BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah organik ialah sampah yang berasal dari
makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur yang sifatnya mudah terurai
secara alami dengan bantuan mikroorganisme.Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kompos seperti
bahan baku,
suhu, nitrogen dan kelembapan bahan sampah organik yang berasal dari sisa
sayuran dapur lebih cepat terurai dan tidak berbau. Kandungan C/N bahan dengan
C/N tanah harus seimbang. Selain itu kestabilan suhu harus dijaga, suhu ideal (
40-50 ºC). Sementara nitrogen dibutuhkan oleh bakteri pengahancur untuk tumbuh
dan berkembang biak. Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan
dijaga keseimbangannya. Kelembapan yang tinggi menyebabkan volume udara menjadi
berkurang.
Sampah
merupakan salah satu bentuk konsekuensi aktivitas manusia yang volumenya akan
berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Setiap saat sampah terus bertambah
tanpa mengenal hari libur karena manusia secara terus-menerus akan memproduksi
sampah.
Sampah selalu menjadi momok menakutkan akibat dampak negatif yang ditimbulkan.
Selain menurunkan higienitas dan kualitas lingkungan, keberadaan sampah
senantiasa menimbulkan problematika sosial yang cukup pelik diberbagai pihak.
Dalam hal ini alam memiliki andil besar dalam pengolahan sampah secara
otomatis terutama sampah organik. Akan tetapi kerja keras alam dalam pengolahan
sampah secara natural sangat tidak berimbang dibanding berjuta ton volume
sampah yang diproduksi. Selain itu sampah tidak selalu harus dibuang karena
dengan sedikit kreatifitas dan kerja keras manusia, sampah yang tidak layak
pakai dapat berubah menjadi barang kaya manfaat. Beragam jenis sampah, terutama
sampah organik dapat dengan mudah dan sederhana diaplikasikan menjadi bahan olahan.
Pengolahan sampah organik dapat dimulai dari skala rumah tangga, hasil kotoran
sampah rumah tangga dapat diolah menjadi kompos. Dengan adanya pengolahan
sampah rumah tangga tentunya akan meningkatkan kesehatan baik di rumah maupun
lingkungan sekitarnya.
Pengolahan sampah merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk
mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengelola sampah perlu upaya yang
dimulai secara individual di setiap rumah berdasarkan uraian diatas maka pokok
permasalah makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah mengolah sampah organik menjadi
kompos
2.
faktor apakah yang mempengaruhi pembentukan
kompos.
3.
bagaimana membuat kompos sampah rumah tangga”
1.3 Tujuan Masalah
Untuk menyusun suatu
karya ilmiah berdasarkan kajian teori tentang memanfaatkan sampah organik
menjadi hasil olahan kompos atau
pupuk.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
MENGENAL SAMPAH
Sampah
bagi setiap orang memang memiliki pengertian yang relatif berbeda dan bersifat
subjektif. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta berharga. Hal ini
dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan suatu bahan yang
dibuang atau terbuang dari sumber hasill aktivitas manusia maupun alam yang belum
memiliki nilai ekonomis.
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah
dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik ialah sampah yang
berasal dari mahluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini
sangat mudah terurai secara alami. Sementara itu sampah anorganik adalah sampah
yang tidak dapat terurai seperti plastic dan kelereng.
Pengumpulan
sampah organik yang mudah mengurai oleh mikroba dan membusuk yang dapat
dimanfaatkan menjadi pupuk kompos akan tetapi tidak semua jenis sampah bisa
dijadikan bahan dalam pembuatan kompos. Jenis yang dipakai ialah sampah organik
yang mudah sekali membusuk. Pemilahan dan penyelesaian sampah merupakan tahapan
penting dalam pengolahan sampah menjadi kompos.
MENGENAL KOMPOS
Menurut Dalzell (1991) kompos adalah hasil penguraian bahan organik oleh
sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan
hasil akhir sebagai humus.
Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah
mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,
berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.
Menurut Murbandono (2006) kompos adalah bahan organik yang telah mengalami
proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di
dalamnya, bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput jerami,
sisa-sisa ranting dan dahan.
Menurut Hadiwiyoto (2000). Kadar unsure hara dalam kompleks sangat rendah,
sehingga penggunaannya lebih bersifat sebagai pengubah sifat tanah. Kompos
mengandung unsure N sebanyak 2%, unsure P sebanyak 0,1-1% dan unsure K sebanyak
1-2%.
Menurut Murbandono (2006) kompos dikatakan sudah matang apabila bahan berwarna
coklat kehitam-hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan
gembur (bahan menjadi rapuh dan lapuk, menyusut dan tidak
menggumpal), mempunyai kandungan C/N rasio rendah. Dibawah 20, tidak berbau (
kalau berbau, baunya seperti tanah ), suhu ruangan kurang lebih 30ºC, kelembapan
dibawah 40 %.
Di dalam timbunan bahan-bahan
organik. Pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati dilakukan oleh
jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu penguraian
hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air,terjadi pengikatan
beberapa jenis unsure hara di dalam jasad-jasad renik, terutama nitrogen,
fosfor dan kalium. Unsure-unsure tersebut akan terlepas kembali bila
jasad-jasad tersebut mati.
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos,oleh karena itu perlu
diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat
arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara
menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos.
Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran zat
lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan C/N
kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan
amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh karena
itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan
banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera
diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus
apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak.
Sisa pupuk sebagai bunga tanah harus diusahakan sebanyak mungkin. Agar kadar
bunga tanah bertambah, diperlukan bahan baku
kompos yang banyak mengandung lignin, misalnya jerami yang berkadar 16-18%.
Selain itu persenyawaan kalium dan fosfor yang berubah menjadi zat yang mudah
diserap oleh tanaman merupakan proses yang baik dalam pengomposan. Dalam proses
pengomposan, sebagian besar kalium. Kalium mudah diserap tanaman. Selain itu
fosfor sebanyak 50-60% yang berbentuk larutan akan mudah diserap tanaman.
Menurut Yuwono ( 2002 ) proses pengomposan dapat berjalan dengan baik apabila
perbandingan antara komposisi C dengan N berkisar antara 25:1 sampai 30:1
PERMASALAHAN SAMPAH
Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas
manusia. Bagi setiap orang sampah memiliki pengertian yang relative berbeda dan
bersifat subjektif. Bagi beberapa kalangan masyarakat sampah bisa menjadi
barang kaya manfaat. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup
dan kebutuhan yang tidak sama.
Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau terbuang
dari hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai
ekonomis. Berdasarkan sifatnya sampah dipilah menjadi sampah organik dan sampah
anorganik.
Oleh sebab itu sampah selalu menjadi persoalan rumit terutama masyarakat yang
kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Sampah tidak hanya terdapat di
perkotaan yang padat penduduk, pedesaan lokasi lain pun tidak akan
terlepas dari masalah-masalah sampah.
Sumber permasalahan sampah selalu hadir bukan saja di tempat pembuangan sampah
sementara (TPS) selain itu di tempat pembuangan akhir pun juga (TPA). Penyebab
penumpukan sampah dipengaruhi oleh:
1) Volume Sampah yang
sangat besar dan tidak diimbangi oleh daya tampung tempat pembuangan akhir
sehingga melebihi kapasitasnya.
2) Lahan pembuangan akhir
menjadi semakin sempit akibat tergusur untuk penggunaan lain
3) Jarak pembuangan akhir
dan pusat sampah relative jauh hingga waktu untuk mengangkut sampah kurang
efektif.
4) Fasilitas pengangkutan
sampah terbatas dan tidak mampu mengangkut seluruh sampah. Sisa sampah di
pembuangan sementara akan berpotensi menjadi tumpukan sampah
5) Teknologi pengolahan
sampah tidak optimal sehingga lambat membusuk.
6) Sampah yang telah
matang dan berubah menjadi kompos, tidak segera dikeluarkan dari tempat
penampungan. Sehingga semakin menggunung
7) Tidak semua
lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah masyarakat sering membuang sampah
di sembarangan tempat sebagai jalan pintas.
Kurangnya sosialisasi dan
dukungan pemerintah mengenai pengelolaan dan pengolahan sampah
serta produknya
9) Minimnya
pengolahan ataupun edukasi mengenai sampah secara tepat.
10) Manajemen sampah yang tidak
efektif yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, terutama bagi masyarakat
sekitar.
Berdasarkan jenisnya sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah anorganik,
yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak diperbarui seperti mineral
dan minyak bumi. Beberapa dari lahan ini tidak terdapat di alam seperti plastic
dan alumunium. Sebagai zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedangkan yang lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang
cukup lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol kaca,
botol plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas, koran dan karton termasuk sampah
organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat di daur ulang seperti
sampah anorganik lainnya, maka dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok sampah
anorganik.
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang
berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,rumah
tangga. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah
organik tersebut apabila telah mengalami proses pelapukan karena adanya
interaksi mikroorganisme akan menjadi pupuk
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN KOMPOS
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan manfaat
antara lain menyediakan unsure hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah,
memperbaiki struktur dan tekstur tanah,meningkatkan daya ikat tanah terhadap
air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebih lama,
mencegah lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar menjadi
salah satu alternative pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah,
berkualitas dan ramah lingkungan, menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya
lebih hemat, bersifat multi lahan karena bisa digunakan di lahan pertanian,
perkebunan dan reklamasi lahan kritis.
Dalam pembentukan kompos ada beberapa faktor yang hanya dipahami yaitu mulai
dari pemilihan sampah organik yang dapat dimanfaatkan akan tetapi tidak semua
sampah organik yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos, sebab bisa
menimbulkan bau busuk dan menimbulkan bibit penyakit, oleh karena itu perlu
diperhatikan hal-hal yang harus dihindari seperti daging, tulang, duri-duri
ikan, produk-produk yang berasal dari susu, sisa-sisa makanan berlemak,
kulit-kulit keras biji kenari, kotoran hewan dan rumput liar dengan biji yang
matang, namun jika akan memanfaatkannya juga, maka biji-biji tersebut harus dimatikan
dahulu melalui pemanasan.
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N, semakin
mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah
pertanian yang baik mengandung perbandingan unsure C dan N yang seimbang.
Bahan-bahan organik tersebut harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum
digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N tanah.
Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak bisa langsung dibenamkan dan
membiarkannya terbenam sendiri karena struktur bahan organik tersebut kasar,
daya ikatnya terhadap air amat lemah, sehingga bila langsung dibenamkan ke
tanah, tanah akan menjadi berderai. Hal ini dapat dilakukan bagi tanah yang
berat, akan tetapi akan berakibat buruk bagi tanah yang ringan(pasir) dan akan
lebih buruk lagi pada kawasan tanah yang terbuka. Penimbunan bahan organik
begitu saja di tanah yang kaya udara dan air tidaklah baik karena penguraian
terjadi amat cepat. Akibatnya, jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat
cepat. Kondisi seperti ini akan sangat menganggu pertumbuhan tanaman.
Selain kandungan C/N dalam bahan, permukaan bahan juga mempengaruhi kecepatan
pengomposan. Makin halus dan kecil bahan baku
kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan
semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai
akan semakin kuat sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat. Sebaliknya
bila bahan baku
berukuran besar, permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga proses
pengomposan lebih lama. Itulah sebabnya bahan baku tersebut harus dipotong-potong.
Selain itu dalam pembuatan kompos perlu dijaga kestabilan suhu ( mempertahankan
panas ) pada suhu ideal (40-50ºC). Untuk mempertahankan panas dapat dilakukan
dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2m.
Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah menguap.
Hal ini dikarenakan tidak adanya bahan material yang digunakan.
Untuk menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Suhu yang kurang akan
menyebabkan bakteri pengurai tidak dapat berkembang. Sebaliknya, timbunan bahan
terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai. Adapun kondisi yang kekurangan
udara dapat memacu pertumbuhan bakteri anaerob yang menimbulkan bau tidak enak.
Nitrogen salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kompos, sebab
nitrogen dibutuhkan oleh bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang baik.
Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya rendah tidak menghasilkan panas,
sehingga pembusukan bahan-bahan akan terhambat. Oleh karena itu, semua bahan
dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras dan tanaman
menjalar harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair, pangkasan daun dari
kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan
pencampur. Apabila bahan-bahan yang mengandung nitrogen tidak tersedia bahan
kompos bisa ditambah dengan berbagai pupuk organik (pupuk kandang).
Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya.
Kelembapan yang tinggi (bahan dalam keadaan becek)akan mengakibatkan
volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan bahan maka kegiatan
mengaduk harus makin sering dilakukan. Dengan demikian volume udara terjaga stabilitasnya.
Sampah-sampah hijau umumnya tidak membutuhkan air sama sekali pada awal
pembuatan kompos. Namun pada dahan dan ranting kering serta rumput-rumputan
harus diberi air pada saat membuat timbunan kompos. Secara menyeluruh kelembapan
timbunan harus mencapai 40-60%.
Timbunan kompos akan mulai
berasap pada saat panas mulai timbul. Pada saat itu, bagian tengah akan
menjadi kering setelah itu proses pembusukan bisa berhenti secara
mendadak. Untuk mencegahnya, panas dan kelembapan dalam timbunan bahan perlu
dikontrol. Caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat
itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan
telah berjalan baik.
Di daerah yang bercuaca kering, timbunan bahan kompos dapat diairi tiap
4-5 hari sekali. Sebaliknya, di daerah yang banyak curah hujannya, timbunan
kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek. Usaha yang dapat dilakukan yakni
dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan agak membulat agar dapat
mengalirkan airnya. Namun, bila hujan tak ada hentinya dan amat deras, timbunan
kompos masih tetap terlalu basah atau becek sehingga bakteri anaerob mulai
tumbuh, maka perlu dilakukan pengadukan setiap hari. Hal ini dapat
mengembalikan keadaan yang normal.
MENGOLAH SAMPAH
ORGANIK MENJADI KOMPOS
Dalam pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan, baik bahan
maupun tempatnya. Langkah pertama yang harus dipersiapkan yaitu bahan-bahan
organik yang akan dikomposkan dipotong-potong atau dicacah agar proses
pengomposan berlingsung cepat. Selain itu untuk mempercepat pengomposan, diperlukan
dedak halus karena
bahan-bahan ini akan ditumpuk maka perlu dipersiapkan tempatnya.
Tempat yang sederhana di tanah (bahan ditumpuk diatas tanah). Untuk menjaga agar
tidak tergenang sewaktu hujan, perlu dibuat bendungan dengan ukuran sesuai
kondisi lahan, misal panjang 3 m, lebar1 m dan tinggi 25-30 cm. Untuk
menghindari curah hujan, dapat dibuat naungan dengan atap dari genting, rumbia
atau bahan lainnya.
Selain ditumpuk diatas tanah,
bahan-bahan organik dapat ditumpuk dalam bak penampung. Bak ini bisa beraneka
ragam modelnya tergantung kebutuhan.
Ember berlubang
Ember bekas cat
seperti ini dapat disulap menjadi komposter sederhana dengan memberi lubang
yang cukup untuk aerasi. Mirip dengan Takakura, digunakan bantal sekam dan
kardus untuk mengontrol kelembaban dan mengurangi bau. Komposter model ini
digunakan di Penjaringan, Jakarta
Utara.
Bak penampung
harus mempunyai ventilasi yang baik sehingga udara dapat keluar masuk dengan
bebas. Aliran udara yang tidak lancer dapat menyebabkan pengomposan tidak
sempurna. Salah satu model bak yang praktis dan murah adalah seperti boks bayi
dengan daya tampung sekitar 1 m3. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan bak ini
seperti papan,bamboo, kawat ram dan paku. Dalam pembuatan bak yang terpenting
yaitu adanya ventilasi. Ventilasi dapat dibuat dengan memasang kawat ram
atau papan-papan yang dirangkai diberi jarak.
Drum/tong
Menggunakan tong plastik
berukuran 120L yang dilengkapi pipa vertical dan horizontal agar proses
berlangsung secara aerob (dengan udara). Salah satu pengguna komposter jenis
ini adalah masyarakat di Jambangan, Surabaya.
Bak/kotak
Metoda ini menggunakan
konstruksi sederhana pasangan bata yang dikombinasikan dengan bilik kayu
sebagai pintu untuk ruang pengomposan. Cara ini digunakan di Kebun
Karinda Lebak Bulus, Jakarta.
Untuk memudahkan
pembalikan kompos, sisi-sisi bak dicopot dan dipasang kembali disebelah
timbunan. Kedalam sehingga bagian atas akan menjadi bagian bawah.
MENGOLAH SAMPAH
RUMAH TANGGA
Sampah rumah tangga sangat ideal dijadikan kompos karena selain dapat
memanfaatkannya sebagai kompos, lingkungan pun terhindar dari pencemaran.
Sampah yang dimaksud yaitu sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga
untuk mengolah sampah rumah tangga, diperlukan alat yang disebut composer.
Untuk membuat komposter diperlukannya drum atau tong plastic yang mempunyai
tutup, pipa paralon berdiameter 4 inci, kasa plastic untuk menutup lubang pipa
bagian uar dan batu kerikil.
Cara pembuatan komposter
yang pertama bagian atas tong plastic diberi 4 lubang diameter 4 inci untuk
memasang pipa:
1)
Bagian bawah juga dilubangi dengan diameter yang sama, sebanyak 4-5 lubang,
lalu ditutup kasa plastic untuk jalan air
2)
Ujung-ujung pipa bagian luar ditutup kasa plastic untuk sirkulasi udara
3)
Pipa dilubangi dengan bor sebesar 5 mm dengan jarak 10 cm untuk udara,
4)
Pasang pipa pada empat sudut tong, lalu tanam ditanah. Tempatkan pada bagian yang
tidak kena hujan secara langsung.
5)
Tepi tong ditutup batu kerikil setebal 15 cm. Demikian juga sekeliling pipa
ditutup kerikil, baru ditutup tanah. Tempat sampah biasanya berbau karena
sampah organik cepat membusuk sehingga diperlukan kerikil, baru ditutup tanah.
Tempat sampah biasanya berbau karena sampah organik cepat membusuk sehingga
diperlukan kerikil untuk meredam bau tersebut. Tong tersebut diisi dengan
sampah rumah tangga, tentunya sampah organik, tetapi jangan diikutkan dengan
kulit telur dan kulit kacang sebab sukar menjadi kompos. Setelah penuh, tong
ditutup dan dibiarkan selama 3-4 bulan. Selama itu akan terjadi proses
pengomposan. Sampah yang sudah jadi kompos berwarna hitam dan gembur seperti
tanah. Ambil kompos itu dari composer, lalu diangin-anginkan sekitar seminggu
sesudah itu kompos sudah siap untuk pupuk tanaman.
Dalam komposter
tersebut akan bermunculan belatung yang mungkin bisa menimbulkan rasa jijik.
Belatung muncul dari sampah-sampah organik yang mengalami pembusuk. Kehadiran
belatung dinantukan Karena tugasnya melahap sampah dapur. Supaya belatung tidak
berkeliaran maka tutup tong harus dijaga dalam keadaan rapat.
Untuk mendapatkan
kompos yang lebih terjamin keberhasilannya dibutuhkan enam langkah yang perlu
yaitu penyusunan pembuatan kompos. Langkah yang pertama yaitu penyusunan
tumpukan bahan kompos ditumpukkan diatas bilah-bilah bamboo atau kayu. Selama
1-2 hari diperciki air sampai lembab tetapi tidak becek. Langkah yang
kedua yaitu pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan dari hari keempat hingga
hari ke empat puluh, tumpukan dijaga agar suhunya 45-65C. Dan kelembapannya
sekitar 50%. Secara sederhana, kelembapan dapat diukur dengan cara memasukkan
tongkat kayu kedalam tumpukkan kompos, lalu mengeluarkannya. Bila tongkat
kering, berarti kelembapannya kurang sehingga perlu dibalik dan disiram. Bila
tongkat basah (lembab) berarti kelembapannya telah sesuai. Namun bila tongkat
terlalu basah maka kelembapannya terlalu tinggi sehingga perlu dibalik. Cara
mengukur lainnya dengan memegang bahan kompos. Kelembapan ideal ditandai dengan
bahan yang basah, tetapi tidak ada air yang menetes. Adapun suhu diukur dengan
cara memasukan tangan kedalam tumpukan kompos. Suhu 45-65ºC. Langkah
ketiga yaitu pembalikkan dan penyiraman, pembalikkan tumpukan dilakukan jika
terjadi suhu tumpukkan diatas 65ºC atau dibawah 45ºC tumpukkan terlalu basah
atau dibawah 45ºC tumpukan terlalu basah atau terlalu kering. Apabila suhu
masih 45-60ºC dan kelembapannya 50% tumpukan kompos belum waktunya dibalik.
Langkah keempat yaitu pematangan, hari ke-45 tumpukan telah memasuki masa
pemotongan. Kompos yang matang ditandai dengan suhu tumpukan yang menurun
mendekati suhu ruang, tidak berbau busuk, bentuk fisik menyerupai tanah dan
berwarna kehitam-hitaman. Pemotongan berlangsung selama 14 hari. Langkah kelima
yaitu pengayakan kompos, tujuan dilakukan pengayakan yaitu agar memperoleh
ukuran kompos sesuai yang dikhendaki, memilah bahan yang belum terkomposkan
secara sempurna dan mengendalikan mutu kompos. Langkah terakhir yaitu
pengemasan dan penyimpanan kompos yang sudah disaring, dikemas kedalam kantung
atau karung. Setelah itu disimpan ditempat yang kering atau diletakan diatas
papan.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan kajian teori terhadap pokok permasalahan sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, dapat diambil suatu kesimpulan:
- Upaya menjaga lingkungan sehat bebas dimasalah sampah dimulai dengan mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengolah sampah menjadi kompos. Mengolah sampah organik kompos merupakan proses alami yang disebabkan oleh mikroorganisme yang ada didalam sampah. Tidak semua sampah organic bisa diolah menjadi kompos, penting dilakukan tahapan pemisahan sampah organic supaya dihindari dari sisa daging, tulang, duri-duri ikan, produk-produk yang berasal dari susu, sisa makanan berlemak, agar diperoleh hasil olahan kompos kualitas baik yang tidak berbau.
- Pentingnya memperhatikan faktor yang mempengaruhi pembentukan kompos seperti bahan baku, suhu, nitrogen, kelembapan.
- Proses pembuatan kompas sampah rumah tangga di perlukan alat yang biasanya disebut komposter. Hasil olahan kompos sampah rumah tangga bermanfaat sebagai pupuk organic bagi tananaman.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur dipanjatkan kepada tuhan yang maha kuasa atas izin Nyalah, penulis
dapat menyelesaikan sebuah tulisan ilmiah. Dengan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
Prof.Ir.Urip Santoso, S.IKom, Ph.D. sebagai
dosen pengasuh mata kuliah pengajian ilmiah.
Adi Setiawan yang telah membantu dalam proses
penulisan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari
tulisan ini masih banyak kelemahannya. Kritik dan saran diharapkan untuk
mencapai kesempurnaan, semoga saja tulisan ini bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Arik, 2007, Sapi-sapi penyelamat dari Putri Cempo, Publikasikan oleh
Majalah Kabari
2. Dahuri,
Deri, 2004, Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber
Media Indonesia, energi – http://www.energi.lipi.go.id
3.
Environmental Services Program. Comparative Assessment on Community Based Solid
Waste Management (CBSWM) – Medan, Bandung, Subang, and Surabaya.
November 2006. Development Alternatives, Inc. for USAID.
4. Ibrahim, A
Saleh, 2008, Bio Phoskko® Bio Composter ME-1000 ( Rotary Klin),sumber
Iklan Baris SwaIklan.com.
Powered by WordPress.
Options theme by Justin Tadlock.
5. Maulidia,
Rusnadi, Teguh, 2008, Sampah Organic Bantar Gebang Sebagai Sumber Biogas Indonesia, SMAN
1 Tambun Selatan, Bekasi.
6.
Murbandiono,2008, Membuat Kompos Edisi Telivisi,Penerbit : Penebar
Swadaya, Jakarta.
7. Murniati
Sri, 2008, Model Pengelolaan Sampah Organik, Publikasikan
oleh sobirindpklts @yahoo.com
8. Penulis PS,
Tim, 2008, Penanganan dan Pengolahan Sampah, Penerbit : Penebar
Swadaya, Jakarta
9. Sofian,
2006, Sukses Membuat Kompos Dari Sampah, Penerbit : Agro Media
Pustaka, Jakarta.
10. Suriawira, Unus,1986, Mirobiologi
Air, penerbit: Alumni, Bandung.
11. Tarigan,
Sringenana,2008, Alumni Jerman Yang Menggeluti Sampah Di Kota Balikpapan, Penerbit
: Wuski, Tahun X, Nomor 3.
12. Tisna,nuning,2007, Pengolahan
Sampah Organik Untuk Material Seni Rupa,Laporan Hasil Riset Unggul ITB
2007.
13. Udayana Universitas,
2007, Pemanfaatan Sampah Organic Menjadi Kompos Dengan Bantuan
Mikroorganisme.
14. 2007, Sampah
diolah jadi kompos organic, sumber WawasanDigital IT Koran Sore Wawasan.
15. 2009, Siswa Dilatih
Mengolah Sampah Organik, sumber Radar Banjar Masin online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar