BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah organik ialah
sampah yang berasal dari makhluk hidup seperti dedaunan dan sampah dapur yang
sifatnya mudah terurai secara alami dengan bantuan mikroorganisme.Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pembentukan kompos seperti bahan baku,
suhu, nitrogen dan kelembapan bahan sampah organik yang berasal dari sisa
sayuran dapur lebih cepat terurai dan tidak berbau. Kandungan C/N bahan dengan
C/N tanah harus seimbang. Selain itu kestabilan suhu harus dijaga, suhu ideal (
40-50 ºC). Sementara nitrogen dibutuhkan oleh bakteri pengahancur untuk tumbuh
dan berkembang biak. Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan
dijaga keseimbangannya. Kelembapan yang tinggi menyebabkan volume udara menjadi
berkurang. Sampah merupakan salah satu
bentuk konsekuensi aktivitas manusia yang volumenya akan berbanding lurus
dengan jumlah penduduk. Setiap saat sampah terus bertambah tanpa mengenal hari
libur karena manusia secara terus-menerus akan memproduksi sampah. Sampah selalu
menjadi momok menakutkan akibat dampak negatif yang ditimbulkan. Selain
menurunkan higienitas dan kualitas lingkungan, keberadaan sampah senantiasa
menimbulkan problematika sosial yang cukup pelik diberbagai pihak. Dalam hal
ini alam memiliki andil besar dalam pengolahan sampah secara otomatis
terutama sampah organik. Akan tetapi kerja keras alam dalam pengolahan sampah
secara natural sangat tidak berimbang dibanding berjuta ton volume sampah yang
diproduksi. Selain itu sampah tidak selalu harus dibuang karena dengan sedikit
kreatifitas dan kerja keras manusia, sampah yang tidak layak pakai dapat
berubah menjadi barang kaya manfaat. Beragam jenis sampah, terutama sampah
organik dapat dengan mudah dan sederhana diaplikasikan menjadi bahan olahan. Pengolahan
sampah organik dapat dimulai dari skala rumah tangga, hasil kotoran sampah
rumah tangga dapat diolah menjadi kompos. Dengan adanya pengolahan sampah rumah
tangga tentunya akan meningkatkan kesehatan baik di rumah maupun lingkungan
sekitarnya. Pengolahan sampah merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan
sehat. Untuk mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengelola sampah perlu
upaya yang dimulai secara individual di setiap rumah berdasarkan uraian diatas
maka pokok permasalah makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah mengolah sampah organik menjadi
kompos
2.
faktor apakah yang mempengaruhi pembentukan
kompos.
3. bagaimana
membuat kompos sampah rumah tangga”
1.3 Tujuan Masalah
Untuk menyusun suatu karya ilmiah berdasarkan kajian teori tentang memanfaatkan
sampah organik menjadi hasil olahan kompos atau pupuk.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Mengenal
Sampah
Sampah bagi setiap orang memang memiliki pengertian yang relatif berbeda dan
bersifat subjektif. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta berharga.
Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan suatu
bahan yang dibuang atau terbuang dari sumber hasill aktivitas manusia maupun
alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya. Sampah
dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik ialah sampah yang
berasal dari mahluk hidup, seperti dedaunan dan sampah dapur. Sampah jenis ini
sangat mudah terurai secara alami. Sementara itu sampah anorganik adalah sampah
yang tidak dapat terurai seperti plastic dan kelereng.
Pengumpulan sampah organik yang mudah mengurai oleh mikroba dan
membusuk yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos akan tetapi tidak semua
jenis sampah bisa dijadikan bahan dalam pembuatan kompos. Jenis yang dipakai
ialah sampah organik yang mudah sekali membusuk. Pemilahan dan penyelesaian
sampah merupakan tahapan penting dalam pengolahan sampah menjadi kompos.
MENGENAL KOMPOS
Menurut Dalzell (1991) kompos adalah hasil penguraian bahan organik oleh
sejumlah mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan
hasil akhir sebagai humus.
Menurut Indriani (2005) kompos merupakan semua bahan organik yang telah
mengalami penguraian sehingga bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya,
berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau.
Menurut Murbandono (2006) kompos adalah bahan organik yang telah mengalami
proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di
dalamnya, bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput jerami,
sisa-sisa ranting dan dahan.
Menurut Hadiwiyoto (2000). Kadar unsure hara dalam kompleks sangat rendah,
sehingga penggunaannya lebih bersifat sebagai pengubah sifat tanah. Kompos
mengandung unsure N sebanyak 2%, unsure P sebanyak 0,1-1% dan unsure K sebanyak
1-2%.
Menurut Murbandono (2006) kompos dikatakan sudah matang apabila bahan berwarna
coklat kehitam-hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan
gembur (bahan menjadi rapuh dan lapuk, menyusut dan tidak
menggumpal), mempunyai kandungan C/N rasio rendah. Dibawah 20, tidak berbau (
kalau berbau, baunya seperti tanah ), suhu ruangan kurang lebih 30ºC,
kelembapan dibawah 40 %.
Di dalam
timbunan bahan-bahan organik. Pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan
hayati dilakukan oleh jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu
penguraian hidratarong, selulosa menjadi CO2 dan air,terjadi
pengikatan beberapa jenis unsure hara di dalam jasad-jasad renik, terutama
nitrogen, fosfor dan kalium. Unsure-unsure tersebut akan terlepas kembali bila
jasad-jasad tersebut mati.
Banyaknya perubahan yang terjadi dalam timbunan bahan kompos,oleh karena itu
perlu diperhatikan hal-hal dalam pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat
arang (C ) yang mudah diubah harus secepat mungkin diubah secara
menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara dalam timbunan bahan kompos.
Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran zat
lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan C/N
kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi persenyawaan
amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri. Oleh karena
itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N kecil, akan
banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah segera
diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan bagus
apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak.
Sisa pupuk sebagai bunga tanah harus diusahakan sebanyak mungkin. Agar kadar
bunga tanah bertambah, diperlukan bahan baku
kompos yang banyak mengandung lignin, misalnya jerami yang berkadar 16-18%.
Selain itu persenyawaan kalium dan fosfor yang berubah menjadi zat yang mudah
diserap oleh tanaman merupakan proses yang baik dalam pengomposan. Dalam proses
pengomposan, sebagian besar kalium. Kalium mudah diserap tanaman. Selain itu
fosfor sebanyak 50-60% yang berbentuk larutan akan mudah diserap tanaman.
Menurut Yuwono ( 2002 ) proses pengomposan dapat berjalan dengan baik apabila
perbandingan antara komposisi C dengan N berkisar antara 25:1 sampai 30:1
PERMASALAHAN SAMPAH
Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas
manusia. Bagi setiap orang sampah memiliki pengertian yang relative berbeda dan
bersifat subjektif. Bagi beberapa kalangan masyarakat sampah bisa menjadi barang
kaya manfaat. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki standar hidup dan
kebutuhan yang tidak sama.
Namun pada prinsipnya, sampah adalah suatu bahan yang dibuang atau terbuang
dari hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Berdasarkan sifatnya sampah dipilah menjadi sampah organik dan sampah
anorganik.
Oleh sebab itu sampah selalu menjadi persoalan rumit terutama masyarakat yang
kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan. Sampah tidak hanya terdapat di
perkotaan yang padat penduduk, pedesaan lokasi lain pun tidak akan
terlepas dari masalah-masalah sampah.
Sumber permasalahan sampah selalu hadir bukan saja di tempat pembuangan sampah
sementara (TPS) selain itu di tempat pembuangan akhir pun juga (TPA). Penyebab
penumpukan sampah dipengaruhi oleh:
1. Volume
Sampah yang sangat besar dan tidak diimbangi oleh daya tampung tempat
pembuangan akhir sehingga melebihi kapasitasnya.
2. Lahan pembuangan akhir menjadi semakin sempit
akibat tergusur untuk penggunaan lain
3. Jarak
pembuangan akhir dan pusat sampah relative jauh hingga waktu untuk mengangkut
sampah kurang efektif.
4. Fasilitas
pengangkutan sampah terbatas dan tidak mampu mengangkut seluruh sampah. Sisa
sampah di pembuangan sementara akan berpotensi menjadi tumpukan sampah
5. Teknologi
pengolahan sampah tidak optimal sehingga lambat membusuk
6. Sampah yang telah matang dan berubah menjadi
kompos, tidak segera dikeluarkan dari tempat penampungan. Sehingga semakin
menggunung
7. Tidak
semua lingkungan memiliki lokasi penampungan sampah masyarakat sering membuang
sampah di sembarangan tempat sebagai jalan pintas.
8. Kurangnya
sosialisasi dan dukungan pemerintah mengenai pengelolaan dan
pengolahan sampah serta produknya
9. Minimnya
pengolahan ataupun edukasi mengenai sampah secara tepat.
10. Manajemen
sampah yang tidak efektif yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, terutama bagi
masyarakat sekitar.
Berdasarkan jenisnya sampah dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampah anorganik,
yaitu sampah yang berasal dari sumber daya alam tak diperbarui seperti mineral
dan minyak bumi. Beberapa dari lahan ini tidak terdapat di alam seperti plastic
dan alumunium. Sebagai zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan
oleh alam, sedangkan yang lainnya hanya dapat diuraikan melalui proses yang cukup
lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol kaca, botol
plastik, tas plastik dan kaleng. Kertas, koran dan karton termasuk sampah
organik. Tetapi karena kertas, koran dan karton dapat di daur ulang seperti
sampah anorganik lainnya, maka dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok sampah
anorganik.
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang
berasal dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,rumah
tangga. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik,
misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah
organik tersebut apabila telah mengalami proses pelapukan karena adanya
interaksi mikroorganisme akan menjadi pupuk
FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN KOMPOS
Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan manfaat
antara lain menyediakan unsure hara mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki
struktur dan tekstur tanah,meningkatkan daya ikat tanah terhadap air,
memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air tanah lebih lama, mencegah
lapisan kering pada tanah, mencegah beberapa penyakit akar menjadi salah satu
alternative pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas dan
ramah lingkungan, menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya lebih hemat,
bersifat multi lahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan dan
reklamasi lahan kritis.
Dalam pembentukan kompos ada beberapa faktor yang hanya dipahami yaitu mulai
dari pemilihan sampah organik yang dapat dimanfaatkan akan tetapi tidak semua
sampah organik yang dapat digunakan dalam pembuatan kompos, sebab bisa
menimbulkan bau busuk dan menimbulkan bibit penyakit, oleh karena itu perlu
diperhatikan hal-hal yang harus dihindari seperti daging, tulang, duri-duri
ikan, produk-produk yang berasal dari susu, sisa-sisa makanan berlemak,
kulit-kulit keras biji kenari, kotoran hewan dan rumput liar dengan biji yang
matang, namun jika akan memanfaatkannya juga, maka biji-biji tersebut harus
dimatikan dahulu melalui pemanasan.
Kecepatan suatu bahan menjadi kompos dipengaruhi oleh kandungan C/N, semakin
mendekati C/N tanah maka bahan tersebut akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah
pertanian yang baik mengandung perbandingan unsure C dan N yang seimbang.
Bahan-bahan organik tersebut harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum
digunakan agar C/N bahan itu menjadi lebih rendah atau mendekati C/N tanah.
Itulah sebabnya bahan-bahan organik tidak bisa langsung dibenamkan dan
membiarkannya terbenam sendiri karena struktur bahan organik tersebut kasar,
daya ikatnya terhadap air amat lemah, sehingga bila langsung dibenamkan ke
tanah, tanah akan menjadi berderai. Hal ini dapat dilakukan bagi tanah yang
berat, akan tetapi akan berakibat buruk bagi tanah yang ringan(pasir) dan akan
lebih buruk lagi pada kawasan tanah yang terbuka. Penimbunan bahan organik
begitu saja di tanah yang kaya udara dan air tidaklah baik karena penguraian
terjadi amat cepat. Akibatnya, jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat
cepat. Kondisi seperti ini akan sangat menganggu pertumbuhan tanaman.
Selain kandungan C/N dalam bahan, permukaan bahan juga mempengaruhi kecepatan
pengomposan. Makin halus dan kecil bahan baku
kompos maka peruraiannya akan makin cepat dan hasilnya lebih banyak. Dengan
semakin kecilnya bahan, bidang permukaan bahan yang terkena bakteri pengurai
akan semakin kuat sehingga proses pengomposan dapat lebih cepat. Sebaliknya
bila bahan baku
berukuran besar, permukaan yang terkena bakteri lebih sempit sehingga proses
pengomposan lebih lama. Itulah sebabnya bahan baku tersebut harus dipotong-potong.
Selain itu dalam pembuatan kompos perlu dijaga kestabilan suhu ( mempertahankan
panas ) pada suhu ideal (40-50ºC). Untuk mempertahankan panas dapat dilakukan
dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2m.
Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah menguap.
Hal ini dikarenakan tidak adanya bahan material yang digunakan.
Untuk menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Suhu yang kurang akan
menyebabkan bakteri pengurai tidak dapat berkembang. Sebaliknya, timbunan bahan
terlalu tinggi bisa membunuh bakteri pengurai. Adapun kondisi yang kekurangan
udara dapat memacu pertumbuhan bakteri anaerob yang menimbulkan bau tidak enak.
Nitrogen salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kompos, sebab
nitrogen dibutuhkan oleh bakteri penghancur untuk tumbuh dan berkembang baik.
Timbunan bahan kompos yang kandungan nitrogennya rendah tidak menghasilkan
panas, sehingga pembusukan bahan-bahan akan terhambat. Oleh karena itu, semua
bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-bijian yang keras dan
tanaman menjalar harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair, pangkasan daun
dari kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai
bahan pencampur. Apabila bahan-bahan yang mengandung nitrogen tidak tersedia
bahan kompos bisa ditambah dengan berbagai pupuk organik (pupuk kandang).
Kelembapan dalam timbunan kompos harus diperhatikan dan dijaga keseimbangannya.
Kelembapan yang tinggi (bahan dalam keadaan becek)akan mengakibatkan
volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan bahan maka kegiatan
mengaduk harus makin sering dilakukan. Dengan demikian volume udara terjaga
stabilitasnya.
Sampah-sampah hijau umumnya tidak membutuhkan air sama sekali pada awal
pembuatan kompos. Namun pada dahan dan ranting kering serta rumput-rumputan
harus diberi air pada saat membuat timbunan kompos. Secara menyeluruh
kelembapan timbunan harus mencapai 40-60%.
Timbunan
kompos akan mulai berasap pada saat panas mulai timbul. Pada saat itu, bagian
tengah akan menjadi kering setelah itu proses pembusukan bisa berhenti
secara mendadak. Untuk mencegahnya, panas dan kelembapan dalam timbunan bahan
perlu dikontrol. Caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika
tongkat itu hangat dan basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses
pengomposan telah berjalan baik.
Di daerah yang bercuaca kering, timbunan bahan kompos dapat diairi tiap
4-5 hari sekali. Sebaliknya, di daerah yang banyak curah hujannya, timbunan
kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek. Usaha yang dapat dilakukan yakni
dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan agak membulat agar dapat
mengalirkan airnya. Namun, bila hujan tak ada hentinya dan amat deras, timbunan
kompos masih tetap terlalu basah atau becek sehingga bakteri anaerob mulai
tumbuh, maka perlu dilakukan pengadukan setiap hari. Hal ini dapat
mengembalikan keadaan yang normal.
MENGOLAH SAMPAH
ORGANIK MENJADI KOMPOS
Dalam pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan yaitu persiapan, baik bahan
maupun tempatnya. Langkah pertama yang harus dipersiapkan yaitu bahan-bahan
organik yang akan dikomposkan dipotong-potong atau dicacah agar proses
pengomposan berlingsung cepat. Selain itu untuk mempercepat pengomposan,
diperlukan dedak halus,gula
pasir,mikroorganisme berupa bakteri (EM4),dan air.Karena bahan-bahan ini
akan ditumpuk maka perlu dipersiapkan tempatnya.
Tempat yang sederhana di tanah (bahan ditanam di dalam tanah yang
sudah diisi dalam karung). Untuk menjaga agar tidak tergenang sewaktu
hujan, perlu dibuat bendungan dengan ukuran sesuai kondisi lahan, misal panjang
3 m, lebar1 m dan tinggi 25-30 cm. Untuk menghindari curah hujan, dapat dibuat
naungan dengan atap dari genting, rumbia atau bahan lainnya
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan pelaksanaan ini yaitu :
Hari/Tanggal : Senin/17 Januari 2011
Waktu : 09.00 wita
Tempat : Kebun percobaan Biologi
3.2 Alat dan Bahan
Alat :
1.
Karung
2. Cangkul
3. Ember
Bahan :
1.
sampah organik (daun tanaman)
2. dedak halus
3. gula pair
4. bakteri (EM4)
5. air
3.3 Prosedur Kerja
1.
Mengumpulkan sampah organik
(daun tanaman)kemudian sampah ini dipotong kecil-kecil
2.
Menyiapkan karung plastik yang
sudah dilubangi
3.
Mencampurkan deak halus dengan
cincangan sampah
4.
Mencairkan gula pasir serta
memasukkan baktei ke dalam air (mencampurkan cairan gula pasir dan cairan
bakteri)
5.
Cairan bakteri dan gula pasir
disiramkan pada campuran sampah dan dedak halus.aduk sampai rata,kemudian
dimasukkan ke dalam karung dengan kondisi
yang terlindung dari hujan dan sengatan sinar matahari. atau di tanan
dalam tanah dan di tutup hingga rata
6.
Dalam waktu 5-8 hari pupuk
sudah bisa digunakan
BAB IV
PEMBAHASAN
Sampah
organik terdiri dari bahan-bahan penyusun timbunan dan hewan yang berasal dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,rumah tangga. Sampah
ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian
besar merupakan bahan organik. Yang termasuk sampah organik, misalnya sampah
dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah dan daun. Sampah organik
tersebut apabila telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi
mikroorganisme akan menjadi pupuk. Dalam pembuatan kompos, hal pertama yang dilakukan yaitu
persiapan, baik bahan maupun tempatnya. Langkah pertama yang harus dipersiapkan
yaitu bahan-bahan organik yang akan dikomposkan dipotong-potong atau dicacah
agar proses pengomposan berlingsung cepat. Selain itu untuk mempercepat
pengomposan, diperlukan dedak
halus,gula pasir,mikroorganisme berupa bakteri (EM4),dan air.Karena
bahan-bahan ini akan ditumpuk maka perlu dipersiapkan tempatnya.Untuk
mendapatkan kompos yang lebih terjamin keberhasilannya dibutuhkan beberapa langkah yang perlu yaitu penyusunan pembuatan
kompos. Langkah yang pertama yaitu penyusunan tumpukan bahan kompos. Langkah yang kedua yaitu
pemantauan suhu dan kelembapan tumpukan dari hari keempat hingga hari ke empat
puluh, tumpukan dijaga agar suhunya 45-65C. Dan kelembapannya sekitar 50%.
Kelembapan ideal ditandai dengan bahan yang basah, tetapi tidak ada air yang
menetes. Langkah ketiga yaitu pembalikkan dan penyiraman, pembalikkan tumpukan
dilakukan jika terjadi suhu tumpukkan diatas 65ºC atau dibawah 45ºC tumpukkan
terlalu basah atau dibawah 45ºC tumpukan terlalu basah atau terlalu kering.
Apabila suhu masih 45-60ºC dan kelembapannya 50% tumpukan kompos belum waktunya
dibalik. Langkah keempat yaitu pematangan. Kompos yang matang ditandai dengan
suhu tumpukan yang menurun mendekati suhu ruang, tidak berbau busuk, bentuk
fisik menyerupai tanah dan berwarna kehitam-hitaman. Pemotongan berlangsung
selama 14 hari. Langkah kelima yaitu pengayakan kompos, tujuan dilakukan
pengayakan yaitu agar memperoleh ukuran kompos sesuai yang dikhendaki, memilah
bahan yang belum terkomposkan secara sempurna dan mengendalikan mutu kompos.
Langkah terakhir yaitu pengemasan dan penyimpanan kompos yang sudah disaring,
dikemas kedalam kantung atau karung. Setelah itu disimpan ditempat yang kering
atau diletakan diatas papan.
KESIMPULAN
Setelah dilakukan kajian teori terhadap pokok permasalahan sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, dapat diambil suatu kesimpulan:
- Upaya menjaga lingkungan sehat bebas dimasalah sampah dimulai dengan mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengolah sampah menjadi kompos. Mengolah sampah organik kompos merupakan proses alami yang disebabkan oleh mikroorganisme yang ada didalam sampah. Tidak semua sampah organic bisa diolah menjadi kompos, penting dilakukan tahapan pemisahan sampah organic supaya dihindari dari sisa daging, tulang, duri-duri ikan, produk-produk yang berasal dari susu, sisa makanan berlemak, agar diperoleh hasil olahan kompos kualitas baik yang tidak berbau.
- Pentingnya memperhatikan faktor yang mempengaruhi pembentukan kompos seperti bahan baku, suhu, nitrogen, kelembapan.
- Proses pembuatan kompas sampah rumah tangga di perlukan alat yang biasanya disebut komposter. Hasil olahan kompos sampah rumah tangga bermanfaat sebagai pupuk organic bagi tananaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Arik, 2007, Sapi-sapi penyelamat dari Putri
Cempo, Publikasikan oleh Majalah Kabari
Dahuri, Deri, 2004, Sampah Organik, Kotoran
Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber Media Indonesia, energi – http://www.energi.lipi.go.id
Environmental Services Program. Comparative
Assessment on Community Based Solid Waste Management (CBSWM) – Medan, Bandung,
Subang, and Surabaya. November 2006. Development Alternatives, Inc. for USAID.
Ibrahim, A Saleh, 2008, Bio Phoskko® Bio Composter ME-1000 ( Rotary Klin),sumber
Iklan Baris SwaIklan.com.
Powered by WordPress.
Options theme by Justin Tadlock.
Rupa,Laporan Hasil Riset Unggul ITB 2007.
Udayana Universitas, 2007, Pemanfaatan Sampah
Organic Menjadi Kompos Dengan Bantuan Mikroorganisme.
2007, Sampah diolah jadi kompos organic,
sumber WawasanDigital IT Koran Sore Wawasan.
2009, Siswa Dilatih Mengolah Sampah Organik,
sumber Radar Banjar Masin online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar