KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT atas nikmat, taufik,
hidayah dan inayahnya sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kedua kalinya kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam nabi
besar Muhammad SAW, karena dengan perjuangan beliau kita menjadi manusia yang
berilmu, dan semoga keluarga, sahabat dan para pengikutnya mendapat ampunan Allah SWT, Amin.
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun dari bapak dosen
pengampu yang kami hormati, demi kesempurnaan makalah ini, dan semoga makalah
ini dapat bermamfaat bagi kita semua sebagai peserta didik, khususnya para
pendidik, Amin.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang takterhingga kepada semua
pihak yang telah membantu dari awal sehingga terselesainya makalah ini, semoga
Allah SWT memabalasnya dengan berlipat ganda, Amin.
Selong, 5 Oktober 2011
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan
tubuh untuk melakukan kegiatan metabolisme, sehingga memungkinkan pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum. Zat gizi
adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya. Zat-zat
tersebut digolongkan menjadi makronutrien yang meliputi karbohidrat, lemak, dan
protein serta mikronutrien yang meliputi mineral dan vitamin. Pada lansia,
kebutuhan gizi ini harus dipenuhi secara adekuat untuk mengatasi proses menua,
dan memperlambat terjadinya kemunduran fisik.
Kualitas sumber daya manusia
ditentukan oleh kualitas fisik dan non fisik yang keduanya saling berpengaruh,
sehingga perlu mendapat perhatian yang sama agar manusia selalu dalam kondisi
keseimbangan yang baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas fisik dan
non fisik adalah dengan peningkatan Status Gizi, status kesehatan, dan beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan.
Dengan gizi, tubuh
melakukan proses asimilsi dan mengambil manfaat dari makanan atau bahan gizi,
dan juga proses fisiologi dengan memanfaatkan makanan untuk memenuhi kebutuhan
fisiologi dari organisme.
Gizi yang layak
dengan melakukan diet yang wajar dan memasak serta memproses makanan secara
sehat dapat memberikan jumlah yang cukup berkenaan dengan tenaga panas dan
berbagai bahan gizi untuk tubuh manusia, sambil menjaga keseimbangan antara
semua bahan gizi sehingga dapat memenuhi kebutuhan fisiologi yang normal dari
tubuh dan menjaga badan tetap sehat.
Selama masa
penambahan gizi, hanya gizi yang seimbang yang dapat mencegah tubuh dari
keadaan yang tidak seimbang antara Yin dan Yang yang selanjutnya dapat mengarah
kepada timbulnya penyakit. Pemberian tambahan gizi hendaklah secara wajar dan
menurut ilmu pengetahuan ilmiah. Bila seseorang jatuh sakit, maka diperlukan
untuk memperoleh pengobatan; bila seseorang berada dalam keadaan sehat, maka
perlu untuk melakukan penjagaan terhadap penyakit. Oleh sebab itu, melakukan
pencegahan terhadap penyakit adalah sebagai masalah yang sangat mendasar dalam
hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan.
Karena melihat begitu pentingnya masalah gizi
ini, maka penulis merasa sangat perlu untuk kita dari kalangan mahasiswa untuk mempelajarinya dan memahaminya,
terlebih kita sebagai mshasiswa yang bergelut di bidang biologi.
Penulis berharap dengan penulisdan makalah ini
kita sebagai mahasiswa lebih memahami peran penting ilmu gizi ini bagi
kehidupan diri kita sendiri dan masarakat pada umumnya.
1.2 Batasan
Masalah
Agar makalah ini lebih terarah, maka dalam makalah ini akan difokuskan pada
rumusan masalah yang sudah kami buat
1.3 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada pembahasan
makalah ini adalah sbb:
1.
Pengertian
Ilmu Gizi
4.
Gizi dan Kesehatan
5. Status Gizi
6. Penilaian
Status Gizi
7. Faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi
1.4 Tujuan Dan
Mamfaat Pembahasan
Adapun tujuan dan mampaat pembahasan adalah sbb:
1.
Untuk mengetahui
pengertian ilmu gizi
2.
Untuk mengetahui
fungsi zat gizi
3.
Untuk mengetahui
perkembangan ilmu gizi
4.
Untuk mengetahui
hubungan gizi dengan kesehatan
5.
Untuk mengetahui
pengertian status gizi
6.
Untuk mengetahui
penilaian status gizi
7.
Untuk
mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi status gizi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Gizi
Secara umum Ilmu gizi
didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara
makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ghidza, yg berarti “makanan”. Ilmu gizi bisa berkaitan dengan makanan dan tubuh manusia.
- Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
- Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.
- Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi.
- Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
- Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
- Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah.
- Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
- Secara Klasik : gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi, membangun, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh).
- Sekarang : selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas kerja.
- Memberi energi (zat pembakar) – Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
- Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) – Protein, mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan menganti sel yang rusak.
- Mengatur proses tubuh (zat pengatur) – Protein, mineral, air dan vitamin. Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal sarafdan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh
Titik tolak perkembangan ilmu gizi dimulai pada masa manusia
purba dan pada abad pertengahan sampai pada masa munculnya ilmu pengetahuan
pada abad ke-19 dan ke-20. Pada masa manusia purba ilmu gizi dinyatakan sebagai
suatu evolusi. Disini para peneliti menggambarkan manusia sebagai pemburu
makanan dan dikenal sebagai Todhunter, perkembangan ilmu gizi sebagai suatu
evolusi.
Bagi manusia purba, fungsi utama dan mungkin fungsi
satu-satunya dari makanan adalah untuk mempertahankan hidup.
Untuk itu aktifitas utama dari manusia purba adalah mencari makanan dengan
berburu. Fungsi utama makanan untuk mempertahankan hidup, meskipun bukan fungsi
satu-satunya. Makanan untuk mempertahankan hidup ini juga masih
sering atau berlaku bagi sebagian penduduk modern sekarang.
Di abad-abad sebelum masehi filosof Junani bernama
Hippocrates (460-377 SM), yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kedokteran, dalam
salah satu tulisannya berspekulasi tentang peran makanan dalam “pemeliharaan
kesehatan dan penyembuhan penyakit” yang menjadi dasar perkembangan
ilmu dietetika yang belakangan dikenal dengan “Terapi Diit’
Memasuki abad ke-16 berkembang doktrin bukan saja pemeliharaan
kesehatan yang dapat dicapai dengan pengaturan makanan
tetapi kemudian berkembang juga tentang hubungan antara makanan dan panjang umur.
Misalnya Cornaro, yang hidup lebih dari 100 tahun (1366-1464) dan Francis Bacon
(1561-1626) berpendapat bahwa “makan yang diatur dengan baik
dapat memperpanjang umur”. Memasuki abad ke-17 dan ke-18, tercatat
berbagai penemuan tentang sesuatu yang dimakan (makanan) yang
berhubungan dengan kesehatan semakin banyak dan jelas, baik yang bersifat
kebetulan maupun yang dirancang yang kemudian mendorong berbagai ahli kesehatan
waktu itu untuk melakukan berbagai percobaan.
Pada Abad ke-18 berbagai penemuan ilmiah dimulai, termasuk
ilmu-ilmu yang mendasari ilmu gizi. Satu diantaranya yang terpenting adalah
penemuan adanya hubungan antara proses pernapasan yaitu
proses masuknya O2 ke dalam tubuh dan keluarnya CO2, dengan proses pengolahan makanan
dalam tubuh oleh Antoine Laurent Lavoisier
(1743-1794).
Lavoisier bersama seorang ahli fisika Laplace
merintis untuk pertama kalinya penelitian kuantitatif mengenai pernapasan
dengan percobaan binatang (kelinci). Oleh karena itu Lavoisier selain sebagai
Bapak Ilmu Kimia, dikalangan ilmuwan gizi dikenal juga sebagai Bapak
Ilmu Gizi Dunia.
Penemuan
Ilmu-Ilmu yang mendasari terbentuknya Ilmu Gizi itu diantaranya :
- Tahun 1687 = Penetapan standar makanan. Dimana penetapan ini mengatur tentang makanan yang baik untuk tubuh dan yang tidak baik untuk tubuh.
- Dr. lind (1747) menemukan jeruk manis untuk menanggulangi sariawan / scorbut, belakangan diketahui jeruk manis banyak mengandung vitamin C. Sehingga Vitamin C dikenal juga sebagai pencegah Sariawan/Scorbut.
- Suster Florence Nightingale (1854 ) menyimpulkan penderita-penderita akibat perang yang merupakan pasiennya, dalam hal Pemberian makanan kepada pasien harus sesuai dengan kebutuhan pasien untuk mempercepat proses penyembuhannya. Suster Florence Nightingale dikenal juga sebagai Tokoh Keperawatan Dunia
- Liebig (1803-1873) Analisis Protein, KH dan Lemak. Yang merupakan Komponen utama penghasil energi tubuh.
- Vait (1831-1908), Rubner (1854-1982), Atwater (1844-1907), Lusk (1866-1932) dikenal sebagai Pakar dalam pengukuran energi dengan kalorimeter. (kkal)
- Hopkin (1861-1947), Eljkman (1858-1930) = perintis penemuan vitamin dan membedakannya vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak.
- Mendel (1872-1935), Osborn (1859-1929)= penemuan vitamin dan analisis kualitas protein. Memperjelas posisi vitamin dalam makanan dan peranannya dalam tubuh manusia serta kualitas protein yang dilihat dari struktur yaitu asam amino yang essensial maupun yang non essensial.
Pada abad ke 20 Mc Collum, Charles G King = melanjutkan
penelitian vitamin kemudian terus berkembang hingga muncul “ SCIENCE of NUTRION.
Adalah Suatu cabang ilmu pengetahuan kesehatan (kedokteran) yang berdiri
sendiri yaitu Ilmu Gizi adalah Ilmu pengetahuan yang
membahas sifat-sifat nutrien yang terkandung dalam makanan, pengaruh
metaboliknya serta akibat yang timbul bila terdapat kekurangan zat gizi,
( Soekirman, 2000),
Dalam perkembangan selanjutnya permasalahan gizi mulai
bermunculan secara kompleks yang tidak dapat ditanggulangi oleh para ahli
gizi dan sarjana gizi saja, sehingga muncul Ilmu gizi yang
menurut komite Thomas dan Earl (1994) adalah “The NUTRITION SCIENCES are
the most interdisciplinary of all sciences”. Yang arti bebasnya menyatakan
bahwa ilmu gizi merupakan ilmu yang melibatkan berbagai
disiplin ilmu pengetahuan.
D. Gizi dan Kesehatan
Orang menganggap
bahwa makanan adalah sebagai kepentingan yang sangat vital. Pada sepanjang
kehidupan kita, gizi adalah sebagai unsur dasar yang dapat mempertahankan
kehidupan dan menyediakan tenaga yang dibutuhkan oleh sel-sel sehingga berbagai
jaringan dan organ-organ tubuh dapat melakukan berbagai tindakan yang
terkoordinasi. Kehidupan manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah pohon kayu
yang kecil yang memerlukan siraman air secara terus menerus, pemupukan dan
pemeliharaan agar menjadi mampu untuk melakukan pertumbuhan secara kuat.
Demikianlah pentingnya gizi untuk kehidupan manusia.
Selama masa
penambahan gizi, hanya gizi yang seimbang yang dapat mencegah tubuh dari
keadaan yang tidak seimbang antara Yin dan Yang yang selanjutnya dapat mengarah
kepada timbulnya penyakit. Pemberian tambahan gizi hendaklah secara wajar dan
menurut ilmu pengetahuan ilmiah. Bila seseorang jatuh sakit, maka diperlukan
untuk memperoleh pengobatan; bila seseorang berada dalam keadaan sehat, maka
perlu untuk melakukan penjagaan terhadap penyakit. Oleh sebab itu, melakukan
pencegahan terhadap penyakit adalah sebagai masalah yang sangat mendasar dalam
hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan.
Gizi yang sehat
dan seimbang dan gaya
hidup yang diperbaiki akan dapat mengatur dan meningkatkan kekebalan tubuh.
“Buatlah hidup ini menjadi bahagia dengan memelihara kesehatan”. Dengan
melakukan diet secara aktif untuk perawatan kesehatan dalam rangka melakukan
pencegahan terhadap penyakit maka akan dapat diperoleh kondisi kesehatan dari
gizi yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan mutu dari kehidupan.
Dalam keadaan
kekurangan makanan, makan yang terlalu berlebihan dan gizi yang tidak seimbang
adalah merupakan perwujudan yang sangat menonjol mengenai penyimpangan dalam
hal gizi yang secara langsung dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan
seseorang. Seseorang perlu memperhatikan agar dalam hal makan dapat dilakukan
secara secukupnya agar dapat hidup dengan kondisi kehidupan yang sehat.
Kesehatan memerlukan adanya tindakan untuk melakukan perawatan sepanjang
kehidupan kita. Tindakan untuk melakukan tambahan guna melengkapi gizi terutama
sekali datang dari sumber yang berada diluar yaitu makanan. Namun terdapat
banyak jenis dalam hubungannya dengan makan, makan untuk menjaga diri agar dapat
tetap hidup dan memberikan kepuasan dalam memenuhi selera seseorang
Menjaga agar
keadaan gizi tetap berada dalam keseimbangan yaitu makan dengan disertai adanya
pengendalian dengan teliti berkenaan dengan makanan yang disukai dan yang tidak
disukai.
Sebagai kunci
pokok dalam hubungannya dengan kebiasaan makan adalah menjaga jangan sampai
makan secara berlebihan sehingga kekenyangan, makan disertai adanya
sayur-sayuran, tidak memakan makanan yang dimasak sampai kelewat matang, makan
secara tidak tergesa-gesa, makanan yang memiliki rasa yang ringan, makanan
masih dalam kondisi yang segar; memiliki keragaman, dengan kondisi yang sejuk,
terdapat pemisahan, disertai dengan pematangan. Hanya dengan cara demikian
seseorang akan dapat memiliki badan yang sehat disertai dengan kehidupan yang
penuh semangat dan percaya diri.
E.
Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat
dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan,
lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Jika
keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih
banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan
jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau
gizi buruk (Depkes RI, 2000).
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara
efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin (Almatsir, 2001).
F.
Penilaian
Status Gizi
Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan
dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode penilaian status
gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan
klinis (Gibson, 2005). Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran
antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman,
2000).
Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA).
Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah
yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga,
pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal
(Soekirman, 2000).
Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat ditentukan apakah
anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut
maka berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu
standar internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya
diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri,
tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator
mempunyai makna sendiri-sendiri.
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat
diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain
dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini
dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif
untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat
mendeteksi kegemukan.
Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah
gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak
baik. Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu
singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak
dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai
remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi
kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Dalam keadaan
normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif
kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi
terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator
ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman,
2000).
Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena
dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau
masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya
dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi
badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan
proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit
diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak
balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef merekomendasikan
menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD WHO 2006 (WHO &
Unicef, 2009).
Dalam panduan tata laksana penderita KEP (Depkes, 2000) gizi buruk
diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai
dengan berat badan menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda
klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. Agar penentuan
klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka
Menteri Kesehatan [Menkes] RI mengeluarkan SK Nomor 920/Menkes/SK/VIII/2002
tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun. Dengan keluarnya SK
tersebut maka data status gizi yang dihasilkan mudah dianalisis lebih lanjut
baik untuk perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes,
2002).
Menurut
SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak
lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS. Secara
umum klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti
Tabel 1.
Tabel 1.
Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima
Tahun (Balita) *
INDEKS
|
STATUS GIZI
|
AMBANG
BATAS **)
|
Berat Badan
menurut Umur (BB/U)
|
Gizi Lebih
|
> +2 SD
|
Gizi Baik
|
>= -2 SD
sampai +2 SD
|
|
Gizi Kurang
|
< -2 SD
sampai >= -3 SD
|
|
Gizi Buruk
|
< -3 SD
|
|
Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U)
|
Normal
|
> = -2 SD
|
Pendek (Stunted)
|
< -2 SD
|
|
Berat
badan
menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
|
Gemuk
|
> +2 SD
|
Normal
|
>= -2 SD
sampai +2 SD
|
|
Kurus (wasted)
|
< -2 SD
sampai >= -3 SD
|
|
Kurus sekali
|
< -3 SD
|
*) Sumber :
SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.
**) SD =
Standard deviasi
Penelitian ini menggunakan terminologi gizi buruk berdasarkan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) sesuai SK Menkes No SK Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
diKabupaten/Kota, menyebutkan bahwa setiap balita gizi buruk harus mendapatkan
penanganan sesuai standar. Balita gizi buruk yang dimaksud pada SPM
tersebut adalah Balita yang memiliki BB/TB < -3 SD WHO-NCHS dan atau memiliki
tanda-tanda klinis (Depkes, 2003).
G.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi
Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh
beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah.
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan
adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula
kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan jenis
pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan
makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama, adat
istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier, 2001).
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya
anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas)
dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan
akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat
interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan
penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah
infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi
bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat
menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis
lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan
anemia. Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan
kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai
(Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak
memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap
pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang
kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi
(Unicef, 1998) Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas
adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam,
yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit
infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
Penelitian Anwar (2006) mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di
Lombok Timur. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa gizi buruk di Kabupaten
Lombok Timur disebabkan oleh Faktor karakteristik keluarga dan pola asuh, yaitu
: pendapatan keluarga (berisiko 5,03 kali), tingkat pendidikan ibu (2,32 kali),
pengetahuan ibu mengenai pemantauan pertumbuhan (berisiko 15,64 kali), pengasuh
anak (7,87 kali), berat badan lahir (5,73 kali), lama ASI eksklusif (2,57
kali), status imunisasi (10,28 kali), dan pola makan anak (3,27 kali). Namun
secara bersama (simultan), hanya pengetahuan ibu yang bermakna sebagai faktor
risiko gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur. Pada penelitian ini faktor
karakteristik keluarga yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil
adalah pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001.
Francin, P. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta, 2005.
Moehji, S. Ilmu Gizi. Jilid I. Bhatara Karya Pustaka, Jakarta, 1982.
Supariasa, I. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta, 2002.
Francin, P. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta, 2005.
Moehji, S. Ilmu Gizi. Jilid I. Bhatara Karya Pustaka, Jakarta, 1982.
Supariasa, I. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta, 2002.
www.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar