelum operasi.
I.
Pengkajian
1.
Riwayat kesehatan yang bergubungan dengan faktor
pendukung terjadinya tonsilitis serta bio- psiko- sosio- spiritual.
2.
Peredaradan darah
Palpitasi, sakit kepala pada saat melakukan
perubahan posisi, penurunan tekanan darah, bradikardi, tubuh teraba dingin,
ekstrimitas tampak pucat.
3.
Eliminasi
Perubahan pola eliminasi (inkontinensia uri/ alvi),
distensi abdomen, menghilangnya bising usus.
4.
Aktivitas/ istirahat
Terdapat penurunan aktivitas karena kelemahan tubuh,
kehilangan sensasi atau parese/ plegia, mudah lelah, sulit dalam beristirahat
karena kejang otot atau spasme dan nyeri. Menurunnya tingkat kesadaran,
menurunnya kekuatan otot, kelemahan tubuh secara umum.
5.
Nutrisi dan cairan
Anoreksia, mual muntah akibat peningkatan TIK (tekanan intra kranial),
gangguan menelan, dan kehilangan sensasi pada lidah.
6.
Persarafan
Pusing/ syncope, nyeri kepala, menurunnya luas
lapang pandang/ pandangan kabur, menurunnya sensasi raba terutama pada daerah
muka dan ekstrimitas. Status mental koma, kelmahan pada ekstrimitas, paralise
otot wajah, afasia, pupil dilatasi, penurunan pendengaran.
7.
Kenyamanan
Ekspresi wajah yang tegang, nyeri kepala, gelisah.
8.
Pernafasan
Nafas yang memendek, ketidakmampuan dalam bernafas, apnea, timbulnya
periode apnea dalam pola nafas.
9.
Keamanan
Fluktuasi dari suhu dalam ruangan.
10.
Psikolgis
Denial, tidak percaya, kesedihan yang mendalam,
takut, cemas.
J.
Masalah dan
rencana tindakan keperawatan
1.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
kerusakan jaringan atau trauma pada pusat pernafasan
Tujuan:
Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan pernafasan secara adekuat dengan
memperlihatkan hasil blood gas yang stabil dan baik serta hilangnya tanda-tanda
distress pernafasan.
Rencana
tindakan:
a.
Bebaskan jalan nafas secara paten (pertahankan posisi
kepala dalam keadaan sejajar dengan tulang belakang/ sesuai indikasi).
b.
Lakukan suction jika di perlukan.
c.
Kaji fungsi sistem pernafasan.
d.
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan batuk/ usaha
mengeluarkan sekret.
e.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
melakukan tindakan.
f.
Observasi tanda-tanda adanya ditress pernafasan (kulit
menjadi pucat/ cyanosis).
g.
Kolaborasi dengan terapist dalam pemberian fisoterapi.
2.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
neuromuskuler pada ekstrimitas.
Tujuan:
Pasien menunjukan adanya peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas fisik.
Rencana
tindakan:
a.
Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b.
Ajarkan pada pasien tentang rentang gerak yang masih
dapat di lakukan.
c.
Lakukan latihan secara aktif dan pasif pada akstrimitas
untuk mencegah kekakuan otot dan atrofi.
d.
Anjurkan pasien untuk mengambil posisi yang lurus.
e.
Bantu pasien secara bertahap dalam melakukan ROM sesuai
kemampuan.
f.
Kolaborasi dalam pemberian antispamodic atau relaxant
jika di perlukan.
g.
Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
3.
Penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
edema cerebri, perdarahan pada otak.
Tujuan:
Pasien menunjukan adanya peningkatan kesadaran, kognitif dan fungsi sensori.
Rencana
tindakan:
a.
Kaji status
neurologis dan catat perubahannya.
b.
Berikan pasien posisi terlentang.
c.
Kolaborasi dalam pemberian O2.
d.
Observasi tingkat kesadaran, tanda vital.
4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
trauma secara fisik
Tujuan:
Pasien mengungkapkan nyeri sudah berkurang dan menunjukkan suatu keadaan yang relaks
dan tenang.
Rencana
tindakan:
a.
Kaji tingkat atau derajat nyeri yang di rasakan oleh
pasien dengan menggunakan skala.
b.
Bantu pasien dalam mencarai faktor presipitasi dari
nyeri yang di rasakan.
c.
Ciptakan lingkungan yang tenang.
d.
Ajarkan dan demontrasikan ke pasien tentang beberapa
cara dalam melakukan tehnik relaksasi.
e.
Kolaborasi dalam pemberian sesuai indikasi.
5.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek
dari kerusakan pada area bicara pada himisfer otak.
Tujuan:
Pasien mampu melakukan komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan
menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan komunikasi.
Rencana
tindakan:
a.
Lakukan komunkasi dengan pasien (sering tetapi pendek
serta mudah di pahami).
b.
Ciptakan suatu suasana penerimaan terhadap perubahan
yang dialami pasien.
c.
Ajarkan pada pasien untuk memperbaiki tehnik berkomunikasi.
d.
Pergunakan tehnik komunikasi non verbal.
e.
Kolaborasi dalam pelaksanaan terapi wicara.
f.
Observasi kemampuan pasien dalam melakukan komunikasi
baik verbal maupun non verbal.
6.
Perubahan konsep diri berhubungan dengan perubahan
persepsi.
Tujuan:
Pasien menunjukan peningkatan kemampuan dalam menerima keadaan nya.
Rencana
tindakan:
a.
Kaji pasien terhadap derajat perubahan konsep diri.
b.
Dampingi dan dengarkan keluhan pasien.
c.
Beri dukungan terhadap tindakan yang bersifat positif.
d.
Kaji kemampuan pasien dalam beristirahat (tidur).
e.
Observasi kemampuan pasien dalam menerima keadaanya.
7.
Perubahan pola eliminasi defekasi dan uri berhubungan
dengan an inervasi pada bladder dan rectum.
Tujuan:
Pasien menunjukkan kemampuan dalam melakukan eliminasi (defekasi/ uri) secara
normal sesuai dengan kebiasaan pasien.
Rencana tindakan:
a.
Kaji pola eliminasi pasien sebelum dan saat di lakukan
pengkajian.
b.
Auskultasi bising usus dan distensi abdomen.
c.
Pertahankan porsi minum 2-3 liter perhari (sesuai
indikasi).
d.
Kaji/ palpasi distensi dari bladder.
e.
Lakukan bladder training sesuai indikasi.
f.
Bantu/ lakukan pengeluaran feces secara manual.
g.
Kolaborasi dalam(pemberian gliserin, pemasangan dower
katheter dan pemberian obat sesuai
indikasi).
8.
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan sirkulasi perifer yang tidak adekuat, adanya edema,
imobilisasi.
Tujuan: Tidak terjadi
kerusakan integritas kulit (dikubitus).
Rencana tindakan:
a.
Kaji keadaan kulit dan lokasi yang biasanya terjadi
luka atau lecet.
b.
Anjurkan pada keluarga agar menjaga keadan kulit tetap
kering dan bersih.
c.
Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
d.
Rapikan alas tidur agar tidak terlipat.
9.
Resiko terjadinya ketidakpatuhan terhadap
penatalaksanaan yang berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan:
Pasien menunjukan kemauan untuk melakukan kegiatan penatalak- sanaan.
a.
Identifikasi faktor yang dapat menimbulkan ketidak
patuhan terhadap penatalaksanaan.
b.
Diskusikan dengan pasien cara-cara untuk mengatasi faktor
penghambat tersebut.
c.
Jelaskan pada pasien akibat dari ketidak patuhan
terhadap penatalaksanaan.
d.
Libatkan keluarga dalam penyuluhan.
e.
Anjurkan pada pasien untuk melakukan kontrol secara
teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Boeis,Adam, 1994, Buku Ajar Penyakit THT, Jakarta:
EGC.
Junadi, Purnawan,
1982, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Price, Sylvia Anderson, 1985, Pathofisiologi Konsep klinik
proses-proses penyakit, Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar